Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Merespon Keluhan Panglima TNI
Oleh : Redaksi
Jum'at | 04-11-2016 | 15:14 WIB
panglima.gif Honda-Batam

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantio. (Foto: Ist)

Oleh A. Jambak

POSISI TNI sebagai unsur pertahanan negara sudah jelas dengan peran dan tugasnya, sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang No 34 Tahun 2004 yang menyebutkan tugas pokok TNI pada prinsipnya ada tiga, yaitu pertama, menegakkan kedaulatan negara, kedua, mempertahankan keutuhan wilayah, dan ketiga, melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan.

Tugas pokok tersebut dilaksanakan melalui Operasi Militer untuk Perang (OMP) dan tugas Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Nah, salah satu implementasi pada peran dan tugas OMSP-nya, TNI saat ini telah membantu terbangunnya kedaulatan pangan.

Karena dalam perspektif TNI, kedaulatan pangan adalah bagian dari kedaulatan negara dan keamanan negara, sekaligus melindungi segenap bangsa dari krisis pangan. Selain itu masih banyak lagi peran-peran lainnya yang bisa dimainkan TNI dalam tugas dan pengabdiannya.

Dalam suatu wawancara dengan majalah Forum, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengeluhkan tidak pernah adanya pasokan info dari kalangan intelijen, tentang apa yang menjadi ancaman bagi Indonesia. "Sejak saya Kolonel...", kata Gatot Nurmantyo, Jenderal bintang empat dengan menekankan, bahwa keringnya pasokan info itu sudah berlangsung lama.
Dengan merujuk pada pangkatnya dulu yang empat tingkat di bawah pangkatnya sekarang, hal ini menandakan, ketiadaan pasokan informasi penting itu sudah cukup lama dia pandang sebagai sesuatu serius. Mungkin hal itu terjadi sejak era pemerintahan SBY(2004-2014) atau bahkan sewaktu masih di era Presiden Megawati Soekarnoputri (2001-2004).

Analisa penulis, sorotan tajam Jenderal bintang empat tersebut tentunya diarahkan ke Badan Intelijen Negara (BIN). Hal ini dikarenakan BIN adalah lembaga pemerintah nonkementerian Indonesia yang bertugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang intelijen. Namun pertanyaan yang ada dibenak saya. Apakah wajar pertanyaan tersebut dimunculkan ke publik? Apa tidak menjadi bumerang bagi dirinya. Padahal seharusnya antar institusi negara tidak saling menyalahkan, akan tetapi saling bersinergi satu dengan lainnya.

Lalu apakah pernyataan Panglima TNI ini untuk mempertanyakan keputusan Presiden dalam pengangkatan Kepala BIN. Entahlah. Yang jelas, pengangkatan Kepala BIN merupakan hak prerogatif Presiden. Artinya, jika ada yang mempertanyakan pengangkatan Kepala BIN, artinya mereka mempertanyakan keputusan Presiden yang notabene sebagai Panglima Tertinggi.

Selanjutnya (mungkin) mempertanyakan kedudukan Kepala BIN yang saat ini jenderal, tentunya menurut penulis adalah bagian dari meningkatkan mutu laporannya. Apalagi era sekarang penegakan hukum. Rasanya pantas Kepala BIN dijabat Jenderal Budi Gunawan. Ini dirasakan, tantangan dan ancaman ke depan semakin tajam dan kompleks, baik regional maupun global. Nah dengan kondisi yang ada diperlukan sinergi alat negara bukan saling mendiskreditkan satu dengan yang lainnya.

Berdasarkan kajian scenario and foresight, ada beberapa ancaman yang kemungkinan akan dihadapi Indonesia ke depan (5 tahun pemerintahan Jokowi-JK) terutama terkait dengan permasalahan ekonomi (pengangguran, pelemahan nilai rupiah baik karena kinerja yang memburuk ataupun karena currency war, pelemahan IHSG, utang luar negeri, cadangan migas yang semakin mengecil serta perdagangan-perdagangan bebas seperti MEA, Trans Pasific Corporation, AFTA, CAFTA dll) serta permasalahan sosial budaya (kesehatan, pendidikan, aliran sesat, nilai-nilai budaya internasional semacam lesbi, gay, bisex dan transgender, bonus demografi yang kemungkinan menjadi “malapetaka demografi”, korupsi dll) serta permasalahan yang terkait dengan cyber crime dan air traffic monopoly. Untuk memperbanyak informasi yang patent terkait hal ini, maka BIN harus memperbanyak agent planted dengan menugaskan para lulusan STIN dan memperkuat perwakilan BIN di luar negeri secara “tertutup” dan “terbuka”.

Sedangkan permasalahan gangguan keamanan seperti yang terjadi di Papua dan Aceh misalnya termasuk terorisme akan tuntas dengan pendekatan antropologi dan sosiologi, persuasif dan merangkul bukan lagi dengan cara-cara kekerasan. Ancaman-ancaman inilah yang menjadi tugas Kepala BIN ke depan.

Guna menjawab tantangan serta ancaman ini pun, sangat dibutuhkan TNI dan BIN yang kuat juga civil society yang moderat. Tanpa adanya kebersamaan, dukungan antara satu lainnya, hal ini pasti tidak akan terwujud. *

Penulis adalah Pemerhati Masalah Sosial dan Kemasyarakatan.