Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Hadiri Seminar Nasional Dharma Wanita Persatuan

Mendagri Sebut Indonesia Masih Lemah dalam Kemandiran Pangan
Oleh : Irawan
Selasa | 04-10-2016 | 12:19 WIB
TjahjoDWP.jpg Honda-Batam

Mendagri Tjahjo Kumolo

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan selama ini bangsa Indonesia masih lemah dalam kemandiran pangan dan bergantungnya kebutuhan dalam negeri dari impor, karena bisa mandiri soal kebutuhan pangan, sandang dan papan.

"Selama 71 tahun merdeka, negara ini belum bisa menyelesaikan masalah pangan dan papan. Untuk keperluan pangan saja, masih bergantung pada impor. Misal, Provinsi DKI Jakarta membutuhkan 23 ribu ekor sapi per-bulan untuk kebutuhan konsumsi masyarakat, namun ketersediaan sapi lokal dari berbagai daerah hanya bisa memenuhi 30 persennya saja. Sedangkan 70 persen nya masih impor dari Australia," ujar Tjahjo yang menjadi keynote speaker dalam acara acara Seminar Nasional Dharma Wanita Persatuan (DWP) di Jakarta, Selasa (4/10/2016).

Seminar dengan tema "DWP menjadi Motor Penggerak Perempuan sebagai Pelaku Ekonomi untuk Sukses MEA" di Auditorium Manggala Wanabakti Jl. Jenderal Gatot Soebroto, Jakarta itu, juga dihadiri Ketua Umum DWP Wien Ritola Tasmaya, Ketua DWP Provinsi DKI Jakarta Happy Farida Djarot dan para istri aparatur sipil negara (ASN) se-Indonesia. Pada kesempatan itu, Mendagri Tjahjo Kumolo didampingi istrinya Erni Guntarti.

Dalam sambutannya, Tjahjo mengajak para kaum ibu yang hadir berpikir kembali ke belakang. Para pemimpin bangsa dari sejak Sukarno hingga kini Presiden Joko Widodo (Jokowi) selalu mendengungkan masalah sandang, pangan dan papan. Ketiga hal itu merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi negara.

Selain itu soal masalah kesejahteraan, Tjahjo menilai para Pegawai Negeri Sipil (PNS), aparat TNI dan Polri belum semuanya memiliki rumahnya sendiri.

"Setelah lama merdeka, negara ini baru bisa memenuhi kebutuhan sandang, belum pangan dan papannya," tandasnya.

Tjahjo dalam kesempatan itu juga meninggung soal masalah pendidikan di Indonesia. Dia menyatakan, 20 persen dana dari APBN, yakni Rp 400 triliun digelontorkan untuk pemerataan pendidikan. Namun hasilnya juga belum maksimal.

"Jangankan Papua, Di Jawa masih banyak sekolah kumuh, lalu kepala sekolah masih diberikan tugas sebagai pimpinan proyek bangunan. Rp 400 T biaya pendidikan yang tidak jelas, urusan sekolah saja belum bisa, apalagi pemberdayaan kualitas SDM. Pak Jokowi sudah mencoba 2 tahun ini, memetakan dengan baik, ke mana Rp 400 T anggaran pendidikan . Kita perlu reformasi, perlu gerakan, perlu revolusi, untuk memikirkan ke mana uang Rp 400 T itu," paparnya.

Dia menambahkan, selain soal kesejahteraan dan pendidikan ada juga masalah lainnya yakni ancaman kejahatan dari negara lain di antaranya peredaran narkoba yang semakin merajarela.

"Pertama adalah narkoba, kedua ketimpangan sosial, ketiga masalah korupsi dan keempat persoalan terorisme serta radikalisme. Inilah yang menjadi peran dari DWP melalui ibu-ibu sebagai mitra kerja pemerintah.

Karena ltu, Tjahjo meminta agar DWP berperan dalam mencegah bahaya dan ancaman terhadap negera yang merusak generasi muda dan bangsa.

"Di dalamnya ada Dharma wanita. Organisasi perempuan ini harus kasih pemahaman ke masyarakat, khususnya ibu-ibu dan anak-anak untuk menghindari masalah tadi. Persoalan soal bahaya-bahaya masalah yang menjadi ancaman negara," pungkasnya.

Editor: Surya