Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Dampak Kebakaran Hutan Indonesia Bisa Samai Insiden 1997
Oleh : Redaksi
Sabtu | 03-10-2015 | 09:40 WIB
150910165304_indonesia_haze_640x360_ap_nocredit.jpg Honda-Batam
Kebakaran hutan di Sumatera. (Foto: BBC)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Luas dan dampak ekonomi kebakaran hutan dan lahan di sejumlah provinsi di Indonesia amat mungkin menyamai skala insiden serupa pada 1997, menurut peneliti. Melalui pemantauannya, Robert Field menilai kebakaran lahan dan hutan yang melanda Indonesia tahun ini sangat parah.

Field, seorang peneliti Universitas Columbia yang melakukan kajian di Goddard Institute for Space Studies milik Badan Antariksa Amerika Serikat, bahkan yakin bahwa situasi di Indonesia bisa bertambah sulit apabila musim kemarau terus berlanjut akibat fenomena El Nino.

“Kondisi di Singapura dan Sumatra bagian tenggara berada jalur mendekati 1997. Jika perkiraan cuaca musim kemarau berlangsung lebih lama, bisa dianggap bahwa 2015 akan tercatat sebagai kejadian terparah dalam rekor,” kata Field sebagaimana dikutip kantor berita AFP.

Dalam kurun 1997-1998, pemerintah Indonesia memperkirakan jumlah lahan yang terpapar kebakaran mencapai 750.000 hektare.

Namun, berbagai lembaga lingkungan hidup seperti Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) mengestimasi jumlahnya mencapai 13 juta hektare. Kemudian kajian yang dilakoni Badan Perencanaan Pembangunan Nasional bersama Bank Pembangunan Asia (ADB) memperkirakan jumlah lahan yang terdampak akibat kebakaran mencapai 9,75 juta hektare.

Soal dampak ekonomi, jumlah estimasinya beragam. Economy and Environment Programme for Southeast Asia memprediksi Indonesia dirugikan US$5 miliar hingga US$6 miliar akibat kebakaran hutan dan lahan pada 1997-1998.
Lalu, studi Bappenas dan ADB mencatat kerugian mencapai US$4,861 atau setara dengan Rp711 triliun.

Kerugian ekonomi Indonesia akibat kebakaran dan asap pada 1997 berkisar antara US$4 miliar hingga US$9 miliar.
Ketahanan ekosistem

Herry Purnomo, peneliti lembaga Center for International Forestry Research (CIFOR), juga berpendapat kebakaran lahan dan hutan tahun ini dapat menyamai rekor pada 1997.

“Fenomena El Nino tahun ini sedikit lebih kecil dibandingkan dengan 1997. Namun, ketahanan ekosistem kita lebih rentan terhadap kebakaran karena hutan kita sudah didegradasi oleh hutan tanaman industri dan sawit,” kata Herry kepada wartawan BBC Indonesia, Jerome Wirawan.

Herry tidak menutup kemungkinan bahwa dampak ekonomi akibat kebakaran hutan dan lahan tahun ini bisa menyamai catatan 1997.

“Satu provinsi saja bisa kehilangan Rp20 triliun akibat kebakaran. Nah, sekarang sudah ada sedikitnya lima provinsi yang terkena imbas parah, yaitu Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah,” ujar Herry.

Menurutnya, nilai kerugian tidak hanya dihitung semata-mata oleh kayu yang hilang dilalap api. “Ada aktivitas ekonomi yang terganggu, kesehatan masyarakat yang terdampak, air yang rusak, transportasi, dan lain-lain,” kata Herry.

Dalam wawancara dengan BBC Indonesia, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, mengatakan dampak ekonomi akibat bencana kabut asap yang terjadi di beberapa provinsi di Indonesia pada 2015 bisa melebihi Rp20 triliun. Angka itu, menurutnya, didasarkan pada data tahun lalu.

Terungkap bahwa kerugian akibat kabut asap 2014 yang dihitung selama tiga bulan dari Februari sampai April hanya dari Provinsi Riau mencapai Rp20 triliun (Sumber: BBC Indonesia)

Editor: Dardani