Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Komisi VI DPR Intensif Bahas Super Holding BUMN
Oleh : Irawan
Rabu | 26-10-2016 | 08:50 WIB
ruubumnmhekal.jpg Honda-Batam

Diskusi Komisi VI DPR bersama pengamat ekonomi Ihsanuddin Nursi membahas Super Holding BUMN. (Foto: Irawan)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Komisi VI DPR RI telah melakukan pembahasan intensif super holding BUMN dalam rangka mewujudan hajat hidup orang banyak.

Dalam RUU Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang tengah dibahas Komisi VI DPR, nantinya dari 119 BUMN yang ada akan dilebur menjadi satu hingga enam BUMN saja.

"Pemerintah ingin BUMN ini menjadi besar dan mampu bersaing dengan dunia global. Karena itu, pemerintah menghormati DPR RI dengan melakukan sosialiasi superholding tersebut melalui Focus Group Disscussion (FGD). Yang penting harus mempertegas kembali Pasal 33 UU NRI 1945 tentang definisi kebutuhan hajat hidup orang banyak, agar tidak melanggar UUD 1945,” kata Mohammad Hekal, Wakil Ketua Komisi VI DPR dalam Forum Legislasi tentang RUU BUMN dan PMN di Jakarta, Selasa (25/10/2016).

Dalam Forum Legislasi yang juga menghadirkan pakar ekonomi politik Ichsanuddin Noorsy itu, Hekal mengatakan, BUMN tersebut nantinya akan menjadi anak perusahaan dari super holding BUMN.

Menurut Hekal, sejak Indonesia merdeka sudah ada sekitar 800-an BUMN dan kini tinggal 119 BUMN saja.

"Nantinya cukup satu hingga enam BUMN, dan semuanya harus fokus untuk kebutuhan rakyat dan kekuatan ekonomi nasional. Tapi, apakah akan dinasionalisasi atau tidak, itu tergantung pemerintah," kata politisi Partai Gerindra ini.

Terkait trans pasific patnership (TPP), Hekal menambahkan, DPR sudah lama mengingatkan agar dikaji lebih cermat dan hati-hati.

Sejak mulai diberlakukan MEA pada 1 Januari 2016 lalu, hingga kini pemerintah belum melaporkan kepada DPR mengenai sejauh mana manfaat MEA tersebut bagi Indonesia.

"Kalau masuk TPP MEA akan merugikan Indonesia, sebaiknya dipelajari dulu sampai kita siap," katanya.

Sedangan Ichsanuddin Noorsy mengatakan, dengan masuknya TPP ke Indonesia, maka peran BUMN makin terpinggirkan dalam persaingan global.

“Itu sudah tercermin dalam perdebatan capres AS Hilarry Clinton Vs Donald Trump, yang makin mempertegas menghadapi kekuatan ekonomi China dalam pertarungan ekonomi global,” kata Ichsanuddin.

Ia menilai tidak menyadari sedangkan diperebutkan sebagai target pasar global. Salah satu contohnya, adalah perebutan transportasi massal (MRT), Kereta Api Cepat (KAC) dan lain-lain.

"Yang bukan saja teknologinya dari luar, tapi karyawannya juga dibawa ke sini. Lalu, rakyat kita hanya menjadi penonton saja," katanya.

Karena itu, Ichsanuddin berharap agar DPR RI mendefinisikan kembali pasal 33 UUD 1945 terkait kebutuhan hajat hidup orang banyak dalam super holding BUMN tersebut.

"Malaysia, Singapura, Thailand, China, dan Rusia mampu menghadapi krisis karena peran BUMN yang efektif. Kalau untuk penetrasi pasar untuk hajat hidup orang banyak tidak masalah. Silakan. Tapi, kalau tidak, berarti negara ini benar-benar menjalankan politik kekuasaan, bukan konstitusi,” katanya.

Editor: Dardani