Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Tuntutan Kompensasi Nelayan Sekitar Bandara Busung Tunggu Arahan Pemerintah
Oleh : Harjo
Rabu | 05-10-2016 | 17:40 WIB
Nelayan-Bintan1.jpg Honda-Batam

Nelayan sekitar Bandara Busung bersama Edi Marta saat meninjau lokasi sekitar bandara beberapa bulan lalu. (Foto: Harjo)

BATAMTODAY.COM, Tanjunguban - Permasalahan antara nelayan sekitar Bandara Internasional Busung dan pihak PT Bintan Resort Cakrawala (BRC) yang sudah terjadi sejak beberapa bulan lalu, sampai saat ini belum jelas penyelesaiannya. Terkait kompensasi yang sudah sejak lama dituntut nelayan, pihak perusahaan masih menunggu dari pemerintah.

"Kalau pihak perusahaan masih menunggu keputusan yang terbaik dari pemerintah, karena terkait adanya dugaan limbah dan sejauh mana pencemarannya, yang lebih mengetahui adalah pihak yang berkompeten," ujar Edi Marta, pimpinan PT BRC, kepada BATAMTODAY.COM, (4/10/2016).

Sejauh ini, lanjut Edi Marta, terkait tuntutan kompenasisi yang disampaikan nelayan masih terus dilakukan pembicaraan dengan pihak nelayan bersama pemerintah.

"Kalau perusahaan tergantung dari pemerintah, karena yang lebih mengetahui permasalahan dampak lingkungan adalah instansi pemerintah. Dimana hingga saat ini, masing-masing pihak masih menunggu penyelesaian yang terbaik. Baik buat nelayan dan juga perusahaan," katanya.

Sebagaimana diketahui, penyelesaian dampak dugaan pencemaran laut di sekitar pembangunan Bandar Udara (Bandara) Internasional Busung di Kawasan Industri Bintan (KIB) Lobam, masih terus dilakukan pembahasan.

Begitu juga hasil dari verifikasi dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Bintan dan BLH Provinsi Kepri, sudah dibahas di tingkat Kabupaten Bintan dan akan ditindaklanjuti ke tingkat Provinsi Kepri.

"Pada Selasa (26/7/2016) lalu, masalah dugaan pencemaran laut yang mengakibatkan pendapatan nelayan terganggu sudah dibahas bersama Bapedalda Bintan dan Wakil Bupati Bintan. Namun belum menemukan solusinya, sehingga akan dilakukan pembahasan bersama BLH Provinsi Kepri," ungkap Emiwati, Camat Serikuala Lobam, kepada BATAMTODAY.COM, Rabu (27/7/216).

Emiwati menjelaskan, karena belum ada ditemukan solusinya, maka dalam waktu dekat permasalahan tuntutan nelayan terkait konpensasi akibat pencemaran laut tempat mereka mencari ikan, akan kembali dibahas di tingkat Provinsi Kepri bersama BLH Kepri.

Sementara itu Zakaria, salah seorang perwakilan nelayan di sekitar pembangunan Bandara Busung, secara terpisah menyampaikan, terkait adanya pembahasan penyelsaian tuntutan nelayan yang digelar oleh pihak kecamatan, pihak nelayan memang tidak dilibatkan, sehingga sampai saat ini masih menunggu penjelasan lebih lanjut dari pihak pemerintah dan perusahaan.

"Sampai sejauh ini, memang belum ada titik terang penyelesaian. Kelompok nelayan sampai sejauh ini, masih menunggu hasil kajian resmi dari BLH Kepri. Mengingat hasil kajian BLH sebelumnya, baru bersipat hasil kajian biasa dan belum disampaikan secara resmi," ungkapnya.

Zakaria menjelaskan, kelompok nelayan akan terus menindaklanjuti permasalahan pencemaran laut yang mengakibatkan mata pencaharian nelayan terganggu. "Kita masih menunggu hasil kajian resmi dari BLH, baru akan mengambil langkah selanjutnya. Termasuk membawa permasalahan ini ke jalur hukum," tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, terkait dugaan pencemaran laut yang menjadi sumber mata pencaharian sejumlah nelayan di sekitar pembangunan Bandara Busung di Kawasan Industri Bintan (KIB) Lobam, nelayan sebut dari hasil kajian BLH Kepri ditemukan adanya pencemaran dan pihak PT Bintan Resort Cakrawala (BRC) harus memberikan konpensasi kepada nelayan.

Jatoman Purba, perwakilan nelayan sekitar pembangunan bandara internasional tersebut kepada BATAMTODAY.COM di Tanjunguban, Jumat (15/7/2016) menyampaikan, telah menerima hasil verifikasi lapangan dari BLH Kepri atas pembangunan Bandara Busung, Kecamatan Serikuala Lobam Bintan.

Adapun fakta dan temuan lapangan, kegiatan pembangunan bandara berpotensi menyebabkan pencemaran laut. Karena lahan masih berupa tanah timbun yang belum matang. Sehingga apabila turun hujan dengan intensitas tinggi, air akan mengalir ke laut dan bercampur dengan lumpur dan terakontaminasi ke dasar laut.

Hal tersebut terlihat dengan adanya tanah terbawa ke pinggir pantai menuju laut dan terjadinya pendangkalan pada titik tertentu. Meskipun perusahaan sudah membuat gundukan di pinggir pantai, namun tidak permanen sehingga berpotensi abrasi.

Selain itu, tidak ditemukan adanya mangrove/hutan bakau di sepanjang pantai, di mana dilakukan kegiatan pembangunan untuk melindungi pantai dari hempasan ombak.

Tidak hanya itu, disebutkan juga dari pihak nelayan tidak dilibatkan dalam penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) tentang pembangunan Bandara Busung.

Sebelumnya juga sudah dilakukan pertemuan antara pihak perusahaan, DPRD Bintan, BLH Kabupaten Bintan, masyarakat dan Camat Serikuala Lobam. Dan telah disepakati agar perusahaan memberikan dana konpensasi/ganti rugi kepada masyarakat nelayan, namun belum direalisasikan.

Dari hasil verifikasi BLH Kepri tersebut menyimpulkan, telah terjadi pencemaran laut, penanggung jawab kegiatan agar melakukan upaya pengendalian pencemaran atau perusakan lingkungan. Serta berkoordinasi dengan seluruh pihak terkait tentang kompensasi yang telah disepakati.

"Kita akan menumpuh jalur hukum apabila dalam waktu dekat tidak ada niat baik dari perusahaan untuk menyelesaikan permasalahan nelayan," tegas Jatoman.

Editor: Udin

Expand