Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Mengenang Suasana Ramadan di Rumah Kuno Tambi Abdurrahman
Oleh : Nur Jali
Senin | 06-06-2016 | 11:00 WIB
rumah-kuno.jpg Honda-Batam

Rumah Tambi Abdurrahman yang dibangun pada tahun 1830 M dan masih berdiri di Jalan Kampung Cina Kelurahan Daiklingga. (Foto: Nur Jali)

BATAMTODAY.COM, Dabosingkep - Mengenang suasana bulan suci Ramadan di Rumah Tambi Abdurrahman, rumah tua peninggalan masa kerajaan Riau Lingga yang dibangun pada tahun 1830 M dan masih berdiri di Jalan Kampung Cina Kelurahan Daiklingga.

Rumah itu meski terlihat sangat tua dan mulai rapuh, namun arsitektur sejarah yang membuktikan rumah  tua tersebut masih tetap melekat. Mulai dari tangga masuk hingga ornamen-ornamen di dalamnya dengan ukiran perpaduan cina tiongkok dan India.

Ibu Maharani, perempuan yang berusia 62 tahun yang masih setia menunggu rumah tersebut adalah generasi kelima dari pemilik rumah Tambi Abdurrahman yang di masa kerajaan Riau Lingga diangkat menjadi Penghulu.

Menurut Maharani rumah tersebut di saat bulan Ramadan merupakan tempat berkumpulnya para pedagang keturunan Keling (India).

"Kalau dulu setiap bulan puasa, di sini masaknya berdandang-dandang karena selama satu bulan penuh Datuk kami Tambi menyedian makanan untuk warganya saat itu, yang berdagang di Kerajaan Riau Lingga," kata perempuan pensiunan guru ini kepada Batamtoday.com saat berkunjung ke rumahnya.

Maharani menceritakan, Tambi Abdurrahman merupakan warga keturunan India, sehingga di zaman itu disebut sebagai orang Keling, Tambi berasal dari Srilanka dengan marga Marikan.

Awalnya Tambi datang ke Lingga untuk berdagang kain tenun, namun seiring berjalannya waktu karena keulatan dan ketekunan membuat Sultan Abdurrahman mengangkat Tambi menjadi penghulu untuk Warga Keling yang waktu itu masuk ke Lingga. Dari sinilah Tambi dijodohkan dengan anak Melayu sehingga membuatnya menetap di DaikLingga.

"Datuk kami orang keling, tapi karena menikah dengan orang sini sehingga dia menetap di Daik," terangnya.

Salah satu tradisi yang paling berkesan di saat bulan Ramadan adalah selain tempat berbuka puasa dan bersahur, para warga sekitar juga menjadikan rumah tua tersebut tempat masak setiap kegiatan-kegiatan keagamaan khusus warga keling. Sementara tempat ibadah dibangun tak jauh dari rumah tersebut, yang dinamakan warga sekitar dengan sebutan Surau Keling.

"Tak jauh dari sini ada Surau Keling, yang kini rencananya mau dijadikan Mushola, karna bangunan tersebut sudah tertutup bangunan Hotel," kata Rani.

Rumah ini sangat komplit dulunya, mulai dari kamar untuk pengantin yang dulunya disebut dengan Bilik Salah (Kamar untuk pengantin dipingit) dan beberapa kamar tidur yang berjumlah tujuh buah. Suasana religius sangat terlihat kental di rumah ini, beberapa ukiran Kaligrafi terpampang di setiap pintu masuk, ukiran-ukiran tersebut menurut pemilik rumah merupakan kolaborasi antara Cina Tiongkok dan India.

"Kalau rumah ini arsitekturnya dibangun orang Cina Tiongkok, dan pengerjaanya juga mereka," jelasnya mengakhiri.

Editor: Udin