Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Proses Arcandra Tahar Jadi WNI Dinilai Cacat Hukum
Oleh : Redaksi
Jum'at | 09-09-2016 | 09:50 WIB
arcandra_tahar_energybyreuters.jpg Honda-Batam

Arcandra Tahar dijadwalkan dipanggil Presiden Jokowi ke Istana Negara, hari ini Jumat (9/9/2016). (Foto: Reuters)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Berbicara di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi di Laos pada Kamis (8/9/2016), Presiden Jokowi menyatakan akan memanggil Arcandra Tahar ke Istana pada Jumat (9/9/2016), untuk mendapatkan laporan yang komprehensif mengenai status kewarganegaraannya.

Rencana presiden mengemuka hampir bersamaan dengan ucapan Wakil Presiden Jusuf Kalla, yang menyebutkan ada kemungkinan Arcandra akan kembali menjabat Menteri ESDM. “Itu ada kemungkinan kalau bisa. Kemungkinan ada pasti,” ujar Wapres JK kepada wartawan.

Wacana Arcandra kembali menjabat Menteri ESDM, menguat setelah Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, mengaku telah menerbitkan surat keputusan (SK) penetapan status WNI Arcandra.

SK MenkumHAM bernomor AHU-1 AH.10.01 Tahun 2016 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia atas nama Arcandra Tahar tersebut, menurut Yasonna, diterbitkan dengan merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2007 tentang tata cara memperoleh, kehilangan, pembatalan, dan memperoleh kembali kewarganegaraan RI.

Presiden dapat memberikan Kewarganegaraan Republik Indonesia kepada orang asing yang telah berjasa kepada Negara Republik Indonesia, setelah memperoleh pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, kecuali dengan pemberian kewarganegaraan tersebut mengakibatkan yang bersangkutan berkewarganegaraan ganda.

Kewarganegaraan Republik Indonesia, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan kepada orang asing yang karena prestasinya luar biasa di bidang kemanusiaan, ilmu pengetahuan dan teknologi, kebudayaan, lingkungan hidup, atau keolahragaan telah memberikan kemajuan dan keharuman nama bangsa Indonesia.

Pemberian status WNI kepada Arcandra, lanjut Yasonna, dilakukan karena pria kelahiran Padang itu telah kehilangan status kewarganegaraan Amerika Serikat ketika menyerahkan dokumen paspor ke Kedutaan AS di Jakarta pada 12 Agustus 2016.

Selang tiga hari kemudian, Kementerian Luar Negeri AS menerbitkan sertifikat kehilangan kewarganegaraan untuk Arcandra.

“Karena dia sudah kehilangan kewarganegaraan (AS), kami menyetop prosedur kehilangan kewarganegaraan (Indonesia). Karena kalau stateless (tanpa kewarganegaraan), tidak bisa. Undang-undang kita mengenal dua, tidak mengenal dwikewarganegaraan dan tidak boleh stateless,” kata Yasonna.

Yasonna menambahkan, jika dia berkeras meneruskan pencabutan kewarganegaraan Indonesia terhadap Arcandra, ada pasal pidana yang menunggu.

“Kalau saya sebagai Menteri Hukum dan HAM meneruskan mencabut kewarganegaraan (Indonesia) Arcandra, saya dapat dipidana menurut Pasal 36 ayat 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganergaraan,” jelas Yasonna.

Pasal 36 UU Nomor 12 Tahun 2006
Pejabat yang karena kelalaiannya melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini sehingga mengakibatkan seseorang kehilangan hak untuk memperoleh atau memperoleh kembali dan/atau kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.

Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan karena kesengajaan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun.

Argumen Menkumham Yasonna Laoly tidak diterima Wakil Ketua Komisi III DPR, Benny K Harman, dari Fraksi Demokrat. “Itu adalah tindakan kesewenang-wenangan. Tindakan yang melanggar Undang-undang Kewarganegaraan Nomor 12 Tahun 2006,” kata Benny.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 9 undang-undang tersebut, kata Benny, seseorang yang telah kehilangan status WNI lantaran mengucapkan janji setia kepada negara asing, tidak bisa begitu saja memperoleh kembali status WNI dengan membuang status kewarganegaraannya yang lama.

