Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Presiden Dinilai Terlalu Sibuk Urusi Ahok, Persoalan Ekonomi Jadi Terabaikan
Oleh : Irawan
Selasa | 15-11-2016 | 12:14 WIB
Enny_Srihartati.jpg Honda-Batam

Pengamat Ekonomi yang juga Direktur Institute For Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartarti

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Pengamat Ekonomi yang juga Direktur Institute For Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartarti mengingatkan Presiden Jokowi untuk tidak terlalu menghabiskan waktu mengurus persoalan politik terlebih jika persoalan itu hanya untuk mengurus soal Ahok.

"Politik memang tetap harus diurus, tapi ngurus ekonomi juga tak kalah pentingnya. Presiden tidak bisa menggunakan seluruh kemampuan dan energinya hanya untuk mengurus satu asapek sementara aspek lain diabaikan. Stabilitas politik penting bagi ekonomi, tapi semua tetap harus dilakukan dengan skala prioritas," ujar Enny kepada wartawan di Jakarta, Selasa (15/11/2016).

Persoalan Ahok menurut Enny seharusnya tidak terus dibiarkan berlarut-larut dan membesar seperti saat ini. Orang-orang disekeliling Jokowi jelasnya harus diisi oleh orang-orang profesional yang bisa memberikan masukan pada presiden mana seharusnya yang menjadi prioritas, mana yang tidak.

"Saat ini banyak agenda presiden jadi terabaikan dan musti dibatalkan hanya untuk mengurus soal Ahok," jelas Doktor Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian dengan Konsentrasi Ekonomi Pembangunan di Institut Pertanian Bogor ini lagi.

Dia mengingatkan kalau saat ini rakyat sedang mengalami kesulitan karena tidak terkontrolnya harga-harga bahan pangan. Persoalan ekonomi adalah persoalan ril yang dirasakan rakyat sehingga menurutnya tidak bisa masalah yang dihadapi rakyat tersebut diselesaikan dengan cara pencitraan seperti halnya dalam politik.

"Ekonomi itu ril dirasakan rakyat dan konkrit. Kalau harga cabe, gula, bawang, beras, daging naik, maka tidak bisa dikatakan tidak naik. Penyelesaiannya pun tidak bisa ditunda," ujarnya.

Beda dengan masalah politik, karena menurut dia masalah politik bisa diselesaikan instant, tapi tidak demikian dengan ekonomi yang harus betul-betul ada program yang nyata.

"Misalnya soal harga sapi, tidak bisa Jokowi hanya menginstruksikan harga sapi harus Rp 60 ribu, tapi dia tidak melakukan langkah-langkah seperti menghilangkan praktek tidak perdagangan tidak sehat,memotong jalur distribusi, membantu peternak dan sebagainya," tegasnya.

Enny pun menyayangkan sikap pemerintah yang masih saja membuat pernyataan bahwa perekonomian Indonesia masih berkembang maju seperti soal bahwa Indonesia diantara negara G20 masih masuk dalam 3 besar pertumbuhannya. Padahal tidak bisa dikatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia baik karena di ASEAN saja, pertumbuhan ekonomi kita hanya nomer 6 dibandingkan negara lain apalagi jika dibandingkan dengan Afrika Selatan yang dua digit.

"Kalau membandingkan secara parsial dengan negara G20 yah jelas saja karena memang pertumbuhan ekonomi negara-negara G20 sedang melorot. Tapi diantara negara Asean rata-rata pertumbuhannya diatas 6 persen sementara kita hanya dikisaran 4,5-5 persen. Ini sebenarnya sangat mengkhawatirkan," imbuhnya.

Lantas dia mencontohkan agar pemerintah bisa memberikan informasi yang benar dan tidak sekedar lips service soal pertumbuhan ekonomi. Misalnya ada keluarga dengan 2 anak memiliki penghasilan Rp 10 juta dan keluarga lain punya penghasilan Rp 12 juta dengan 10 orang anak.

Tidak bisa bahwa yang berpenghasilan Rp 12 juta dikatakan lebih baik ekonominya dibandingkan yang memiliki penghasilan Rp 10 juta karena faktor jumlah anak ikut mempengaruhi.

"Makanya kita tidak bisa juga mengatakan ekonomi kita tumbuh 5 persen itu bagus karena 5 persen saja tidak cukup. Menurut data bapenas, elastisitas lapangan kerja di zaman saat ini jumlahnya110 ribu, sementara pertumbuhan angkatan kerjanya setiap tahun berjumlah 2 juta orang. Ini sangat tidak cukup. Dikatakan inflasi rendah juga bukan berarti baik. Infralsi rendah itu karena orang tidak memiliki daya beli dan tidak ada permintaan akan barang dan jasa sehingga harga-harga turun," tandasnya.

Sementara itu seluruh masyarakat saat ini mengeluhkan harga-harga kebutuhan pokok yang selalu naik dan mahal. Mereka menuntut agar Jokowi mencurahkan energinya untuk lebih mengurus persoalan ekonomi. Jokowi diharapkan tidak mencoba-coba mengalihkan isu ketidakmampuannya memimpin dengan melindungi Ahok.

Editor: Surya