Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Jokowi Diminta Tak Remehkan Tekanan Publik
Oleh : Irawan
Kamis | 03-11-2016 | 10:33 WIB
Lipi-siti-zuhro1.jpg Honda-Batam

Peneliti Utama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro mengingatkan Presiden Jokowi untuk tidak meremehkan tekanan publik. (Foto: Suarakarya.id)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Peneliti Utama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro mengingatkan Presiden Jokowi untuk tidak meremehkan tekanan publik. Sudah banyak contoh di negeri ini, tekanan publik atau people power sanggup menjantuhkan para politisi dari kursi kekuasaannya.

"Untuk kasus penistaan Al quran agar pemerintah segera memproses Ahok secara hukum yang melahirkan tekanan publik luar biasa saat ini, pemerintah atau Presiden Jokowi tidak boleh meremehkannya. Sudah banyak contoh politisi atau elit politik yang jatuh karena desakan publik yang menuntut keadilan," ujar Siti kepada wartawan di Jakarta, Kamis (3/11/2016).

Lantas dia pun mencontohkan tekanan publik yang sanggup menjatuhkan dan menggagalkan seseorang dari jabatannya di era Jokowi ini.

"Kalau kita lihat belum ada sejarahnya ketua DPR "dilengserkan" atau turun di tengah jalan. Contoh lain lagi ketika publik menolak Budi Gunawan menjadi kapolri dan akhirnya dia gagal menjadi kapolri. Itu semua terjadi karena tekanan publik," tambahnya.

Jokowi, menurut Siti harus menyadari kalau kondisi seperti ini dibiarkan terus menerus dan tekanan publik semakin meluas, pada akhirnya partai politik yang mendukungnya pun akan ngeper juga dan mundur satu persatu karena bagaimanapun tidak akan ada yang sanggup melawan tekanan publik yang menuntut keadilan.

"Meski didukung kekuatan politik, Jokowi tidak akan berdaya karena dukungan politik pun pada akhirnya tidak akan sanggup melawan tekanan tersebut. Publik akan mendelegitimasi pemerintah jika hal ini dibiarkan apalagi dalam waktu yang lama dan mendestruksi kewibaan pemerintah," imbuhnya.

Dampak lain dari tidak diselesaikannya kasus penistaan Al Quran dengan segera maka akan bisa menimbulkan keresahan sosial yang akan berujung pada tercipatanya kondisi chaos.

"Karena tidak adanya kanalisasi, tidak ada solusi, maka chaos bisa terjadi. Sudah watak masyarakat kurang sabar dalam menunggu proses. Masyarakat ingin semua yang dilakukan bisa terlihat hasil yang konkret dan cepat," imbuhnya.

Menyinggung berbagai pertemuan yang dilakukan Jokowi dengan Prabowo Subianto, tokoh-tokoh umat Islam dan juga para pimpinan media massa, masyarakat kini menunggu apa yang akan dilakukan oleh Jokowi. Masyarakat tidak akan pernah merasa cukup melihat pertemuan itu sebagai langkah pemerintah kalau tidak diikuti dengan penegakan keadilan.

"Setelah ketemu Prabowo,ketua-ketua ormas Islam dan pemred media, what next? Karena masyarkat akan melihat pertemuan itu saja tidak cukup untuk menyelesaikan masalah. Perlu dihadirkan penegakan hukum dan penegakan keadilan supaya kasat mata bisa melihat konkretnya dan bahwa setiap warga negara sama kedudukannya dimata hukum. Tidak tumpul ke elit dan rucing ke wong cilik," tandasnya.

Editor: Yudha