Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Lebih Baik Anggarannya Digunakan untuk Pemberdayaan Nelayan

DPR Minta Susi Urungkan Niat Beli Pesawat Pengintai dan Kapal Induk
Oleh : Irawan
Rabu | 15-06-2016 | 12:14 WIB
Mahfudz_Siddiq.jpg Honda-Batam

Anggota Komisi IV DPR Mahfudz Siddiq

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Anggota Komisi IV DPR RI, Mahfudz Siddiq meminta Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti untuk membatalkan niatnya membeli 6 pesawat patroli dan satu kapal induk (markas).

Dari pada membeli pesawat pengintai, ia pun meminta Susi untuk menggunakan anggaran yang ada untuk program pemberdayaan nelayan.

"Lebih baik dibatalkan dan dialihkan untuk program pemberdayaan nelayan yang saat ini hidupnya susah karena berbagai kebijakan menteri kelautan dan perikanan yang tidak berpihak pada nelayan. Menteri melarang nelayan menggunakan jenis pukat tertentu, tapi tidak membantu nelayan mendapatkan jenis pukat yang diizinkan," ujar Mahfudz di Gedung DPR, Rabu (15/6/2016).

Selain itu, Mahfudz melihat Susi terlalu gampang menghitung besaran anggaran yang dibutuhkan untuk pengadaan pesawat-pesawat tersebut saja.
Padahal menurutnya, untuk bisa mengoperasikan pesawat itu membutuhkan komponen-komponen biaya lainnya seperti pelatihan SDM dalam hal ini pilot, biaya sewa tempat, biaya operasional lainnya dan banyak lagi.

"Untuk tugas survelence pencurian ikan menggunakan pesawat saat ini hal itu juga tidak effektif karena sudah ada teknologi satelit yang bisa dimanfaatkan untuk memantau laut. Jadi kalau mau survelence tidak perlu dengan pesawat yang biayanya tinggi.TNI saja yang sudah memiliki segala pangkalan, pilot yang terlatih tidak sanggup melakukan tugas tersebut. Cost perawatannya tinggi sekali. Kalau tetap dipaksakan, patut dipertanyakan ada apa dengan niat Susi ini," tambah Mantan Ketua Komisi I ini.

Mahfudz pun khawatir jika program pengadaan pesawat pengintai tersebut direalisasikan maka akan timbul lagi tumpang tindih dengan lembaga lainnya seperti Badan KeamananLLaut atau Bakamlah yang memang memiliki tugas seperti halnya coast guard di negara-negara lainnya.

"Kalau mau Susi bisa melakukan survelence dengan menyewa satelit. Kalau kemudian memang ada kapal-kapal pencuri ikan yang terdeteksi, maka hal itu bisa dikoordinasikan dengan angkatan laut, polairud atau Bakamla. Jika Susi memaksakan membeli pesawat itu juga melanggar tupoksi Kementerian KKP karena tugas mengkontrol laut bukan menjadi tugas KKP. Tugas KKP itu adalah bagaimana mengembangkan sumber daya laut dan perikanan," tegasnya.

Dia pun mengingatkan Susi bahwa jika program tersebut dipaksakan apalagi seperti pemaparan Susi program tersebut akan dilaksanakan multiyear.
"Ini program nekad karena kemenkeu sampai sekarang tidak meloloskan program multi years seperti ini. Saya harap BPKP mau melakukan pre audit dulu karena selain program ini multi years juga ada potensi tumpang tindih dengan instansi lain yang sangat besar," tandasnya.

Sebelumnya dalam rapat kerja di DPR, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengemukanan niatnya untuk membeli 6 pesawat pengintai dan satu kapal sejenis kapal induk. Hal ini menurutnya bertujuan untuk memperkuat pengawasan di laut.

"Kapal induk tersebut juga akan didesain untuk memiliki beberapa fungsi untuk menunjang kinerja Kementerian Kelautan dan Perikanan.Dengan adanya kapal ini pejabat KKP dan stafnya bisa berada di lautan berkeliling. Kapal markas (induk) ini bisa berkeliling ke daerah melakukan bakti sosial, pengobatan ataupun demo pemberdayaan nelayan," kata Susi saat Rapat Kerja dengan Komisi IV di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (14/6/2016).

Susi menerangkan, saat ini pemerintah memiliki 16 kapal pengawas dengan konsumsi bahan bakarnya 1.190 liter per jam. Angka tersebut lebih tinggi dari penggunaan bahan bakar pesawat patroli.

"‎Kapal pengawas sekarang 16. Pakai BBM per jam per liternya 1.190 liter per jam. Belum yang besar, kecepatannya 20 knot. Pesawat patroli 362 liter per jam kecepatan 200 knot," kata dia.

Lebih lanjut, jika sekali operasi kapal pengawas membutuhkan waktu 50 jam, maka bahan bakar yang diperlukan mencapai 59.500 liter. Tentu saja, itu jauh dari pemakaian bahan bakar untuk pesawat.

"Untuk pesawat hanya 1.810 liter. Kalau total harga BBM Rp 8.894 untuk diesel untuk avtur Rp 8.048. Avtur lebih murah karena international price. Jadi total pengeluaran BBM per 50 jam kapal laut Rp 529 juta‎ kalau pesawat Rp 14,5 juta," jelas dia.

Secara tahunan, lanjut Susi, terjadi penghematan sekitar Rp 500 miliar jika pengadaan pesawat patroli tersebut dilakukan.

"Total kalau setahun bekerja 1‎ tahun kerja 5 hari seminggu. 6 persawat itu mengkaver ‎seluruh Indonesia itu hanya biaya Rp 35 miliar. Biaya operasional kalau kapal laut dengan 50 jam dan kalau dihitung 3 hari (biayanya) Rp 500 juta hampir mencapai Rp 600 miliar (per tahun) operasionalnya. Jadi saya pikir Rp 600 miliar dibanding Rp 35 miliar ada penghematan yang sama Rp 500 miliar."

Begitu juga dengan pengadaan kapal markas. Menurut Susi, pengadaan kapal markas penting supaya pemerintah bisa langsung memantau kondisi di seluruh penjuru tanah air.

"Dengan pengeluaran Rp 600 miliar untuk kapal markas, ada rumah sakit, procesing untuk sekolah perikanan. Saya pikir Dirjen dan MKP tak perlu ngantor di Jakarta," tandas dia.

Editor: Surya