Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kasus Penggelapan 50 Ton Bauksit

Ahai dan Saini Jadi Saksi Meringankan Terdakwa Anton
Oleh : Charles Sitompul
Rabu | 07-12-2016 | 19:14 WIB
jadi-saksi-meringankan.gif Honda-Batam

Tidak dipanggil dan dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai saksi dalam dugaan penggelapan batu bauksit dengan terdakwa Yon Fredi alias Anton, dua saksi masing-masing Ahai dan Saini, jadi saksi  a dhe charge (saksi yang meringankan) pada terdakwa Anton (Foto: Charles Sitompul)

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Sidang lanjutan kasus penggelapan bauksit dengan terdakwa Yon Fredi alias Anton kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang, Rabu (7/12/2016), dengan agenda pemeriksaan saksi yang dihadirkan terdakwa dan kuasa hukumnya.

Kedua saksi a de charge (saksi yang meringankan), masing-masing Ahai dan Saini, memberikan keterangan atas dugaan penggelapan batu bauksit, sebagaimana yang disangkakan JPU kepada terdakwa Yonfredi alias Anton, dalam sidang lanjutan dugaan penggelapan batu bauksit di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang, Rabu (7/12/2016).

Dalam kesaksiannya, Saini sebagai pemilik dump truck pengangkut bauksit kotor dari bukit bekas tromol PT Wahana di Bukit II, Kelurahan Seienam, Bintan Timur, mengaku tidak melihat terdakwa Yonfredi mengambil bauksit di lokasi tersebut.

Saksi juga membantah adanya penggelapan batu bauksit 50 ribu ton, karena saat melakukan pengangkutan hanya mengangkut 8 trip bauksit kotor dengan 3 dump turuck miliknya, yang disewa Parada Hakim Harahap.

"Kami kerja hanya 2 jam dengan 3 lori (dump tuck) dan membawa bauksit sebanyak 8 trip. Setelah itu ada penyetopan oleh Harahap dan saat itu kami langsung pulang," ujarnya.

Saini juga mengatakan, sebelum menyewakan dump trucknya ke Harahap, dirinya juga sempat datang ke lokasi pengambilan batu baksit. Dan saat itu, saksi mengaku tidak melihat adanya tromol dan timbunan batu bauksit bersih di lokasi tersebut.

"Saat saya lihat ke lokasi, tidak ada tromol di sana. Tinggal hanya tanah asli berbentuk bukit bekas dudukan tromol, yang dipapas (digerus) dan dimuat ke dalam mobil dump truck untuk dibawa ke stockfile pelabuhan," ujarnya.

Saini juga mengaku, tidak melihat dan menyaksikan terdakwa Yonfredi alias Anton, mengambil dan mengeruk serta mengangkut batu bauksit dari lokasi tersebut‎.

Selain saksi Saini, pemeriksaan juga dilakukan terhadap saksi Ahai, pengawas PT Lobindo. Dalam keteranganya, Ahai menjelaskan, asal usul kerja sama PT Lobindo dengan PT Gandasari, demikian juga pemberian 5 juta US Dollar oleh Haryadi alias Acok, sebagai pemilik dan perwakilan PT Gandasari sebagai fee penambangan atas pemberian surat kuasa pertambangan dari PT Lobindo.

Dari pengetahuannya, perundingan awal kerja sama PT Gandasari dan PT Lobindo, tidak pernah diikuti Dirut PT Gandasari, tetapi yang lebih banyak melakukan negosiasi adalah Haryadi alias Acok dan Yonfredi alias Anton dari PT Lobindo.

"Awalnya, 300 Hektar lahan di Bukit II Seienam Bintan milik PT Lobindo dan PT DKA, oleh PT DKA selanjutnya lahan bagiannya 150 hektar dijual ke PT Gadasari, hingga PT Labindo melakukan kerja sama penambangan bauksit dengan PT Gandasari," kata Ahai.

"Karena PT Lobindo yang punya IUP dan kesepakatan pertama, siapa yang menambang dia yang memberikan fee, tapi karena diminta‎ Haryadi alias Acok dia (PT Gandasari) yang menambang, sehingga Dirut PT Lobindo meminta fee 5 juta US Dollar, serta kewajiban lain dari penambangan yang dilakukan," terang Ahai lagi.

Terkait dengan permasalahan pelaporan yang dilakukan Dirut PT Gandasari, Ahai menjelaskan, didasari dari pemutusan kuasa penambangan oleh Yon Fredi selaku Dirut PT Lobindo, karena sejumlah kewajiban yang diperjanjikan tidak ditepati PT Gandasari.

"Setelah pemutusan kuasa penambangan akibat IUP PT Lobindo sempat dihentikan pemerintah, baru PT Lobindo urus IUP-nya lagi untuk melaksanakan penambangan. Tapi baru kerja, langsung distop," ujarnya.

Selanjutnya, Dirut PT Lobindo mengatakan, kalau dirinya sudah bernegosiasi dengan Haryadi alias Acok, untuk membeli 150 hektar lahan PT Gandasari yang sebelumnya dibeli dari PT DKA. Sebagai tanda jadi pembelian, Anton mengaku sudah menyetorkan Rp5 miliar dana tanda jadi dari Rp50 miliar harga pembelian.

"Saya diberitahu dia (Anton-red), setengah Lahan PT Gandasari di Bukit II sudah dibeli dari Acok, dan sebagai tanda jadi sudah diberikan Rp5 miliar, serta tambahan Rp2 miliar kemudian Rp3 miliar," ujarnya.

Selanjutnya dengan pembelian lahan itu, Dirut PT Lobindo menyuruh Parada Hakim Harahap melakukan penambangan di lokasi IUP lahan tersebut. Tapi baru beberapa hari menambang, kembali distop dan Dirut PT Gandasari melaporkan Yonfredi alias Anton ke polisi atas dugaan penggelapan bauksit.

"Selain itu, PT Gandasari juga menggugat PT Lobindo, namun gugatannya dimenangkan PT Lobindo melalui gugatan balik," ujar Ahai.

Atas keterangan dua saksi, terdakwa Yonfredi alias Anton tidak menyangkal dan membenarkan keterangan kedua saksi tersebut.

Kuasa Hukum akan Hadirkan Saksi Ahli Pidana, Perdata dan Pertambangan

Usai memeriksa dua saksi, Ketua Majelis Hakim Julfadli SH, kembali menanyakan terd‎akwa dan kuasa hukumnya, dalam hal menghadirkan saksi tambahan. Atas pertanyaan hakim tersebut, terdakwa dan kuasa hukumnya, Alfonso Napitupulu SH, menyatakan akan menghadirkan 3 saksi dari ahli pidana, perdata, serta pertambangan dalam sidang berikutnya.

Atas permohonan terdakwa dan kuasa hukumnya, majelis hakim menyatakan akan kembali melaksanakan sidang dugaan penggelapan bauksit yang dilaporkan PT Gandasari pada Jumat pekan mendatang, dengan agenda memeriksa tiga saksi a‎hli yang akan dihadirkan terdakwa dan kuasa hukumnya.

Editor: Udin