Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Polres Bintan Berhasil Antar Tiga Koruptor ke Penjara

Tahun 2017, Pencegahan Korupsi akan Dioptimalkan
Oleh : Harjo
Kamis | 29-12-2016 | 16:26 WIB
unduhan.jpg Honda-Batam

Suhadi saat jadi terdakwa kasus korupsi pengadaan Alkes RSUD Tanjunguban dalam sidang beberapa waktu lalu. (Foto: Harjo)

BATAMTODAY.COM, Tanjunguban - Polres Bintan mencatat, salah satu prestasinya pada tahun 2016 adalah berhasil mengantarkan tiga tersangka kasus korupsi pengadaan Alat Kesehatan (Alkes) di RSUD Tanjunguban ke dalam jeruji besi.

Tiga koruptor tersebut dr. Ariantho Purba yang bertindak sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau saat itu menjabat sebagai Direktur RSUD Tanjunguban. Kemudian, Dani Ramiefan, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek dan Suhadi, kontraktor pelaksana proyek dengan pagu dana senilai Rp 3.069.000.000 tersebut.

Demikian disampaikan Kapolres Bintan Ajun Komisaris Besar Polisi Febrianto Guntur Sunoto, di Mapolres Bintan, Kamis (28/12/2016). Kasus korupsi yang ditangani pada tahun 2016, adalah tindaklanjuti dari penanganan kasus penyelidikan dan penyidikan di tahun sebelumnya. Hingga berhasil diantarkan penyidik dan dinyatakan lengkap oleh pihak Kejaksaan.

"Tiga koruptor tersebut terkait pengadaan Alkes yang ada di RSUD Tanjunguban, di mana awalnya hanya satu tersangka namun setelah ada pengembangan hingga akhirnya ada tiga tersangka yang pada pertengahan tahun 2016, sudah di vonis oleh pengadilan. Dimana ketiganya, di vonis hukuman yang bervariasi," tuturnya.

Guntur menjelaskan, pada tahun 2017 terkait penanganan kasus korupsi, pihak Polri selain akan terus mengusut dugaan adanya korupsi, juga akan melakukan pola pencegahan. Sehingga apa bila adanya kinerja aparat yang mulai mengarah ke korupsi akan terlebih dahulu dilakukan pencegahan dan hal tersebut akan semakin di optimalkan.

"Artinya antara Polri dan aparat serta pengguna anggaran, akan terus meningkatkan koordinasi terkait penggunaan anggaran, agar dalam penggunaan anggaran tidak melenceng serta tidak adanya rasa ketakutan dari pengguna yang mengakibatkan penyerapan anggaran tidak sesuai dengan harapan," paparnya.

Sebagaimana ketahui dalam kasus korupsi RSUD Tanjunguban, Suhadi dalam acara sidang dituntut hukuman selama empat tahun penjara dan hukuman membayar denda senilai Rp 200 juta subsider tiga bulan penjara. Selain hukuman badan dan denda, terdakwa juga dikenakan membayar Uang Pengganti (UP) kerugian negara yang timbul dalam kasus ini senilai Rp 231 667.200.

Sementara itu, Ariantho dituntut selama satu tahun dan enam bulan penjara serta hukuman membayar denda senilai Rp 50 juta subsider tiga bulan penjara. Meski dikenakan hukuman badan dan denda, Ariantho tidak dituntut hukuman membayar UP.

Sedangkan Deni Ramiefan dituntut dengan hukuman yang sama dengan yang diajukan kepada Ariantho. Deni juga tidak dituntut membayar UP kerugian negara.

Jaksa menilai terdakwa Suhadi dinilai secara sah dan menyakinkan melanggar ketentuan pasal 2 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana yang diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Sedangkan terdakwa Ariantho dan Deni dinilai secara sah dan menyakinkan melanggar pasal 3 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana yang diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Dengan perkiraan kerugian negara yang timbul dalam kasus ini sesuai dengan hasil perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Kepri ini sekitar Rp 1 miliar. Sedangkan untuk modus operandi yang diduga dilakukan para terdakwa yakni diduga dengan melakukan mark-up harga untuk sejumlah item pada pengadaan Alkes ini.

Sebagaimana diketahui, Tiga terdakwa korupsi pengadaan alat kesehatan (Alkes) RSUD Provinsi Kepri di Tanjunguban divonis bervariasi di Pengadilan Negeri Tanjungpinang.

Direktur Utama PT Mitra Bina Medika, Suhadi, divonis 5 tahun penjara. Sementara Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Arianto Sidasuha Purba dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), Deni Refian, masing-masing divonis 1 tahun dan 6 bulan penjara.

Putusan ini dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Elyta Ras Ginting SH bersama anggotanya Purwaningsi SH dan ‎Jonni Gultom SH di Pengadilan Tipikor Tanjungpinang, Kamis (30/6/2016).

Selain divonis 5 tahun penjara, terdakwa Suhadi juga dikenakan denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan, serta hukuman mengembalikan uang pengganti kerugian negara Rp1,09 miliar yang dinikmatinya.

Sedangkan dua terdakwa lainnya, Dirut RSUD Tanjunguban, Arianto Sidasuha Purba dan Deni Refian, juga divonis dengan hukuman denda sebesar Rp50 juta subsider 2 bulan kurungan, namun tanpa uang pengganti.

Dalam putusannya, Ketua Majelis Hakim menyatakan, terdakwa Suhadi yang merupakan Dirut PT.Mitra Bina Medika, terbukti menyalah-gunakan jabatan, untuk memperkaya diri sendiri hingga merugikan negara, sebagaimana dakwaan primer melanggar pasal 2 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Atas perbuatannya, terdakwa Suhadi dihukum selama 5 tahun penjara, denda Rp200 juta, subsider 6 bulan kurungan. Mengembalikan kerugian negara sebagai uang pengganti Rp231 juta dan jika tidak dikembalikan diganti dengan hukuman 1 tahun penjara," ujar Elyta.

Sedangkan dua terdakwa lain, Arianto Sidasuha dan Deni Refian, dikatakan terbukti melakukan korupsi, dengan menyalahgunakan kewenangan dan sarana yang ada padanya untuk memperkaya orang lain, korporasi, yang dapat merugikan keuangan negara sebagaimana dakwaan subsider melanggar pasal 3 UU Tipikor.

Atas putusan tersebut, kuasa hukum Suhadi, Agus Susanto SH, menyatakan pikir-pikir selama satu pekan. Sedangkan untuk terdakwa Arianto Sidasuha Purba dan ‎Deni Refiani, yang didampingi oleh penasehat hukumnya, Bastari Majid SH dan Handy Ivandro SH, menyatakan menerima.

Putusan yang dijatuhkan terhadap terdakwa Arianto Sidasuha Purba dan Deni Refiani sama dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rabuli Sanjaya SH dan Dani Daulay SH. Sedangkan untuk terdakwa Suhadi, putusan naik satu tahun dari tuntutan JPU.

Dalam sidang sebelumnya, saksi ahli dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) Provinsi Kepri, Hendra Mahendra, mengatakan dari Rp8 miliar alokasi dana APBD Kepri, untuk pelaksanaan proyek Alkes di RSUD Provinsi Tanjunguban-Bintan itu, terdeteksi persekongkolannya sudah dimulai dari Penetapan Harga Perkiraan Sementara (HPS) yang dilakukan oleh Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan.

"‎Dari HPS serta pelaksanaan lelang, berdasarkan audit yang kami lakukan, ada kesalahan pengetikan, sehingga berbeda dengan dokument masing-masing perusahan, pada Pokja," ujarnya.

Editor: Dardani