Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Banyak Situs Abal-abal Berlindung di Balik UU Pers tapi Tak Terdaftar di Dewan Pers
Oleh : Redaksi
Minggu | 08-01-2017 | 09:35 WIB

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Dirjen Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Samuel Abrijani Pangerapan, memperkirakan, ada sebanyak 43 ribu situs yang saat ini mengaku sebagai produk jurnalistik. Jika ditotal, saat ini Kementerian Komunikasi dan Informatika telah memblokir sekitar 800 ribu situs internet di 2016.

"Ada 43 ribu yang mengaku jurnalistik. Kalau diisi sama yang enggak bener, kalau sampai masyarakat menilai, wah media brengsek, kerja pers jadi bahaya," kata Samuel, usai menghadiri acara diskusi bertajuk "Media Sosial, Hoax dan Kita" di Jakarta, Sabtu (7/1/2017).

Menurut dia, saat ini pihaknya tengah mengawasi ribuan situs tersebut. Ia menyarankan, situs yang merasa layak menjadi situs jurnalistik, untuk segera mendaftar ke Dewan Pers.

"Boleh saja enggak jadi jurnalis, ngomong apa saja juga boleh. Tapi jangan berlindung di bawah Undang-undang Pers. Kami enggak pernah memblokir media jurnalistik, menyensor saja kami tidak boleh," ujarnya.

Samuel membenarkan, dalam beberapa kasus, situs abal-abal tersebut kerap menjadi media untuk memeras. Bahkan beberapa kasus kini tengah diproses KPK.

"Di Bengkulu ada media abal-abal, diproses di KPK. Ini kan mengacaukan industri. Pemerintah juga ke depan enggak boleh iklan di media yang enggak terdaftar di Dewan Pers," kata Samuel.

Samuek menambakan, dari 800 ribu situs internet sepanjang 2016 yang diblokir, memiliki alasan bervariasi. Namun, alasan yang mendominasi karena memuat unsur pornografi dan perjudian yang dianggap membahayakan.

"Sudah ada 800 ribu situs yang diblokir, itu sebagai peringatan," kata Dirjen Aplikasi Informatika Kominfo ini.

Samuel juga menambahkan, bahwa Kemenkominfo, setiap harinya banyak menerima permintaan dari masyarakat untuk memblokir situs-situs yang dianggap berbahaya. Namun, pihaknya tidak lantas mengabulkan permintaan masyarakat itu, melainkan diteliti lebih dahulu, sehingga upaya ini tidak jadi bumerang nantinya.

Menurut dia, pemblokiran itu menjadi pembelajaran untuk melakukan normalisasi, pemerintah memberikan syarat-syarat, dan situs tersebut bisa dibuka kembali. "Kalau kesalahan sudah diperbaiki, boleh dibuka lag," katanya.

Editor: Surya