Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Apindo Nilai Otonomi Daerah Hambat Arus Investasi
Oleh : Redaksi
Kamis | 20-10-2016 | 09:26 WIB
apindodiistana.jpg Honda-Batam

Tumpang tindih peraturan daerah dengan aturan yang dirilis pemerintah pusat dinilai mempersulit investor menanam modal di Indonesia. (Foto: Antara/Ismar Patrizki)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai implementasi otonomi di sebagian daerah memberatkan dunia usaha. Pasalnya, melalui otonomi, pemerintah daerah (pemda) memiliki ruang untuk menyusun regulasi yang tak jarang malah menghambat iklim investasi.

"Faktanya, sampai hari ini, di banyak kasus, otonomi daerah masih merupakan faktor negatif dalam perekonomian,” tutur Direktur Eksekutif Apindo Agung Pambudi, Rabu (19/10/2016).

Agung mencontohkan, beberapa perda terkait ketenagakerjaan di daerah masih ada yang tumpang tindih dengan Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Akibatnya, objektif dari UU 13 yang ingin menciptakan hubungan ketenagakerjaan dan industrial yang kondusif gagal tercapai.

Misalnya, perda-perda yang mengatur struktur Upah Minimum Pekerja (UMP) daerah di atas kemampuan pelaku usaha. Penyebabnya, dialog antara pelaku usaha, serikat pekerja, dan pemerintah (tripartit) tidak optimal.

Sementara, sesuai UU Ketenagakerjaan putusan besaran upah harus berdasarkan hasil dialog tiga pihak.

"Dalam 10 tahun terakhir, mana sih putusan dari UMP yang mengikuti putusan dari sidang tripartit itu? Sebagian besar hasil sidang diabaikan dan putusan lebih diambil dari putusan politik kepala daerah," keluhnya.

Dampak dari struktur UMP yang di luar kemampuan pelaku usaha, antara lain pelaku usaha tidak bisa meningkatkan investasi, pekerja tidak bisa meningkatkan keahlian dengan program pengembangan sumber daya manusia yang memadai, dan pencari kerja juga kesulitan mencari peluang rekrutmen baru.

“Sekarang waktu tunggu untuk mendapatkan kerja bagi SMP, SMA, maupun perguruan tinggi menjadi lebih panjang,” ujarnya.

Selain itu, ada juga perda-perda yang mengatur tentang pungutan pajak atau restribusi yang menambah biaya pengurusan izin usaha.

Misalnya, berdasarkan Kajian Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), pengurusan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Tanda Daftar Perusahaan (TDP) dan Izin Usaha Industri (IUI) di beberapa daerah masih berbayar, salah satunya di Kota Serang (Banten).

Sesuai Perda Kota Serang (Banten) Nomor 4 Tahun 2009, biaya pengurusan SIUP ditetapkan sebesar Rp100 ribu hingga Rp300 ribu. Sementara biaya pengurusan TDP di kisaran Rp500 ribu hingga Rp1 juta.

Padahal, sesuai UU Nomor 28 Tahun 2009 dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 39 Tahun 2011 pengurusan SIUP, TDP, dan IUI dinyatakan tidak dipungut biaya alias gratis.

Karenanya, Agung berharap baik pemerintah pusat dan pemda harus mengawal agar otonomi daerah bisa memberikan dampak positif ke perekonomian. Dalam hal ini, otonomi daerah harus bisa meningkatkan akses masyarakat untuk meningkatkan kapasitas ekonominya.

“Peningkatan investasi dan keterserapan tenaga kerja bisa terjadi kalau iklim investasi di masing-masing daerah menjadi lebih baik dan dijamin dalam perda-perdanya,” ujarnya.

Editor: Dardani