Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Arti Kehadiran Jokowi dalam Shalat Jumat bersama Habib Rizieq Shihab
Oleh : Redaksi
Sabtu | 03-12-2016 | 08:00 WIB
jokowijumatan.jpg Honda-Batam

Menkopolhukam Wiranto, Wapres Jusuf Kalla, Presiden Joko Widodo, Menteri Agama Lukman Hakim salat Jumat di Monas dalam aksi 212, 2 Desember 2016. (Foto: SETPRES)

MOMENTUM salat Jumat dinilai pengamat sebagai upaya komunikasi dengan kelompok yang menggelar aksi 212. Pimpinan FPI Rizieq Shihab tampil berkhotbah dalam salat Jumat di Monas, sementara Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menkopolhukam Wiranto, dan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin bergabung sambil mendengarkan khotbah.

Peneliti senior Wahid Institute, Ahmad Suaedy menilai bahwa langkah presiden tersebut adalah tanda "terjadi moderasi di kedua belah pihak".

"Pada (aksi) 411 itu ada jarak yang jauh, untuk ketemu saja ada negosiasi, kemudian merencanakan lagi, terjadi dialog, tadinya kan mau Jumatan di Bundaran HI, Jumatan ini berbeda dengan apa yang direncanakan," kata Ahmad Suaedy.

Menurutnya, momentum salat Jumat ini sebagai upaya komunikasi dengan kelompok pemrotes "sudah cukup ideal", karena dalam aksi 411 sebelumnya, pihak penggalang aksi dinilai "sudah merasa begitu di atas angin" sehingga berkomunikasi dengan mereka akan "kontraproduktif".

Dalam salat Jumat tersebut, presiden, wapres, serta menteri-menteri mendengarkan khotbah dari Ketua FPI Rizieq Shihab. Saat ditanya, apakah ini akan memunculkan persepsi bahwa Jokowi seolah "tunduk" pada FPI, Suaedy menolak anggapan itu.

"Saya berpersepsi bahwa Jokowi sedang berkomunikasi dengan masyarakat yang lebih luas, yang begitu besar, dan itu bukan karena FPI, itu karena keterlibatan banyak pihak, terutama guru ngaji, majelis taklim, yang ikut dalam proses ini, yang mereka sesungguhnya punya agenda masing-masing. Politik kan seni berkomunikasi, nah inilah hakekat komunikasi politik karena sudah terjadi moderasi," katanya.

Meski begitu, Suaedy menegaskan bahwa setelah proses ini, pemerintah harus "tetap pada pendirian hukum, mana yang salah mana yang benar."

"Kalau misalnya di pihak masyarakat ada yang salah, harus ditegakkan. jangan sampai ada pengorbanan di salah satu orang ya, misalnya Ahok dan Buni Yani dipakai sebagai dua orang korban untuk menyelamatkan yang lain, misalnya, tapi harus benar-benar siapa yang salah, itu yang harus dihukum," kata Ahmad Suaedy.

Menteri Agama mengatakan bahwa keputusan untuk melakukan salat Jumat di Monas "diambil sendiri oleh Presiden".

Seusai salat Jumat, presiden sempat satu panggung dengan Rizieq Shihab. Jokowi yang naik panggung menyampaikan terima kasih kepada para pengunjuk rasa 212 yang melakukan aksi mereka dengan tertib.

Dengan keriuhan dan sambutan yang meriah, Jokowi juga mengucap terima kasih atas doa yang dipanjatkan untuk keselamatan bangsa.

Ketika ditanya mengenai peristiwa ini, apakah artinya Jokowi yang sudah berkompromi besar, ternyata masih dipermalukan, Suaedy justru mengatakan bahwa aksi seperti ini terjadi karena pemerintah tidak pernah tegas sejak awal kepada orang-orang yang melakukan hate speech atau ujaran kebencian terhadap kelompok atau orang lain.

"Tidak pernah ditegakkan, sehingga terjadi akumulasi. Aksi ini adalah akumulasi, kesalahan pemerintah yang membiarkan kelompok-kelompok sehingga tidak ditegakkan hukum," kata Suaedy.

Hendardi, Ketua Setara Institute, juga menyatakan bahwa langkah Jokowi ikut salat Jumat adalah "tindakan politik simbolis untuk menunjukkan bahwa stabilitas politik dan keamanan tetap terkendali", namun dia menyesalkan kehadiran Jokowi di tengah massa aksi.

"(Kehadiran Jokowi) memberikan preseden buruk pada kehidupan kebangsaan Indonesia, di mana pada akhirnya Jokowi berkompromi dengan beberapa elite kelompok intoleran yang sudah berulang kali melakukan aksi kekerasan. Kerumunan massa telah menjadi sumber legitimasi dan kebenaran baru untuk menentukan proses hukum dan pengambilan keputusan politik," kata Hendardi.

Dia membandingkannya dengan langkah Jokowi yang tidak bersikap apapun atas aksi Kamisan yang diselenggarakan ratusan kali oleh korban dan keluarga korban pelanggaran HAM.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin sebelumnya mengatakan bahwa presiden sendiri yang memutuskan untuk melakukan salat Jumat di Monas "setelah tentu mendengar banyak pertimbangan dari berbagai kalangan."

"Putusan itu mendekati saat azan Salat Jumat tadi. Jadi memang tenggang waktunya sangat singkat sekali," kata Lukman.

Sumber: BBC Indonesia
Editor: Dardani