Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Presiden Jokowi Didesak Ungkap Laporan Pembunuhan Munir
Oleh : Redaksi
Selasa | 11-10-2016 | 11:02 WIB
munirbyafp.jpg Honda-Batam

Pegiat HAM Munir meninggal dalam penerbangan Jakarta-Amsterdam karena racun arsenik. (Foto: Afp)

 

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Komisi Informasi Pusat (KIP) memutuskan pemerintah harus mengungkapkan hasil kerja atau laporan Tim Pencari Fakta (TPF) kasus meninggalnya aktivis HAM, Munir. Sementara mantan sekretaris TPF Munir, Usman Hamid mengatakan keputusan KIP ini bisa menjadi peluang untuk membuka kembali kasus pembunuhan Munir.

 

Keputusan sidang Komisi Informasi Pusat KIP ini disambut oleh istri mendiang Munir, Suciwati dan pemohon gugatan yaitu pegiat dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) dan LBH Jakarta, yang hadir di ruang sidang.

Suciwati menilai seharusnya pemerintah berkewajiban mengumumkan hasil kerja TPF kasus meninggalnya Munir kepada masyarakat, sesuai dengan putusan presiden 2004 lalu.

"Ini memang harus sudah lama, tidak perlu harus ke informasi publik, memang proses di Indonesia untuk mencari keadilan ini cukup lama itu memang harus dilakukan, pemerintah ini hanya membuat tumpukan kasus, kita dorong sama-sama tidak hanya diumumkan tapi juga segera dituntaskan ditindaklanjuti," kata Suci.

Sementara Koordinator Kontras Haris Azhar menilai pemerintah bisa meminta agar Kementerian Sekretaris Negara saat ini berkoordinasi dengan pejabat sebelumnya untuk meminta dokumen TPF.

Dalam Keppres No 111 tahun 2004, tentang pembentukan Tim Pencari Fakta kasus meninggalnya Munir, disebutkan bahwa pemerintah harus mengumumkan hasil penyelidikan kepada masyarakat.

Keterangan tertulis mantan Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi yang dibacakan dalam persidangan, menyebutkan tidak mendapatkan salinan dokumen hasil kerja atau laporan TPF Munir.

Munir meninggal pada 7 September 2004 dalam penerbangan dengan pesawat Garuda Indonesia dari Jakarta ke Amsterdam, Belanda. Hasil autopsi menemukan pegiat HAM itu meninggal akibat racun arsenik.

Tak lama setelah Munir meninggal, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membentuk Tim Pencari Fakta untuk mengungkap dalang pembunuhan Munir, tetapi hasil laporan TPF itu tak pernah diumumkan.

Meski demikian, kasus pembunuhan Munir sempat dibawa ke pengadilan tetapi dapat mengungkapkan dalangnya. Sejumlah nama yang pernah diajukan ke pengadilan antara lain pilot garuda Polycarpus Budihari Prijanto, mantan Direktur Garuda Indra Setiawan, Direktur V Badan Intelejen Negara BIN Muchdi Purwoprandjono, tetapi kemudian dalam persidangan dengan terdakwa Muchdi, sejumlah saksi mencabut kesaksian yang telah mereka sampaikan dalam penyidikan.

Pollycarpus yang merupakan mantan pilot Garuda, divonis penjara selama 14 tahun di pengadilan negeri, kemudian ditingkat banding hukumannya ditambah menjadi 20 tahun. Di tingkat kasasi hukumannya kembali dikurangi menjadi 14 tahun. Dia mendapatkan pembebasan bersyarat pada November 2014 lalu.

Sekretaris TPF meninggalnya Munir, Usman Hamid menilai keputusan Komisi Informasi Pusat ini bisa menjadi dorongan bagi presiden untuk menyelesaikan kasus pembunuhan Munir.

“Tentu jika presiden mengambil langkah untuk mengumumkan laporan tersebut, kesimpulan maupun rekomendasi yang ada dalam laporan itu juga mengikat presiden untuk ditindaklanjuti.

"Rekomendasi pertama itu meminta presiden membentuk tim investigasi independen dengan mandat yang lebih kuat, selama ini TPF tidak maksimal untuk memperoleh fakta yang dibutuhkannya karena mandat terbatas. Itu bisa menjadi langkah awal katakanlah mereka mencari fakta baru, atau melakukan evaluasi terhadap investigasi yang dilakukan oleh pihak kepolisian,” jelas Usman.

Presiden Joko Widodo mengatakan perlu menyelesaikan kasus pelanggaran HAM di masa lalu termasuk, kematian Munir.
Dia mengatakan presiden juga bisa langsung menginstruksikan Kapolri dan Jaksa Agung untuk melakukan investigasi sampai adanya bukti baru dengan merujuk pada hasil tim pencari fakta. Usman mengatakan sejumlah hasil penyelidikan TPF yang belum diungkap yaitu persiapan perencanana dan otak utama di balik pembunuhan Munir, karena membutuhkan bukti hukum yang hanya dapat dilakukan oleh penyidik kepolisian.

Usman mengatakan presiden juga bisa memiliki peluang untuk memanggil mantan anggota tim yang berada dalam lingkaran presiden seperti Menteri Luar Negeri Retno Marsudi yang merupakan Dubes RI untuk Belanda ketika pembunuhan Munir terjadi.
Sementara itu anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu menilai pemerintah harus menghormati keputusan KIP sebagai bentuk kepastian hukum.

"Untuk keadilan keluarga korban menemukan bentuk keadilan dan kepastian hukumnya negara membuka itu hasil tim pencari fakta tersebut, KIP itu kan institusi negara dalam hal ini tak ada salahnya kalau hal ini dibuka dan kemudian jika ada penemuan baru, penangangan kasusnya ditindaklanjuti," jelas Masinton.

Keputusan Komisi Informasi Pusat ini memberikan kesempatan banding kepada pemerintah atas putusan ini.
Dalam pertemuan dengan pakar dan praktisi hukum September lalu, Presiden Joko Widodo mengatakan perlu menyelesaikan kasus pelanggaran HAM di masa lalu termasuk, kematian Munir.

Sumber: BBC Indonesia
Editor: Dardani