“Orang itu harus mengajukan permohonan kembali sebagai WNI pada saat sudah bertempat tinggal di Indonesia selama lima tahun berturut-turut atau 10 tahun tidak berturut-turut,” ujar Benny.

Arcandra Tahar diketahui memiliki paspor Amerika Serikat dan paspor Indonesia sebelum dirinya diumumkan sebagai Menteri ESDM pada 27 Juli.

Nada keberatan juga disuarakan Sarifuddin Sudding, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Hanura. Pasalnya, menurut Sarifuddin, Arcandra tidak jujur.

“Ketika dia diangkat sebagai menteri, dia menyembunyikan status kewarganegarannya. Atau dia memang sengaja ingin membohongi presiden?” kata Sarifuddin dengan kalimat retoris.

Apabila Arcandra diangkat kembali sebagai menteri, Sarifuddin mengaku tidak menutup kemungkinan DPR akan menggunakan hak interpelasi.

“Kami akan menanyakan kepada presiden, apa alasan mendasar sehingga yang bersangkutan diteguhkan kembali sebagai WNI sementara mekanisme dalam undang-undang kewarganegaraan tidak terpenuhi,” tutupnya.

Riawan Tjandra, dosen Universitas Atmajaya, Yogyakarta, menyebut dua sisi untuk menilai tindakan Menkumham. “Dari sisi kebijakan, bisa dipahami dalam konteks tanggung jawab negara terhadap warga negaranya dengan menyelamatkan status kewarganegaraan Arcandra. Namun, dari sisi hukum, prosesnya melanggar undang-undang,” kata Riawan.

Riawan kemudian menyitir Pasal 19 Undang-Undang Kewarganegaraan yang menyebut seorang warga negara asing harus bertempat tinggal di Indonesia selama lima tahun berturut-turut atau 10 tahun tidak berturut-turut untuk bisa mengajukan permohonan sebagai WNI.

Rincian permohonan tersebut dicantumkan dalam pasal 2 dan pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2007 tentang tata cara memperoleh, kehilangan, pembatalan, dan memperoleh kembali kewarganegaraan RI.

“Setiap warga negara asing yang mengikuti proses naturalisasi harus menjalani proses yang cukup panjang. Dia harus mengajukan permohonan terlebih dahulu, kemudian dilakukan penelitian oleh pejabat pemerintah. Kemudian yang menetapkan dia menjadi WNI atau tidak adalah presiden melalui Kepres (keputusan presiden),” kata Riawan.

Menurut Riawan, perlakuan terhadap Arcandra begitu berbeda dibandingkan warga negara asing lainnya yang ingin menjadi WNI.

“Padahal, Pasal 27 Undang-Undang Dasar 1945 mengatur adanya prinsip persamaan kedudukan warga negara di hadapan hukum dan pemerintahan. Ini kan ada perbedaan perlakuan. Jadi dia (Arcandra) mendapat privilege lebih dari calon warga negara Indonesia lainnya,” kata Riawan.

Saat ditemui dalam acara diskusi bertajuk Membangun Kedaulatan Energi di Jakarta, pada Kamis (8/9) dia mengatakan: “Saya hadir pada hari ini adalah membicarakan kedaulatan energi. Pertanyaan yang berkaitan di luar itu, mohon maaf saya tidak bisa jawab.”

Arcandra Tahar diketahui memiliki paspor Amerika Serikat dan paspor Indonesia sebelum dirinya diumumkan sebagai Menteri ESDM pada 27 Juli.

Konsekuensinya, sebagaimana diatur dalam Pasal 23 Undang-Undang Kewarganegaraan Nomor 12 Tahun 2006, dia praktis kehilangan statusnya sebagai warga negara Indonesia.

Meskipun, Arcandra disebut telah menyerahkan paspor AS pada 12 Agustus dan telah terbit sertifikat kehilangan kewarganegaraan dari Kementerian Luar Negeri AS, Undang-Undang Kewarganegaraan Nomor 12 tahun 2006 menyebut seseorang yang telah kehilangan status WNI lantaran mengucapkan janji setia kepada negara asing, tidak bisa begitu saja memperoleh kembali status WNI dengan membuang status kewarganegaraannya yang lama.

Sumber: BBC Indonesia
Editor: Dardani