Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Subkontraktor Pertamina Tanjunguban Abaikan Hak Buruhnya
Oleh : Harjo
Senin | 15-02-2016 | 17:03 WIB
received_221146538234096.jpeg Honda-Batam
Para buruh memilih mogok kerja dan duduk-duduk di tempat parkir. (Foto: Harjo)

BATAMTODAY.COM, Tanjunguban - PT. Sahabat Konstruksi Indonesia (Sakti), subkontraktor Pertamina Tanjunguban, diduga mengabaikan hak-hak buruhnya. Bahkan, meski para buruh sudah mogok kerja lantaran gaji mereka belum jelas, namun pihak manajemen tetap acuh saja. 


Wan Dirhamsyah, salah satu pekerja PT Sakti mengungkapkan, pihak perusahaan baru menjanjikan akan membayar gaji mereka dalam mingu ini. Itu pun beberapa hari setelah belasan karyawan melakukan mogok kerja.

"Sampai sejauh ini, kita baru menerima janji bahwa gaji akan dibayar dalam minggu ini. Itu pun keterangan dari salah seorang supervisor yang menghubungi pimpinan PT. Sakti," ujar Dirhamsyah kepada BATAMTODAY.COM di Tanjunguban, Senin (15/2/2016).

Sementara itu, Hendro Suseno, Wakil Ketua Federasi Konstruksi Umum dan Informal (FKUI) SBSI Bintan mengatakan, pihaknya sangat menyayangkan kejadian tersebut. Karena pihak perusahaan subkontraktor di Pertamina Tanjunguban itu terkesan tak menghiraukan nasib para buruhnya. 

"Kita berharap agar sub kontraktor yang mempekerjakan puluhan buruh harian lepas tersebut, bisa menghargai jerih payah buruh yang berjuang untuk menghidupi keluarganya. Mengingat proyek pembangunan yang dikerjakan tersebut adalah proyek nasional yang biaya ratusan miliyar rupiah. Sangat aneh kalau membayar upah buruh harian lepas saja tidak mampu dan molor," paparnya.

Hendro menegaskan, PT Wijaya Karya (Wika) dan PT. Pertamina Tanjunguban ikut bertanggungjawab dengan adanya kejadian keterlambatan pembayaran upah. Karena dengan adanya kejadian mogok kerja jelas indikasinya para buruh merasa sudah terlalu lama menunggu, sementara kebutuhan sehari-sehari harus tetap di penuhi.

"Inilah ironisnya buruh bekerja di sebuah perusahaan BUMN dangan nilai proyek hampir mencapai triliunan rupiah.  Kalau ini terus terjadi, jelas ada permasalahan yang lebih besar dan tidak beres yang harus dilakukan penyelidikan lebih jauh. Kita berharap aparat penegal hukim tidak tinggal diam dan mengambil langkah penyelidikan," harapnya.

Sangat disayangkan, beberapa kali AA Bintang, JR operatation head (OH) TBBM Pertamina Tanjunguban dan pimpinan PT Sakti yang mempekerjakan puluhan buruh di kawasan Partamina Tanjunguban, memilih bungkam saat di konfirmasi oleh BATAMTODAY.COM. 

Sebelumnya, aksi mogok kerja ini mereka lakukan karena tidak ada pilihan lain. Dia berharap langkah yang mereka lakukan bisa mendapat perhatian manajemen, mengingat keterlambatan pembayaran gaji ini berdampak serius bagi ekonomi keluarganya.


"Kita merasa malu dengan para tetangga serta warung tempat dimana tempat berhutang. Pemilik warung pun, sudah mulai memasang muka sinis, karena hutang belum juga diselesaikan. Kami tidak memaksa manajemen, tetapi setidaknya ada perhatian dan kepastian," harapnya.

Proyek yang dikerjakan oleh Dirhamsyah dan kawan-kawan ini memang bukan pekerjaan sembarangan. Perusahaan mereka menggarap megaproyek yang dibangun oleh PT Pertamina (Persero) yakni proyek Terminal Bahan Bakar Minyak (BBM) Sambu dan Tanjunguban dengan kapasitas total 500 ribu kilo liter (KL). 

Dikutip dari Liputan6.com, investasi yang disiapkan oleh Pertamina hingga proyek tersebut tuntas mencapai US$ 94 juta untuk Terminal BBM Sambu dan US$ 62 juta untuk  Terminal BBM Tanjunguban.  Ironis memang, karena nilai proyek yang mencapai triliunan rupiah, jika dikurskan, namun gaji pekerja masih terhambat.

Sementara itu, Andi Masdar Paranrengi, tokoh masyarakat Bintan, sangat menyayangkan dengan hal yang dialami oleh para buruh yang bekerja di dalam proyek pembangunan Pertamina Tanjunguban. Mengingat apa yang terjadi, justru bukan untuk pertamakalinya terjadi, terutama masalah terlambatnya pembayaran upah buruh.

"Tidak seharusnya manajemen Pertamina dengan anggaran proyek yang besar, justru mengabaikan hak para pekerjanya. Karena para buruh hanya berharap agar bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya. Dengan terlambat menerima gaji, risiko yang harus diterima ekonomi keluarga terganggu," ujarnya. 

Selain itu, Masdar juga sangat menyayangkan keberadaan Pertamina Tanjunguban, yang terkesan membiarkan keterlambatan pembayaran gaji yang dialami para buruh tersebut. 

"Seharusnya keberadaan Pertamina, memberikan dampak yang baik terhadap roda ekonomi masyarakat yang ada di sekitarnya. Tetapi dengan kejadian ini, jelas sudah tidak mencerminkan Pertamina yang ramah lingkungan. Apalagi peduli dengan nasib masyarakat yang ada di sekitarnya, tentu jauh panggang dari api," imbuhnya.

Editor: Dardani