Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Ini Pernyataan AJI Terhadap Intimidasi Wartawan Saat Meliput
Oleh : Charles Sitompul
Minggu | 04-12-2016 | 10:30 WIB

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta mengecam keras intimidasi dan kekerasan yang diduga dilakukan oleh sejumlah peserta aksi 2 Desember 2016 (dikenal aksi 212) pada Jumat kemarin terhadap beberapa jurnalis Metro TV di halaman Masjid Istiqlal dan di depan Gedung Sapta Pesona, Jalan Medan Merdeka Barat Gambir Jakarta.

Ketua AJI Jakarta Ahmad Nurhasim mengatakan, Televisi secara kelembagaan juga diimbau untuk tetap profesional, berpegang teguh pada kode etik jurnalistik, dan independen dalam menyiarkan berita. Selain itu, jurnalis di lapangan pedihimbapu juga perlu waspada saat liputan.

"Media televisi kami himbau juga memperhatikan keamanan dan keselamatan jurnalis di lapangan yang sedang meliput unjuk rasa yang berpotensi konflik. Televisi jangan hanya mau beritanya, tapi tidak mau memperhatikan keselamatan jurnalisnya yang mencari berita,"ujar Ahmad Nurhasim.

‎Dalam menyikapi kasus intimidasi dan kekerasan menimpa jurnalis tersebut, AJI Jakarta menyatakan:

1. Mengecam keras intimidasi dan kekerasan yang dilakukan oleh massa demo 212 terhadap jurnalis Metro TV dan oleh anggota kepolisian terhadap jurnalis RCTI. Selain bisa dijerat dengan pasal pidana KUHP, intimidasi dan kekerasan tersebut bisa dijerat Pasal 18 Undang-Undang Pers karena mereka secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalang-halangi kemerdekaan pers dan kerja-kerja jurnalistik. Ancamannya hukuman dua tahun penjara atau denda Rp 500 juta.

2. Mendorong manajemen Metro TV dan RCTI untuk melaporkan kasus intimidasi dan kekerasan ini kepada kepolisian agar pelaku diadili. Selama ini, kekerasan terhadap jurnalis kerap berulang karena korban enggan melaporkan kasusnya ke kepolisian dan pada saat yang sama laporan yang sudah masuk jarang ditindaklanjuti oleh kepolisian. Karena itu, kami mendorong kepolisian untuk segera mengusut kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis dan membawa pelakunya sampai pengadilan. Proses hukum ini penting agar ada pembelajaran bagi masyarakat bahwa mengintimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis adalah melawan hukum.

3. Mengimbau Metro TV, yang menggunakan frekuensi publik, untuk tetap memproduksi siaran berita yang independen, berimbang, akurat, dan berpegang teguh kepada kode etik dan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) Komisi Penyiaran Indonesia. Dalam kasus Metro TV, pada unjuk rasa 4 November lalu, ada juga jurnalisnya yang diintimidasi oleh demonstran yang tidak senang dengan berita televisi ini. Karena itu, redaksi Metro TV perlu juga introspeksi mengapa menjadi sasaran kemarahan demonstran. Pengelola televisi perlu diingatkan bahwa jurnalisme bertumpu kredibelitas media dan kepercayaan penonton.

4. Mengimbau semua pemimpin redaksi dan petinggi media untuk memperhatikan keselamatan dan keamanan jurnalisnya di lapangan yang meliput unjuk rasa atau liputan di daerah yang berpotensi konflik. Para reporter dan juru kamera adalah garda terdepan dalam proses produksi berita. Keamanan dan keselamatan mereka harus diutamakan. Manajemen media harus bertanggungjawab terhadap keselamatan dan keamanan jurnalisnya yang sedang bertugas.

5. Mendesak Dewan Pers dan KPI untuk lebih ketat mengawasi dan menegur stasiun televisi yang beritanya dinilai menabrak kode etik dan pedoman penyiaran. Kami berharap kekerasan tidak terjadi lagi di masa depan.

Editor: Surya