Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Soal Maraknya Kasus Vaksin Palsu

Pemerintah Diminta Beri Sanksi BPOM karena Dianggap Lalai
Oleh : Irawan
Selasa | 19-07-2016 | 09:26 WIB
Fahri1.jpg Honda-Batam

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah.

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Wakil ketua DPR Fahri Hamzah mengungkapkan, kasus vaksin palsu tidak lepas dari tanggung jawab pemerintah. Ia pun meminta agar pemerintah tidak langsung menyalahkan dokter dan menutup rumah sakit terkait vaksin palsu. Pasalnya, mereka juga jadi korban minimnya pengawasan peredaran vaksin.

"Jangan rumah sakit dikorbankan, menurut saya tidak fair. Kadang rumah sakit kebobolan karena di atasnya tidak mengawasi. Mereka itu konsumen juga karena disuplai melalui jalur resmi," kata Fahri Hamzah di Gedung DPR, Jakarta, Senin (18/7/2016).

Sebab, Fahri mengaku mendapat informasi bahwa import vaksin selama ini dimonopoli Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

"Saya baru tahu dari para dokter yang mengabarkan kepada saya, ternyata vaksin itu monopoli BUMN. Jadi katanya semua vaksin itu diimpor oleh sebuah BUMN dan distribusinya dikontrol oleh empat perusahaaan," ujarnya.

Fahri menyatakan, tidak selayaknya produk yang dimonopoli pemerintah melalui BUMN bisa dipalsukan pihak non-pemerintah. Ia bahkan menyebut rumah sakit (RS) penerima vaksin palsu sebenarnya sudah tahu vaksin-vaksin itu diimpor oleh BUMN.

"Harusnya sudah jadi kesadaran bahwa ini obat yang tidak sembarang beredar. Ini tanggung jawab pemerintah. BUMN sebagai pengimpor seharusnya bisa melacak produk yang dipalsukan. Yang lebih fatal pemerintah sebagai pengawas. Terus fungsi pengawasannya mampet di mana sehingga nggak jalan," katanya.

Dikatakannya, menutup rumah sakit bukan pekerjaan mudah kecuali terbukti bahwa secara institusi rumah sakit itu memang terlibat sebagai bagian dari jaringan pengedaran vaksin palsu.

Pasalnya, perawat, dokter, klinik dan rumah sakit merupakan sebagai pengguna (user). Fahri mengatakan peredaran vaksin palsu, seharusnya yang ditelusuri adalah produsen, distributor, dan penjual.

"Jangan korbankan perawat, dokter, klinik dan rumah sakit, karena dalam jalur peredaran obat atau vaksin palsu keempat unsur ini adalah user," tegasnya.

Karenanya politikus PKS itu menegaskan, upaya mengungkap kasus vaksin palsu akan lebih mudah jika ditelusuri musababnya. Menurut Fahri, sebaiknya ada investigasi secara menyeluruh dan terbuka.

"Kenapa ada barang monopoli yang tiba-tiba menyebar dan bisa dipalsukan? Sebetulnya lebih gampang melacaknya," tegasnya.

Fahri pun mendorong Komisi XI DPR yang membidangi kesehatan membentuk panitia kerja (Panja) guna mengusut kasus vaksin palsu. Tujuannya agar kasus itu bisa dibuka seterang mungkin.

"Kalau pemerintah tidak melakukan investigasi menyeluruh dan terbuka, Komisi IX seharusnya melakukan," tegasnya.

Fahri menambahkan, kinerja pemerintah dalam pengawasan peredaran vaksin palsu, dinilai lengah. Sehingga lembaga pengawas seperti BPOM juga seharusnya mendapat sanksi.

Bareskrim Polri sudah menetapkan 23 tersangka terkait vaksin palsu terdiri dari enam produsen, sembilan distributor, dua pengumpul botol, satu pencetak label vaksin, dua bidan, dan tiga dokter.

Editor: Surya