Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Awas, Ujaran Kebencian Pemicu Konflik
Oleh : Redaksi
Senin | 08-08-2016 | 16:05 WIB
kebencian.jpg Honda-Batam

Ilustrasi ujaran kebencian. (Foto: Ist)

Oleh Andre Penas

AMUK massa berbau Suku. Agama, Ras, dan Antar Golongan (SARA) yang terjadi di Tanjung Balai, Asahan Sumatra Utara, berupa pembakaran rumah ibadah, dapat dicegah aparat keamanan dibantu sepenuhnya tokoh agama dan tokoh masyarakat serta tokoh pemuda setempat sehingga tidak meluas. Rekonsiliasi masyarakat setempat didukung sepenuhnya pemerintah dengan memberikan jaminan keamanan paska konflik kepada masyarakat keturunan Tionghoa serta umat Budha. Pernyataan sikap dalam rekonsiliasi masyarakat Tanjung Balai adalah berperan secara pro aktif menjaga keamanan, ketertiban dan kerukunan umat beragama di Tanjung Balai.

 

Selanjutnya menjaga kerukunan umat beragama di Tanjung Balai, serta menjaga sarana dan prasarana rumah ibadah dari gangguan pihak yang tidak bertanggung jawab. Kemudian bersedia menjadi penyampai informasi dan mengajak anggota masyarakat mengenai pentingnya kerukunan antar umat dalam upaya mejaga stabilitas keamanan dan ketertiban serta menjaga kondusifitas dan menolak segala bentuk anarkhisme di Tanjung Balai.

Masyarakat diminta tidak terpancing isu provokatif berbau SARA melalui media sosial yang dapat memicu terjadinya konflik sosial baru. Seluruh elemen masyarakat diminta menghormati proses mediasi konflik rekonsiliasi paska kerusuhan. Kita bersyukur situasi keamanan dan ketertiban masyarakat Tanjung Balai langsung pulih, aktivitas masyarakat kembali berjalan normal seperti biasanya. Proses belajar mengajar maupun perkantoran serta perdagangan terlihat hidup kembali. Aparat keamanan yang sebelumnya terlihat berjaga di lokasi strategis sudah ditarik, tidak lagi tampak berjaga di jalan.

Kepolisian selain melakuan penegakan hukum, juga melakukan pendekatan dialogis dengan masyarakat sehingga potensi terjadinya aksi represif dalam penanganan anarkis masa dapat diantisipasi. Selain memproses hukum para pelaku pengrusakan yang mudah diketahui, juga harus mencari aktor intelektual yang memprovokasi masa sehingga terjadi aksi pengrusakan dan pembakaran sejumlah rumah ibadah.

Apalagi polisi sudah mengantongi nama-nama penyebar ujaran kebencian melalui media sosial sebelum konflik terjadi. Terakhir Polda Metro sudah menangkap salah seorang yang diduga sebagai rpovokator. Sayangnya dia bukan pelaku utama karena postingnya di Medsos setelah konflik terjadi, dan bukan yang memprovokasi sebelum konflik terjadi. Namun publik patut memberikan apresiasi kepada korps baju coklat atas keberhasilannya, diharapkan dalam waktu dekat provokator utama di Tanjung Balai segera tertangkap.

Belajar dari kasus ini maupun peristiwa lainnya yang pernah terjadi, nampaknya para provokator terlatih sudah berada di tengah masyarakat. Mereka dengan lihai langsung memanfaatkan setiap insiden sekecil apapun terkait SARA menggunakan media sosial guna memprovokasi masa. Terbukti meski insiden tegoran seorang warga keturunan kepada pengurus masjid telah diselesaikan, hanya sekitar tiga jam kemudian masa yang marah setelah menerima informasi menyesatkan, langsung membakar Vihara.

Aparat keamanan juga sebaiknya melakukan hal yang sama, memperingatkan warga terkait kemungkinan yang akan terjadi untuk mengimbangi dengan apa yang dilakukan kelompok masyarakat tertentu yang sering memprovokasi masa. Provokator menyampaikan pesan menyesatkan mengajak masyarakat melakukan aksi brutal, aparat bisa mengimbanginya dengan menyampaikan pesan-pesan damai memanfaatkan media sosial yang sama jika terjadi insiden kecil terkait SARA, karena aparat keamanan selalu ada disetiap masalah yang terjadi ditengah masyarakat. Jika waktu itu ada informasi lain dari aparat di media sosial setempat mengingatkan masyarakat agar tidak terprovokasi insiden dimaksud, kemungkinan besar masyarakat tidak terprovokasi dengan isu searah tidak akurat berasal dari provokator.

Konflik berbau SARA sudah sering terjadi di tanah air, karena itu pemerintah perlu memiliki suatu formula bagaimana mencegah jangan sampai peristiwa seperti itu terjadi lagi di kemudian hari di daerah lain. Aparat jangan seperti pemadam kebakaran yang datang untuk meredakan kemarahan masa. Sebagai langkah antisipasi atas anjuran Presiden Joko Widodo, Pemprov Kalimantan Selatan segera menggelar pertemuan antara Forum Pembaruan Kebangsaan dan Forum Kerukunan Antar Umat Beragama sebagai komitmen untuk mengantisipasi terulangnya peristiwa serupa.

Langkah serupa diharapkan segera diikuti daerah lain. Untuk megatasi permasalahan itu secara nasional, tidak bisa hanya mengandalkan kepolisian saja, tetapi seluruh unsur keamanan harus turut terlibat termasuk pihak intelijen serta Kementerian Komunikasi dan Informasi. Pemerintah Daerah juga diharapkan memanfaatkan Komite Intelijen Daerah (Kominda) serta Forum Komunikasi Antar Umat Beragama (FKUB) untuk mengefektivkan sistem early detection dan early warning di daerah. Selain melakukan pengawasan, hal penting yang harus dilakukan pemerintah adalah memberikan literasi media kepada masyarakat.


Kepolisian sudah menghimbau masyarakat supaya tidak sembarangan dan seenaknya berbuat di Medsos karena ada konsekwensinya. Masyarakat harus menjalankan aturan dan norma yang melarang melontarkan kata menghina, menista, berbohong atau menyebarkan konten negatif lainnya. Dalam Medsos perlu dibangun empati kepada orang lain dalam kehidupan sehari-hari. Diharapkan jika terjadi suatu kasus, masyarakat yang sudah sadar akan bahaya konflkik dapat menggunaan media sosialnya untuk memunculkan pesan yang menyejuhkan guna melawan pesan menyesatkan dari provokator.

Salah satu hasil rekonsiliasi masyarakat Tanjung Balai adalah, bersedia menjadi penyampai informasi dan mengajak anggota masyarakat mengenai pentingnya kerukunan antar umat dalam upaya mejaga stabilitas keamanan dan ketertiban serta menjaga kondusifitas dan menolak segala bentuk anarkhisme di Tanjung Balai. Hendaknya kesepakatan diatas juga bisa diterapkan kepada seluruh warga masyarakat dengan memanfaatkan Forum Kominda dan FKUB.

Pemerintah Daaerah sampai tingkat kabupaten/kota sepantasnya menghidupkan kedua lembaga tersebut, jangan mempermasalahkan anggaran untuk operasionalnya, karena dampak yang ditimbulkan dari setiap kejadian jauh lebih besar dari dana operasional yang disediakan. Belum lagi ditambah dengan adanya ketakutan warga akibat konflik yang terjadi, apalagi sampai berkepanjangan. *

Penulis adalah Pemerhati Masalah Sosial