Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Derita Tini, Suami Tersangka KDRT dan Anak Ditahan Karena Mencuri
Oleh : Nur Jali
Rabu | 02-11-2016 | 14:38 WIB
berfose-di-depan-rumah-erwan.gif Honda-Batam

Staf khusus Bupati Lingga, Disdikpora, Dinkes, Disnaker, KPPAD, TP2AD, Disdukcapil, Dinsos, dan Camat Singkep dan lurah saat berkunjung ke rumah Erwan (Foto: Nur Jali)

BATAMTODAY.COM, Dabosingkep - Tini, ibu tiga belas anak ini masih menderita kesakitan akibat perlakuan kasar suaminya. Namun, dia harus tetap setia merawat anak-anaknya yang masih berusia dini. Dari tiga belas anaknya, satu telah meninggal dunia dan satu sudah berkeluarga.

Tidak hanya rasa sakit yang dirasakan Tini akibat perlakuan kasar suaminnya. Dia pun harus merelakan sang suami, Erwan, ditahan polisi karena pidana KDRT tersebut.

Tidak itu saja, salah satu anaknya yang masih di bawah umur juga harus berhadapan dengan hukum karena diduga melakukan tindakan pencurian di beberapa wilayah di Dabosingkep.

Saat ditemui di rumahnya, Selasa (2/11/2016), anak kedua dari pasangan Erwan dan Tini, YS (20), mengaku, ibunya sering diperlakukan kasar oleh ayah kandungnya. Namun sang ibu tetap bertahan dan melarang anak-anaknya untuk menceritakan kepada siapapun.

Selain berlaku kasar terhadap ibu mereka, tak jarang Erwan juga berlaku otoriter terhadap anak-anaknya, termasuk yang saat ini ditahan di Mapolsek. "Sudah sejak dulu ayah sering kasar, saya hanya sabar karena takut. Kalau melawan kami juga akan dikasari," ujar YS yang minta namanya tidak disebut karena malu.

Dia menceritakan, terakhir ayahnya mengasari ibunya pada Sabtu (30/10/16), setelah beberapa hari adiknya ditangkap polisi. Saat itu ayahnya marah-marah dan menyuruh ibunya untuk kembali berjualan kue agar dapat bertahan hidup, karena kesembilan anaknya semuanya masih bersekolah.

Meskipun dikasari ayahnya, ibunya tetap tidak mau melaporkan ke pihak berwajib. Namun karena salah satu anak perempuannya yang masih duduk di bangku SMP tidak tahan melihat penderitaan ibunya yang saat itu dibenturkan kepalanya ke tembok dan dipukuli alat vitalnya, langsung melaporkan hal tersebut kepada RT setempat untuk dilaporkan ke polisi.

"Adik saya yang melapor, tidak ada yang tahu, mungkin dia sudah tak tahan lagi, jadi dia yang lapor sendiri," ujarnya.

Padahal, jarak dari rumahnya ke rumah ketua RT setempat sangat jauh. Tapi dengan rasa sedih dan kecewa sang anak atas penderitaan ibunya, ia memberanikan diri melapor ke perangkat RT setempat untuk diteruskan ke polisi.

Saat ditahan, ibunya masih menolak untuk memberi keterangan atas tindakan suaminya. Namun setelah dinasehati oleh perangkat setempat dan anak tertuanya, akhirnya ibunya mau memberi keterangan ke polisi.

"Kami sebenarnya takut, karena bapak sangat kasar, jadi faktor itu yang membuat kami takut," sebutnya.

Sementara itu, ketika ditanya penyebab adiknya yang masih berusia 14 tahun berani melakukan tindakan pencurian, kakak perempuannya menyatakan bahwa hal itu terpaksa dilakukan atas perintah dari ayahnya.

"Kami sudah biasa disuruh-suruh, kalau kami menolak pasti dimarahi dan tak jarang sampai dipukul," sebutnya.

Parahnya lagi, anak-anaknya yang sudah bersekolah, pulangnya harus membawa uang untuk mencukupi kehidupan sehari-hari. Sehingga terlihat mental anak-anaknya sering terganggu. "Kalau tak bawa uang, kami dimarahi," ujarnya.

Kedua orangtua anak ini, saat ini berusia sekitar 40 tahun, sementara anak tertuanya perempuan berusia 21 tahun dan anak paling kecil berusia 13 tahun dan kembar. Total anaknya 13 dan satu sudah meninggal, sehingga kini tinggal 12 orang.

Saat ini, kasus KDRT dan pencurian tersebut masih ditangani di Polsek Dabo untuk tindakan lebih lanjut. Untuk anak di bawah umur tersebut, saat ini juga dalam pendampingan KPPAD Kabupaten Lingga.

Editor: Udin