Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Dewan Pengupahan Minta Perhatian Pemkab Lingga
Oleh : Nur Jali
Jum'at | 03-06-2016 | 18:09 WIB
buruh.jpg Honda-Batam

Dewan Pengupahan Lingga menilai, dana kehormatan yang diterima sangat tidak sebanding dengan kinerja di lapangan yang memperjuangkan UMK para pekerja (Sumber foto: harianterbit.com)

BATAMTODAY.COM, Daiklingga - Wakil Ketua Umum Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kabupaten Lingga, Erik Satriawan, pertanyakan anggaran Dewan Pengupahan Kabupaten Lingga yang selama ini dianggap tidak sesuai dengan tanggung jawab memperjuangkan Upah Minimum Kabupaten (UMK).

Dia memaparkan, selama ini pemerintah menganggarkan untuk Dewan Pengupahan selama satu tahun sangat minim, sementara yang mereka perjuangkan dalam satu tahun mengenai UMK melalui survei kebutuhan hidup layak masyarakat Kabupaten Lingga.

"Saya di SPSI sejak tahun 2008 lalu, dan sampai sekarang biaya pertahun untuk Dewan Pengupahan cuma Rp50 juta saja. Dengan angka seperti ini sudah jelas tidak memadai, ditambah lagi tidak ada transparansi oleh oleh Dinas Sosial Tenagakerja dan Transimigrasi (Dinsosnakertrans), terkait anggaran tersebut," ungkapnya, Rabu (1/6/2016).

Dijelaskan, Dewan Pengupahan yang terdiri dari, Pemerintah, SPSI, Apindo, Universitas dan pakar yang bertugas melakukan survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) setiap bulan dari Januari sampai Desember rapat pertriwulan, membahas KHL, rapat penetapan UMK daerah, pembentukan dan pembinaan pelaksana unit kerja (PUK).

Berdasarkan pengalaman, dari 2008 sampai 2015 sambung mantan aktivis ini, masalah anggaran tetap menjadi keluhan, padahal tanggung jawab Dewan Pengupahan begitu berat, sedangkan honor atau uang kehormatan diberikan Pemerintah cuma Rp300 ribu perbulan.

"Kalau boleh kita bandingkan dengan Dewan Kesenian, Dewan Pengawas Radio, Dewan Pengawas Air Minum dan Dewan lainnya, layak tidak jasa kami hanya dihargai Rp300 ribu?, sementara Dewan Pengawas lainnya diberi di atas Rp1 juta," terangnya sedikit kecewa.

Dalam memperjuangkan UMK, dia dari SPSI yang tergabung dalam Dewan Pengupahan, mati-matian memperjuangkan UMK buruh setinggi-tingginya, hal itu disesuaikan dengan survei KHL yang dilakukan setiap bulannya.

"Kalau dari Apindo, maunya UMK itu serendah-rendahnya, sedangkan kami dari SPSI tetap memperjuangkan UMK setinggi-tingginya yang didasari survei KHL. Kita saling beragumen mempertahankan UMK dari tekanan Apindo," sebutnya.

Dalam hal ini, Bupati harus bertanggung jawab terhadap Dewan Pengupahan, karena Bupati termasuk dalam Dewan Pengupahan. Dia mengaku, selama dia duduk di Dewan Pengupahan, Bupati tidak pernah hadir dalam rapat KHL dan menentukan UMK. Padahal sebagai kepala daerah dia harus hadir jadi dia tahu, apalagi Bupati sebagai Ketua sekaligus Pembina Dewan Pengupahan. Dia sangat berharap ke depannya, dalam rapat KHL dan menentukan UMK, Bupati yang baru dapat hadir nantinya.

"Jujur, kita tidak ingin ada unsur politis dan kepentingan nantinya, tapi lihat dengan nurani peting tidaknya. Kalau masih ada unsur kepentingan dan politis, yang penting menjadi tak penting yang tak utama jadi utama. Tapi lihatlah tingkat urgen dan tak urgennya," tuturnya.

Expand