Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Demi Membantu Keluarga, Tiga Tahun ABK Anak Ini Arungi Lautan
Oleh : Romi Candra
Rabu | 27-07-2016 | 08:00 WIB
abkanak.jpg Honda-Batam

Phuc, ABK anak asal Vietnam. (Foto: Romi Candra)

MENGARUNGI lautan untuk menangkap ikan harus patuh pada aturan, apalagi aturan majikan. Itulah yang harus dilakukan Phuc, seorang Anak Buah Kapal (ABK) Kapal Ikan Asing (KIA) yang ditangkap karena mencuri ikan di Perairan Natuna, Jumat, 26 Juli 2016 lalu. Bagaiana ABK yang masih di bawah umur ini mengarungi lautan? Berikut laporan wartawan BATAMTODAY.COM, Romi Candra.

Dari 22 awak kapal ikan yang ditangkap Polair Polda Kepri, hanya dia yang masih di bawah umur. Tampak jelas dari wajahnya masih kebingungan saat digiring petugas. Di usianya memasuki tahun ke-16, Phuc ternyata sudah 3 tahun menjalani kehidupan sebagai nelayan.

Hujan deras tidak bisa dihindarkan saat awak media tiba di atas KRI Baladewa untuk ekspose hasil kinerja Polair Polda Kepri yang menangkap dua kapal asing berbendera Malaysia, tapi ternyata ABK-nya warga Vietnam.

Dua kapal asing tersebut, dipepetkan pada KRI Baladewa, agar petugas juga bisa mengawasi para awak di dalam kapal.

Hal biasa yang dilakukan menjelang ekspose dimulai, para awak diarahkan agar berkumpul di atas KRI Baladewa, dengan bantuan seorang penterjemah bahasa Vietnam. Benar saja, para awak ini tidak bisa berbahasa Inggris sehingga sulit berkomunikasi tanpa bantuan penerjemah.

Saat dipanggil, Phuc tampak tidur pulas di bagian atas geladak kapalnya. Sesuai arahan penerjemah, ia langsung turun dan naik ke KRI Baladewa. Rambutnya berantakan, wajahnya kusam tak mandi, ia pun langsung duduk di dekat rekannya yang lain.

Kehadiran bocah ini pun menarik perhatian BATAMTODAY.COM. Spontan rasa penasaran tentang apa yang ia lakukan di kapal tersebut, tersirat di benak. Berapa usia anak ini? Apakah tidak sekolah? Kenapa ia mau bekerja seperti ini? Beragam pertanyaan langsung menyerang.

Tanpa basa basi, BATAMTODAY.COM langasung mendekati penerjemah agar mau menterjemahkan setiap pertanyaan yang akan ditanyakan.

Pertanyaan demi pertanyaan langsung dilontarkan dan diterjemahkan agar Phuc bisa menjawab.

Ia mengaku, terpaksa menjalani pekerjaan sebagai anak buah kapal karena faktor ekonomi. "Keluarga saya miskin dan tidak punya apa-apa. Kalau saya tidak ikut membantu, kami tidak makan," ungkapnya yang langsung diterjemahkan.

Phuc sendiri merupakan anak keempat dari lima bersaudara. Ia juga sama sekali tidak pernah mengecap bagaimana rasanya bangku pendidikan.

"Saya tidak sekolah. Sama dengan kakak saya lainnya. Kami harus bekerja untuk makan. Kakak saya juga ikut sebagai awak kapal, tapi bukan di sini. Penghasilan di kapal cukuplah untuk memenuhi makan," akunya.

Sebagai ABK, Puch harus siap dengan segala resikonya. Ia juga harus bisa melakukan apapun seperti awak lainnya lakukan. Wajar saja, tubuhnya tidak pernah umbuh besar karena harus mengangkat beban berat. Jika diperkirakan, ia hanya memiliki tinggi sekitar 140 cm.

"Mau tidak mau saya harus melakukan semua perintah, termasuk nanti mengangkat kotak berisi ikan hasil tangkapan di laut. Kalau tidak seperti ini, saya tidak dapat uang, dan tidak bisa membantu di rumah," lanjutnya.

Dengan kejadian ini, ia tidak mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya. "Saya bingung dan takut. Apa yang akan saya alami selanjutnya. Saya hanya bisa pasrah," ucapnya sambil menundukkan kepala.

Sulitnya kehidupan, terkadang memang mengharuskan seseorang mengambil pilihan hidup yang sulit. "Prinsip saya, tidak peduli apa yang akan terjadi, yang jelas saya bisa membantu keluarga dan tetap bertahan hidup," pungkasnya.

Editor: Dardani