Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Tahun 1965 Negara Bahaya, Tak Bisa Dinilai Hukum Masa Kini
Oleh : Redaksi
Sabtu | 01-10-2016 | 16:16 WIB
wirantoepa.jpg Honda-Batam

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Jenderal (Purn) Wiranto. (Foto: Epa)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Pemerintah Indonesia, dalam upacara peringatan Hari Kesaktian Pancasila di Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta Timur, Sabtu (1/10/2016) pagi, memberikan pernyataan politik perihal peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S) yang membuat tujuh perwira Angkatan Darat tewas.

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto dalam konferensi pers juga menyatakan, ada beberapa aspek yang didapat pemerintah Indonesia melalui tim gabungan yang dibentuk khusus untuk membongkar dugaan kejahatan hak asasi manusia pada 1965.

Menurut Wiranto, berdasarkan pendekatan yudisial dan kajian hukum pidana, kejadian G30S termasuk dalam clear and present danger atau negara dapat dinyatakan dalam keadaan bahaya yang nyata dan memaksa.

"Maka tindakan terkait national security merupakan tindakan penyelamatan," kata Wiranto di Monumen Pancasila Sakti.

Kondisi saat itu, menurut Wiranto, membuat pemerintah memberlakukan adagium "tindakan darurat untuk kondisi darurat (abnormal) dapat dibenarkan secara hukum dan tidak dapat dinilai dengan karakter hukum masa sekarang".

Di sisi lain, tim gabungan yang terdiri atas unsur Kejaksaan Agung, Komnas HAM, TNI/Polri, para pakar hukum, dan masyarakat yang memberi masukan, menemui hambatan yuridis menyangkut soal pemenuhan alat bukti yang cukup.

"Dengan demikian, untuk menyelesaikannya diarahkan melalui cara nonyudisial, mempertimbangkan kepentingan nasional dan semangat kebangsaan yang membutuhkan kebersamaan dalam menghadapi tantangan masa kini dan masa depan," kata Wiranto.

Dengan berbagai pertimbangan tersebut, Wiranto mewakili pemerintah membeberkan sikap politik terkait kejadian G30S.

Pertama, pada 1965 telah terjadi perbedaan ideologi politik yang berujung pada makar sehingga menimbulkan kemunduran dan kerugian besar bagi Indonesia.

Kedua, pemerintah prihatin atas jatuhnya korban dalam peristiwa 1965 dan secara sungguh-sungguh berusaha menyelesaikan dugaan terjadinya pelanggaran HAM berat itu melalui proses nonyudisial yang seadil-adilnya.

"Ketiga, pemerintah mengajak dan memimpin seluruh bangsa Indonesia, dengan mengedepankan ideologi Pancasila, untuk sama-sama merajut kerukunan bangsa agar peristiwa itu tak terulang di masa kini dan masa depan."

Dalam upacara peringatan Hari Kesaktian Pancasila hari ini, Presiden Joko Widodo menjadi inspektur upacara didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Sejumlah menteri Kabinet Kerja juga turut hadir, antara lain Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, dan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.

Selain itu, hadir Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Kepala Badan Intelijen Negara Jenderal Budi Gunawan, dan Jaksa Agung M. Prasetyo.

Dari jajaran DKI Jakarta, tampak Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama hadir didampingi oleh Kapolda Metro Jaya Irjen M. Iriawan dan Pangdam Jaya Mayjen Teddy Lhaksmana.

Sumber: CNN Indonesia
Editor: Dardani