Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Medsos Dinilai Telah Melampaui Batas dan Menciptakan Pengaruh Buruk
Oleh : Irawan
Kamis | 29-09-2016 | 17:14 WIB

BATATODAY.COM, Jakarta - Komisi III DPR RI dari Fraksi PDIP, Masinto Pasaribu menegaskan bahwa pengawasan yang akan dilakukan oleh aparat penegak hukum terhadap komunikasi di Media Sosial (Medsos), terkait Pilkada langsung jangan sampai menjadi penghalang terhadap kebebasan berpendapat masyarakat.

"Pengawasan jangan sampai yang terjadi pembatasan atau pengekangan. Jangan sampai membatasi orang berpendapat. Itu tidak boleh!" tegas Masinton di DPR RI dalam Dialektika Demokrasi "Ancaman Pidana Dalam Media Sosial Jelang Pilkada Serentak 2017" di Jakarta, Kamis, (29/9/2016)

Bahkan, dalam kesempatan itu Masinton juga mengatakan bahwa kebebasan menyampaikan pendapat harus dijunjung tinggi oleh semua pihak. Karena republik ini sudah memilih demokrasi sebagai sistem pemerintahan. "Dalam iklim demokrasi pendapat itu harus tetap dihargai," kata Masinton.

Untuk itu, lanjut Masinton, pihaknya berharap agar seluruh aparat penegak hukum yang dilibatkan dalam pengawasan Medsos wajib hukumnya memiliki kapasitas memadai. Sebab, kapasitas itulah yang nantinya akan menentukan apakah penyelidikan-penyidikan telah tepat atau tidak.

"Peningkatan kapasitas aparat harus memenuhi, memahami unsur-unsur pelanggaran hukumnya," lanjut Masinton.

Menurut Masinton pula, aparat yang dilibatkan juga harus mampu mebedakan antara kampanye negatif maupun hitam. Sebab, menurut Masinton, kampanye negatif biasanya dilakukan dengan disertai bukti-bukti.

"Harus juga mampu membedakan negatif campaign atau black campaing. Jangan sampai yang bukan pelanggaran hukum dibawa ke ranah hukum," ujar Masinton.

Sedangkan Kabagpenum Juru Bicara Mabes Polri, Kombes Pol Rikwanto mengatakan bahwa pihaknya telah dilengkapi dengan ketentuan dalam menghadapi sebuah dugaan kasus pelanggaran di Medsos.

"Kami sudah ada acuannya dalam menangani hal-hal seperti ini, yakni berupa Surat Edaran Kapolri SE/06/X/2015 tertanggal 8 Oktober 2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian atau hate speech," kata Rikwanto.

Dalam kesempatan itu Rikwanto juga mengakui bahwa belakangan kerap terjadi komunikasi yang melampaui batas dari pengguna Medsos itu sendiri. Kondisi seperti itulah yang perlu untuk diperhatikan agar tidak merugikan pihak lain.

"Dengan Medsos ini yang baik bisa menjadi buruk, yang buruk bisa menjadi baik. Dalam prakteknya banyak yang kebablasan. Tidak ada lagi sopan-santun, penggunaan caci-maki, fitnah, menjadikan seseorang menjadi public enemy. Alangkah buruknya komunikasi publik kita jika itu dibiarkan," tegasnya.

Direktur Eksekutif IndoBarometer Muhammad Qodari mengakui jika saat ini terjadi lonjakan medsos yang luar biasa dan pengaruhnya luas. Bahkan media konvensional kalah pengaruh dengan Triomacan, Lambeturah, PKS Piyungan dan lain-lain.

"Sekarang motivator Mario Teguh sudah tidak Teguh lagi. Padahal semuanya tidak jelas, Jadi, medsos itu asocial – anti social. Saya khawatir dalam Pilkada 2017 ini terulang lagi,” ungkapnya.

Karena itu Qodari minta Polri melakukan antisipasi, simulasi, dan prosedur medsos secara dini serta bagaimana kinerjanya, mengingat cyber patrol itu bekerja selama 24 jam.

"Itu penting, karena Jakarta ini sebagai barometer bagi kelangsungan kebangsaan dan keadaban demokrasi nasional. Apalagi baru kali ini, Pilkada DKI Jakarta, dengan Cagub dengan latarbelakang yang berbeda," tuturnya.
Dengan demikian menurut Qodari, Polri jangan sampai terlalu longgar agar kasus Tanjung Balai, tidak terjadi di Jakarta, sebagai ibu kota negara.

"Jadi, harus ada persiapan yang matang Polri dalam mengawasi medsos tersebut, karena jumlahnya sangat besar, dan taruhannya bangsa Indonesia. Kalau sampai rusuh, mau ditaruk dimana muka bangsa ini?" katanya khawatir.

Editor: Surya