Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Keseriusan Presiden Jokowi Tuntaskan Kasus Ahok
Oleh : Redaksi
Selasa | 08-11-2016 | 15:14 WIB
jokowi4nov.jpg Honda-Batam

Presiden Jokowi saat mengumumkan perintah pemeriksaan kasus Ahok secara serius, terbuka. (Foto: Kompas)

Oleh : Dodik Prasetyo

TERIK matahari tidak menghalangi ribuan massa dari berbagai ormas kemasyarakatan untuk berunjuk rasa di berbagai titik Jakarta pada 4 November 2016, termasuk Istana Kepresidenan di Jalan Merdeka Utara.

 

Pada hari itu, Presiden Jokowi merupakan tujuan utama demonstran yang ingin menuntut pengusutan dugaan penistaan agama oleh Gubernur Jakarta, Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama.

Di saat yang sama, Presiden Jokowi saat itu tidak berada di Istana Kepresidenan karena sedang meninjau lokasi pembangunan stasiun kereta Bandara Soetta-Jakarta Kota, memastikan pembebasan lahan jalur kereta di Batu Ceper, dan meninjau perkembangan Garuda Maintenance Facilities AeroAsia. Hal tersebut juga ditegaskan Kepala Biro Pers, Media, dan Informasi Kepresidenan Bey Machmudin bahwa kunjungan kerja ke Bandara sudah direncanakan jauh hari.

Rencana demonstrasi massal tersebut sebenarnya sudah viral di media sosial beberapa minggu belakangan sehingga berdampak pada banyaknya demonstran yang terlibat. Mereka tidak hanya datang dari kota-kota di Pulau Jawa, namun juga kota-kota lain dari Jawa Barat hingga Sumatera. Sejumlah tokoh terkenal pun terlihat hadir dalam aksi tersebut seperti Aa Gym, Arifin Ilham, Tengku Zulkarnain, Ratna Sarumpaet, Yusril Ihza Mahendra, AM Fatwa, hingga Ahmad Dhani.

Demonstrasi itu berjalan kondusif hingga sore hari, yang diisi dengan orasi dan tuntutan masyarakat untuk segera mengadili Ahok dalam kasus penistaan agama. Pemandangan unik ditunjukkan para demonstran yang ikut mengambil sampah setelah kegiatan demonstrasi. Saat waktu Ashar datang, para demonstran maupun aparat keamanan juga bersama-sama menunaikan kewajiban agamanya.

Namun demikian, keharmonisan demonstrasi ternoda oleh sejumlah kericuhan segelintir demonstran yang tidak mau meninggalkan lokasi demonstrasi pasca batas waktu yang telah ditetapkan aparat keamanan. Sebelumnya, perwakilan demonstran telah diterima Wapres Jusuf Kalla yang didampingi oleh Menkopolhukam Wiranto, Kapolri Jenderal Tito Karnavian, dan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo. Sayang hal itu tidak memuaskan demonstran yang terprovokasi untuk melakukan aksi anarkis.

Keributan akhirnya pecah. Pukul 19.30 WIB, massa mulai beringas dan memprovokasi aparat sehingga dibalas dengan tembakan gas air mata untuk membubarkan kerumunan.

Daerah Medan Merdeka pun mulai memanas. Batu, kayu, dan botol mulai berterbangan di depan Istana Negara. Beberapa kendaraan pun terlihat terbakar.

Sekitar pukul 20.30 WIB, massa akhirnya dipukul mundur setelah ada tembakan air mata dan tetap tidak bisa bertemu Jokowi. Presiden Joko Widodo akhirnya tiba di Istana sekitar pukul 23.20 WIB. Jokowi langsung melakukan rapat koordinasi dengan sejumlah anggota Kabinet Kerja di Istana Merdeka.

Presiden sebenarnya segera ingin kembali ke Istana Merdeka karena banyaknya pekerjaan yang harus diselesaikan. Namun hal tersebut dilarang oleh Danpaspampres Mayjen Bambang Suswantono yang mengingatkan bahwa situasi menuju Istana Merdeka belum kondusif.

"Tadi presiden tiga sampai empat kali menghubungi Mensesneg dan Seskab memutuskan ke Istana. Tapi karena seluruh jalan tidak memungkinkan untuk kehadiran beliau, disarankan Danpaspampres tidak ke Istana," kata Seskab, Pramono Anung.

Sekitar pukul 00.05 WIB, Presiden Jokowi memberikan keterangan resminya. Presiden berterima kasih kepada seluruh tokoh agama dan tokoh masyarakat yang mampu menjaga ketertiban selama demonstrasi berlangsung hingga sore hari. Presiden juga berjanji untuk segera memproses hukum Ahok secara tegas dan transparan sesuai permintaan demonstran.

Namun, Presiden Jokowi juga menyayangkan pecahnya kerusuhan yang terjadi setelah Sholat Isya. Presiden menduga bahwa aksi tersebut karena disusupi oleh aktor politik yang ingin memanfaatkan situasi.

Perhatian Presiden Jokowi melalui pernyataan resminya ini menjadi sinyalemen positif bagi penuntasan dugaan kasus penistaan agama yang dilakukan Ahok. Dalam kapasitasnya sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, Presiden tetap harus mampu bersikap netral.

Masyarakat juga dituntut untuk bersikap dewasa dengan tidak mendesak presiden mengintervensi kasus hukum Ahok dengan tuntutan untuk memenjarakan Ahok. Masyarakat kini hanya perlu menyerahkan prosesnya kepada hukum yang sedang berjalan dan menahan diri dari aksi anarkis yang dapat merugikan semua pihak. Karena Jika bukan kita yang menghargai hukum Indonesia, lantas siapa lagi? *

Penulis adalah Peneliti LSISI Jakarta