Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Catatan Jurnalistik BATAMTODAY.COM dari Pidie Jaya

Trauma Tsunami dan Gempa Itu Terus Menghantui
Oleh : Harjo
Rabu | 14-12-2016 | 08:00 WIB
harjo-aceh3.jpg Honda-Batam

Potret jalan terbelah akibat guncangan gempa dala catatan jurnalistik wartawan BATAMTODAY.COM, Harjo, saat berada di Pidie Jaya Aceh. (Foto: Ist)

 

DAHSYATNYA tsunami yang meluluhlantakkan bumi Aceh 2004 lalu, belum lagi sepenuhnya hilang dari ingatan warga Aceh. Sisa-sisa traumatik itu pun masih membekas. Kini, cobaan itu datang lagi. Gempa 6,5 skala richter mengguncang bumi Aceh, Minggu, 11 Desember 2016 pukul 09.50 WIB.

Bagaimana gambaran traumatik warga Aceh itu? Berikut catatan perjalanan wartawan BATAMTODAY.COM, Harjo, yang ikut dalam ekspedisi kemanusiaan pengiriman bantuan masyarakat Kepri yang diangkut dengan kapal KN Sarotama P-112 yang dinakhodai oleh Desi Susanti Z SE.

Menelusuri jalan yang terbelah akibat gempa di Muereudu, salah satu pusat kota di Kabupaten Pidie Jaya, tampak wajah-wajah traumatik. Meski kini arus bantuan terus mengalir, tapi gambaran traumatik di wajah warga Aceh itu begitu kuat terpancar.

Bagaimana tidak, ratusan korban jiwa melayang. Belum lagi kerusakan bangunan dan hilangnya harta benda mereka. Akibat dua bencana alam dahsyat itu, tak bisa dihitung kerugian yang mereka alami. Akibat bencana tersebut tidak sedikit pula masyarakat yang kehilangan anggota keluarganya.

Saat BATAMTODAY.COM mencoba berbincang dengan sejumlah warga Pidie Jaya, yang rata-rata berusia setengah baya, tak banyak suara yang bisa keluar dalam perbincangan. Yang akrab terdengar, kata trauma dan terus merasa dihantui kekhawatiran akan datangnya gempa susulan.

"Kami sampai saat ini, masih trauma, karena adanya bencana tsunami lalu ditambah lagi dengan adanya kejadian gempa bumi yang kembali menelan korban jiwa," tutur mereka.

Hingga hari ketujuh, Selasa, 13 Desember 2016, rasa trauma itu belum sepenuhnya hilang dari wajah-wajah para korban yang tinggal di barak-barak pengungsian.

Meski sejumlah posko relawan dan posko bantuan kini telah berdiri di sejumlah titik di Pidie Jaya. Sebagian besar masyarakat masih memilih tidur di tenda-tenda atau membuat tenda sendiri di depan rumah mereka. Karena selain setelah gempa pertama terjadi, masih ada gempa susulan.

Mereka khawatir dengan kondisi rumahnya. Karena meski ada yang rumahnya tampak dari luar masih kokoh berdiri, tapi bagian dalamnya sudah retak-retak. Sehingga, mereka khawatir, jika terjadi gempa susulan, maka rumah mereka pasti akan runtuh.

Itulah mengapa mereka memilih mendirikan tenda di depan rumah mereka. Selain karena faktor trauma yang juga masih belum sepenuhnya hilang dari benak dan pikiran masyarakat. Apalagi, kondisi sejumlah jalan dan tanah, yang masih sebagian terbelah akibat gempa juga masih menjadi pemandangan keseharian masyarakat.

Walau pun tim seperti dari TNI/Polri dan posko relawan yang ada dilapangan masih bekerja keras dalam memberikan bantuan serta menetlralisir kondiai lapangan serta psikologis warga. Namun seberapa banyak bantuan yang datang guna membangun kembali secara fisik berupa fasilitas tempat tinggal dan lainnya.

Agar tidak terus menerus terpuruk dalam trauma akibat bencana itulah, kini sudah datang relawan yang focus pada proses pengembalian kondisi mental mereka dengan trauma healing.

Semoga kisah sedih ini segera berlalu, dan rakyat Aceh dapat kembali membangun reruntuhan rumah mereka.

Editor: Dardani