Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Hal Penting dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

Nabil Menilai GBHN Perlu Dihidupkan Kembali
Oleh : Irawan
Kamis | 09-06-2016 | 18:12 WIB
nabilrdp1.jpg Honda-Batam

Rapat Dengar Pendapat (RDP) Anggota DPD/MPR RI Muhammad Nabil dengan Forum Kepemimpinan Mahasiswa Kota Batam di Hotel PIH Batam Centre pada 20 April 2016 lalu.

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Senator Muhammad Nabil mengatakan, wacana menghidupkan kembali Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), yang diusulkan para tokoh nasional, terus menyeruak ke tengah publik.

"Perubahan GBHN merupakan hal penting. Pasalnya, pasca reformasi tidak ada lagi institusi yang meminta pertanggungjawaban presiden. Karena dipilih langsung maka yang mengadili hanya rakyat saja," kata Nabil saat melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Forum Kepemimpinan Mahasiswa Kota Batam di Hotel PIH Batam Centre pada 20 April 2016 lalu.

Jawaban Nabil tersebut menanggapi pertanyaan Firdaus, Dosen Universitas Riau Kepulauan. Firdaus mempertanyakan latar belakang dan alasan untuk menghidupkan kembali GBHN.

"Apa yang melatar belakangi atau alasan apa, sehingga GBHN akan di hidupkan kembali, bukan kah akan membawa sentiment Orde Baru ke dalam priodesasi Reformasi seperti saat sekarang ini?" kata Firdaus,

Menurut Nabil, Orde Reformasi mencoba menduplikasi sistem Amerika Serikat namun salah arah karena mengadopsinya tidak konsisten. "Bahwa setelah MPR dijatuhkan dari posisi lembaga tertinggi, kewenangannya menyusun GBHN juga ditiadakan. Yang ada saat ini, muncul Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) yang ditetapkan dengan UU," kata Anggota MPR dari unsur DPD RI ini.

RPJPN ini, lanjut Nabil, kemudian diturunkan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) untuk periode lima tahunan dan Presiden yang menentukan platform politik pembangunannya sendiri.

"Hari ini beda dengan AS. Indonesia pasca reformasi, RPJP Presiden ikut susun, MPR engga ikut, DPD enggak ikut. RPJM ditentukan presiden, APBN ditentukan presiden, pelaksanaannya juga presiden tanpa pertanggungjawaban apapun. Kalau presidennya tidak amanah maka negara akan jatuh pada tampuk kekuasaan orang per orang. Maka, pemikiran menghidupkan kembali GBHN, harus ada dipikiran kita," katanya.

Dengan model demokrasi saat ini, katanya, kekuasaan nampak hanya digenggam segelintir orang dengan kekuatan kapital yang sangat besar. Sementara itu, kata dia, Presiden Jokowi dengan jargon Trisakti dan Nawacita-nya juga sudah bergeser seperti tunduk pada kekuasaan kapitalis.

Misalnya saja, banyak program dan gagasannya yang tak selesai bahkan cenderung berubah haluan. Meskipun Peesiden datang dengan gagasan nawacita dan tol laut, kata Nabil, tapi ketika semua menunggu pelaksanaan gagasan tol laut yang keluar malah kereta cepat. Padahal platform Merak enggak selesai hingga saat ini.

"Semestinya selesaikan dulu. Tol laut sebenarnya adalah reklamasi Benoa dan Jakarta, tarik lurus benamkan lautnya. Gitu aja. Tapi presiden yang datang dengan gagasan tol laut tanpa menyertakan proses musyawarah, proses dampak lingkungan tiba-tiba melompat menyetujui proyek itu," katanya.

Sementara Junaidi dari pengurus GP Anshor Provinsi Kepuluan Riau berharap agar penguatan tentang GBHN sebagai aturan main kehidupan berbangsa dan bernegara terus berlanjut. "Saya berharap akan ada lanjutan terhadap pembahasan ini pada waktu-waktu yang akan datang," kata Junaidi.

Nabil menambahkan, MPR memang mengagendakan pembahasan lebih lanjut tentang penguatan GBHN sebagai koridor, aturan main dalam system ketatanegaraan, ekonomi, social, budaya, pertahanan dan keamanan.

"Sehingga kita tau natinya, prioritas apa di Negara ini yang akan menjadi titik berat pada proses pembangunannya," kata Anggota Komite I DPD RI ini.

Editor: Surya