Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Hak Pengawasan DPR Sengaja Diperlemah, karena Ruhnya Bangsa Ini Masih Kerajaan
Oleh : Irawan
Kamis | 18-08-2016 | 17:24 WIB
FahriHamzah2.jpg Honda-Batam

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah.

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah meragukan berbagai wacana DPR untuk menggunakan hak pengawasannya terhadap pemerintah saat ini bisa berjalan sebagaimana mestinya. DPR, menurutnya, sudah tidak memiliki stamina lagi untuk melakukan tugas itu seperti sebelumnya.

"Meski sudah terjadi pelanggaran, ada Undang-undang (UU) Kewarganegaraan dan UU Keimigrasian maupun UU Kementerian Negara yang dilanggar, namun wacana interpelasi hanya akan menjadi wacana karena DPR tidak lagi sekeras seperti dulu," kata Fahri kepada wartawan di Gedung DPR RI, Kamis (18/8/2016).

Fahri menyampaikan ini saat menjawab pertanyaan apakah wacana penggunaan hak interpelasi sampai angket terhadap pemerintah terkait berbagai pelanggaran UU seperti terakhir pada kasus Archandra Tahar dapat berlanjut.

Melanjutkan pernyataannya, pimpinan DPR dari Fraksi PKS ini mengungkapkan bahwa dalam kasus Archandra sangat jelas pemerintah telah melakukan kesalahan karena telah mengangkat Archandra yang warga negara AS menjadi menteri ESDM. Namun hal itu hanya bisa memperlihatkan lemahnya kinerja-kinerja aparatur pemerintahan dalam menjalankan tugasnya sehingga hal seperti itu bisa terjadi.

"Tak heran bila sebagian kalangan beranggapan, kesalahan tersebut bisa dibawa ke ranah hukum, yang bisa berujung pada pemakzulan. Tapi saya ragu DPR nantinya menganggap hal itu penting untuk diinvestigasi," ujarnya.

Bangsa ini meskipun adalah salah satu negara demokrasi terbesar kedua di dunia, namun faktanya ruh nya masih seperti kerajaan. Makanya meski berkali-kali melakukan kesalahan, penguasa selalu dapat bertahan lama.

"Ini tradisi lama,makanya pembatasan dua perioe itu saya lihat adalah keputusan yang tepat.Kalau mau balik ke UUD 45 bahayanya kekuasaan seperti ini bisa tanpa batas, apalagi kalau pemilihan dibalikkan ke MPR.Kita bangsa yang relatif menerima pemimpin dan tidak pernah ada budaya kekuatan alternatif yang kuat," tegasnya.

Terkait wacana penggunaan hak interpelasi terhadap kasu Archandra sendiri, Farhi melihat bahwa penggunaan interpelasi itu penting agar kesalahan serupa tidak lagi terulang. Pengangkatan Arcandra menunjukkan adanya kelemahan sistem di sekitar Presiden Jokowi, yang tidak mampu melacak sehingga pada akhirnya munculah keputusan yang salah dengan mengangkat Arcandra.

"Dengan diam, maka kita seperti membiarkan presiden melakukan kesalahan. Padahal seharusnya presiden diproteksi dari kemungkinan berbuat salah," ujar politisi PKS ini lagi.

Dia pun melihat berbagai kesalahan terjadi karena kelemahan sistem di sekitar presiden. Orang-orang di sekitar presiden itu menurutnya adalah orang-orang yang sama yang juga memberikan masukan terkait calon menteri yang beraport merah, kuning dan hijau pada pembentukan kabinet di awal pemerintahan Jokowi.

"Dulu kan juga Presiden dapat masukkan dari mereka ada yang calon menteri yang berapor merah, kuning dah hijau.Yang merah pasti akan ditangkap KPK, yang kuning segera akan ditangkap dan hijau bebas dari kasus. Sekarang yang rapornya merah siapa saja? Mengapa belum ditangkap? Orang-orang yang sama saya kira yang memberikan masukan pada Presiden mengenai Archandra," tandasnya.

Untuk itu dirinya pun meminta Presiden Jokowi untuk memperbaiki orang-orang di lingkarannya. Fahri berharap presiden segera membersihkan orang-orang yang telah menjerumuskannya.

"Presiden harus memperbaiki sistem di sekitar lingkarannya. Kasihan Pak Jokowi, berkali-kali dirugikan oleh orang-orang di sekelilingnya," sesal Fahri.

Sebelumnya beberapa ketua umum partai politik seperti Setya Novanto (Golkar), Wiranto (Hanura) yang juga Menkopolhukam, Zulkifli Hasan (PAN) ramai-ramai membela keputusan Jokowi dalam mengangkat Archandra dan meminta masyarakat melihat alasan Jokowi memilih Archandra meski hal itu melanggar UU.

Editor: Surya