Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

GNP 33 KPP PRD Desak Pemerintah Cabut dan Batalkan SHP PT KAI di Pulau Jawa dan Sumatera
Oleh : Irawan
Selasa | 17-05-2016 | 14:15 WIB
20160517_144555.jpg Honda-Batam

Alif Kamal. (Foto: Ist)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Tindakan kekerasan yang dilakukan aparatur negara lewat berbagai lembaganya hampir setiap hari kita saksikan, bahkan tersiar langsung lewat televisi, seperti penggusuran, pemukulan terhadap warga negara yang melakukan aksi-aksi protes dan sebagainya.

"Hari ini kembali kami kabari bahwa negara lewat PT Kereta Api Indonesia (Persero) akan menghancurkan 16.424 unit rumah yang didiami oleh pensiunan karyawan yang tersebar di Pulau Jawa dan Sumatera. Dimana penggusuran ini dilakukan secara bertahap yang dimulai dari kota Bandung, Semarang dan Surabaya," kata Alif Kamal, Koordinator Gerakan Nasional Pasal 33 UUD 1945 untuk Trisakti-Komite Pimpinan Pusat Partai Rakyat Demokratik (GNP 33 - KPP PRD) dalam rilisnya di Jakarta, Selasa (17/5/2016).

Menurutnya, PT KAI (Persero) telah melakukan penggusuran dengan alasan memiliki Sertifikat Hak Pakai (SHP) Kementrian Perhubungan Cq. Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA). Akan tetapi setelah diteliti ternyata keabsahan penerbitan SHP tersebut patut diragukan karena beberapa hal, diantaranya:

1. Data fisik yang tidak akurat : hampir semua Sertifikat Hak Pakai (SHP) terbitan tahun 1988 tersebut menyatakan keterangan SEBIDANG TANAH KOSONG. Hal ini tidak benar karena pada saat SHP tersebut diterbitkan tahun 1988, pada lahan yang tertera dalam SHP tersebut sudah berdiri banyak rumah yang dihuni para karyawan maupun pensiunan eks karyawan kereta api dan keluarganya yang dibangun sebelum tahun 1950an.

Hal ini dibuktikan dengan adanya Surat Ijin Menetap (SIM) dari Kantor Urusan Perumahan (KUP) kota Bandung sekitar tahun 1950an. Bahkan, di kompleks Jl. Bima masih ada beberapa Surat Ijin Menetap (VB) yang dikeluarkan oleh Huisvestingorganisatie Bandoeng tahun 1947. Patut diduga bahwa penerbitan SHP ini tidak didukung oleh data fisik yang cermat, dimana hal tersebut melanggar asas kecermatan dari asas-asas umum pemerintahan yang baik.

2. Perbedaan isi risalah tanah dan sertifikatnya: terdapat perbedaan antara isi risalah tanah dengan isi SHP. Sebagai contoh, risalah sebidang tanah di kelurahan Kacapiring Kecamatan Batununggal kota Bandung menyatakan bahwa di atas tanah tersebut terdapat bangunan2 (bukan kepunyaan pemohon).

Namun, dalam SHPnya tertera SEBIDANG TANAH KOSONG. Hal yang sama terjadi pula pada isi risalah sebidang tanah di Kelurahan Samoja, Kecamatan Batununggal kota Bandung dengan isi SHP-nya. Tampak jelas adanya dugaan kesengajaan dari pihak tertentu. Hal ini juga menimbulkan dugaan kuat bahwa risalah dan SHP lainnya pun mengalami hal serupa mengingat pembuatannya secara masal.

3. Tidak tercatat dalam peta online BPN : bila dilihat lokasi tanah-tanah yang tercantum dalam beberapa SHP tersebut di peta online BPN (http://peta.bpn.go.id) hampir semua menunjukkan simbol warna yang menyatakan bahwa tanah-tanah tersebut belum terdaftar hak apapun atau bahkan tanahnya pun tidak terdaftar. Sungguh aneh! Sudah terbit SHP tahun 1988 tetapi peta Online BPN menunjukkan bahwa sebagian besar belum terdaftar hak apapun. Apakah tidak cukup waktu selama 28 tahun untuk mengubah kode warna dalam peta Online tersebut? Patut diduga pula telah terjadi maladministrasi dalam penerbitan SHP tersebut.

4. Proses pendaftaran tanah yang tidak prosedural, Berdasarkan pasal 3 PP No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah : kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dimulai dengan pengumpulan dan pengolahan data fisik. Dimana data fisik merupakan keterangan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah yang didaftar, termasuk keterangan mengenai adanya bangunan atau bagian bangunan diatasnya.

Berdasarkan aturan ini, seharusnya penghuni yang menempati tanah yang didaftarkan mengetahui akan adanya kegiatan tersebut sebagai pihak yang berkepentingan memberikan keterangan-keterangan. Dalam hal ini, pihak Kantor Pertanahan Kota Bandung sudah melanggar asas aman, mutakhir, kepatutan dan kehati-hatian dalam melaksanakan kegiatan pendaftaran tanah.

Sebagai penghuni sah dari bangunan-bangunan yang berdiri di atas tanah tersebut tidak pernah dilibatkan maupun mengetahui serta merasakan adanya kegiatan pengumpulan data fisik begitu juga dengan hasil penelusuran mengenai terbitnya SHP yang dimaksud. Para penghuni tidak pernah melihat, mendengar secara langsung penyiaran pengumuman mengenai hasil pengukuran sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) PP No. 10 Tahun 1961 untuk diumumkan di kantor kelurahan selama tiga bulan untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang berkepentingan mengajukan keberatan.

5. Nawa Cita yang merupakan Program Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kall untuk menuju Indonesia yang Berdaulat secara Politik, Mandiri dalam ekonomi serta Berkepribadian dalam Budaya (Trisakti) pada Point 5 : “meningkatkan kualitas hidup manusia indonesia melalui peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan dengan program indonesia pintar, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan program kepemilikan tanah seluas 9 hektar, program rumah kampung deret atau rumah susun murah yang di subsidi serta jaminan sosial untuk rakyat.

Karena itu, GNP 33 - KPP PRD bersama Serikat Pensiunan Karyawan (SP Karya) PT Kereta Api Indonesia akan melakukan aksi massa pada, Rabu (18/5/2016) di Kantor Kementrian Agraria dan Tata Ruang/BPN RI, serra kantor Kementrian Perhubungan RI

"Batalkan dan cabut Sertifikat Hak Pakai (SHP) Kementrian Perhubungan c.q. Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) di Pulau Jawa dan Sumatera karena penerbitannya yang terindikasi penuh dengan manipulasi dokumen yang tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Tolak Penggusuran dan Hentikan pelibatan TNI, POLRI dalam setiap penggusuran. Tanah dan Rumah untuk rakyat khususnya para Pensiunan Karyawan Kereta Api dan keluarganya," katanya.

Editor: Surya