Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Meski Daerahnya Dirugikan, Pemkab Lepas Tangan Soal Penambangan Pasir Ilegal di Bintan
Oleh : Harjo
Senin | 26-12-2016 | 13:38 WIB
tewas-tengelam-di-bekas-galian-pasir.gif Honda-Batam

Meski telah menelan korban, namun instansi yang berhak melakukan penertiban aktivitas tambang pasir ilegal di Bintan masih jadi perdebatan.(Foto: Harjo)

BATAMTODAY.COM, Bintan - Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah (DPPKD) Bintan, Adi Prihantara mengatakan, Pemkab Bintan tidak memiliki kewenangan menangani masalah aktivitas tambang pasir di Kabupaten Bintan. Sebab sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 23 tahun 2014, kewenangan perizinan pertambangan sudah berada di tangan Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Provinsi Kepri. 

"Karena eksploitasinya di Bintan, kami hanya berwenang menarik pajak saja. Tapi kalau izin aktivitasnya di tangan Pemprov Kepri," akunya.

Aktivitas tambang galian C ini hanya diberikan izinnya di Galang Batang, Kecamatan Gunung Kijang. Di luar kawasan itu, dilarang keras. Begitu juga penjualannya, hanya boleh antar wilayah di Indonesia sedangkan ke luar negeri dilarang keras atau diharamkan.

Namun, kata dia, pengusaha atau perusahaan yang mengantongi izin untuk ekspolitasi tambang itu hanya ada dua. Di antaranya PT Tri Panorama Setia yang mengeksploitasi di atas lahan seluas 45,4 hektare (ha) dan PT Bintan Inti Sukses (BIS) yang merupakan perusahan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabupaten Bintan, yang sekali dalam setahun beroperasi. Sedangkan 95 penambang lainnya tak berizin dan juga tak pernah menyetorkan pajaknya.

"Tahun ini diprediksi Pemkab Bintan alami kerugian Rp5-8 miliar. Itu diakibatkan maraknya penambang ilegal yang tak setor pajak," jelasnya.

Baca: Kapolda Instruksikan Kapolres Bintan Tindak Tegas Aktivitas Judi dan Tambang Pasir Ilegal

Sebelumnya, Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Bintan, Panca Azdigoena mengatakan, pasir darat yang dihasilkan dari tambang galian C itu memang sangat dibutuhkan sebagai bahan dasar untuk pembangunan. Bahkan pasir berkualitas baik dimiliki Bintan selalu banyak permintaan dari pemerintah maupun swasta.

Namun dibalik itu semua, ada dampak negatif yang ditimbulkan dari maraknya aktivitas eksploitasi alam tersebut. Diprediksikan, daratan yang dimiliki Kabupaten Bintan seluas 1.946,13 Kilometer persegi (Km2) mengalami penyusutan sebesar 778, 452 Km2 atau setara dengan 40 persen. Penyusutan itu disebabkan maraknya aktivitas tambang pasir ilegal yang berada di tujuh kecamatan di Kabupaten Bintan.

"Memang pasir jadi kebutuhan pokok dalam sektor pembangunan. Tapi banyak juga faktor negatif yang ditimbulkan kepada lingkungan," ujarnya.

Dampak negatif yang ditimbulkan dari eksploitasi tambang pasir ini, kata dia, di antaranya menyebabkan perubahan drastis terhadap bentang alam, sedimentasi akibat erosi, dan mempengaruhi batasan kawasan pesisir.

Maksudnya, lahan yang dioperasikan untuk tambang pasir ditujuh kecamatan satu daratan itu, terus dikeruk serta disedot dengan mesin. Akibatnya dataran itu akan membentuk suatu kubangan yang dalam bahkan tanah yang ada dipinggirnya rawan longsor. Begitu juga di kawasan pesisir batasan lahan antara darat dengan lautan semakin kecil.

Kemudian, lanjutnya, kubangan yang ditimbulkan akan semakin dalam dan menjadi danau seiring tingginya curah hujan maupun derasnya mata air alami. Alhasil, secara perlahan atau lambat laun ketersediaan dataran tanah akan berkurang atau menyusut.

Baca juga: Siswa SMPN 17 Bintan Tewas Tenggelam di Kolam Bekas Tambang Pasir

"Daratan menyusut sebesar 40 persen. Bahkan tidak hanya alam saja yang dirugikan akibat tambang pasir ilegal. Tapi semua pihak juga ikut merasakannya. Karena jalan raya yang tersedia akan mudah rusak akibat lori muatan pasir berseliweran dalam menyuplai produksinya," katanya.

Ditambahkannya, dampak kesehatan juga bisa ditimbulkan akibat tambang pasir ilegal ini. Contohnya, lori muatan pasir yang hilir mudik melintasi pemukiman warga akan menciptakan polusi udara yang tinggi. Karena pasir yang berdebu itu akan dibawa oleh udara otomatis oksigen yang dihirup telah tercemar sehingga tidak baik untuk kesehatan warga.

"Tidak terkontrolnya ekspolitasi alam tersebut akibat aktivitas kendaraan berat kian menjamur. Imbasnya kesehatan warga karena menghirup debu dari butiran pasir yang dibawa angin," sebutnya.

Agar dampak-dampak negatif bisa diminimalisir. Pemprov Kepri khususnya Distamben harus segera turun tangan untuk menertibkan ataupun menghentikan aktivitas tambang pasir itu. Sebab kewenangan pemberian izin maupun penutupan aktivitas tambang bukan lagi berada di Pemkab Bintan melainkan Distamben Kepri.

"Kalau ada izin pemerintahkan tinggal memetakan zonasi-zonasinya. Jadi aktivitasnya bisa berjalan tertib dan dampaknya tidak separah saat ini," ungkapnya.

Editor: Udin