Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Mengkaji Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012 tentang Pungutan Pendidikan Bersama KCW
Oleh : Habibi
Kamis | 20-08-2015 | 17:58 WIB
pungli sekolah.jpg Honda-Batam
Ilustrasi

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Penerimaan peserta didik di Tanjungpinang ternyata masih belum aman dari pungutan bermodus "sumbangan". Menurut Penasehat Kepri Coruption Wacth (KCW), Abdul Hamid, banyak sekolah yang tutup mata dengan aturan yang telah diterbitkan pemerintah, sehingga trik-trik pun dilakukan untuk mengelabui.

"Salah satunya dengan modus pungutan tapi disebut sumbangan," ujar Abdul Hamid saat ditemui di Kantor BATAMTODAY.COM, Kamis (20/8/2015).

Untuk membuka mata masyarakat dan para pengurus sekolah, Hamid mengajak BATAMTODAY.COM mengkaji aturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 60 Tahun 2011 yang diperbaharui di Permendikbud Nomor 44 tahun 2012 Tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan pada Satuan Pendidikan Dasar. 

"Menurut Permendikbud No 44 Tahun 2012, pasal 1 ayat 2, dijelaskan, 'pungutan adalah penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang dan/atau barang/jasa pada satuan pendidikan dasar yang berasal dari peserta didik atau orangtua/wali secara langsung yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan oleh satuan pendidikan dasar.' Untuk sekolah plat merah itu dilarang," ujar Hamid.

Sementara itu, dalam praturan menteri tersebut, yang dimaksud sumbangan, (pasal 1 ayat 3) adalah 'penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang dan/atau barang/jasa yang diberikan oleh peserta didik, orangtua/wali, perseorangan atau lembaga lainnya kepada satuan pendidikan dasar yang bersifat sukarela, tidak memaksa, tidak mengikat, dan tidak ditentukan oleh satuan pendidikan dasar baik jumlah maupun jangka waktu pemberiannya'. 

"Itu dibenarkan, tapi sukarela dari wali murid lho, bukan guru yang meminta kepada orang tua. Kalau meminta itu namanya pungutan," ujar Hamid.

Menurut Hamid yang juga dipublikasikan di Website Kementerian Pendidikan, dalam Permendikbud ini disebutkan, pembiayaan pendidikan dengan melakukan pungutan hanya dibolehkan untuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat. Sedangkan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat/daerah, tidak diperkenankan menarik pungutan tapi bisa menerima sumbangan dari masyarakat.

"Ada juga bahasa di aturan tersebut, setiap pungutan/sumbangan yang diperoleh dari masyarakat tidak boleh digunakan untuk kesejahteraan anggota komite sekolah atau lembaga representasi pemangku kepentingan satuan pendidikan baik langsung maupun tidak langsung," ujar Hamid.

Hamid mengatakan, sumbangan pendidikan yang dilakukan oleh SMA Negeri 5 Tanjungpinang tersebut masuk kepada kategori biaya investasi. Padahal, biaya investasi untuk sekolah negeri, harusnya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah atau pemerintah pusat.

Pegiat pemberantasan korupsi di Kepri ini mengatakan, untuk mencari sumbangan dari masyarakat, pihak sekolah harusnya melapor ke Dinas Pendidikan. Jika tanpa melapor, itu juga sudah salah, berarti mereka tidak memandang Kepala Dinas.

"Atau mungkin sudah tahu kepala dinasnya dan mengizinkan? kalau seperti itu kenyataannya, kepala dinas juga salah itu. Masa Rp 800 ribu direstui begitu saja, harusnya kepala dinas melihat juga dong sumbangan yang layak," ujar Hamid.

"Dari pemberitaan BATAMTODAY.COM yang saya baca, Kepala Dinas Pendidikan sudah mengutus pengawas ke Sekolah untuk menyelesaikan masalah itu, berarti dia nggak tahu dong? atau hanya pencitraan saja, dia menyatakan sudah mengutus pengawas, padahal dia suah tahu," timpal Hamid lagi.

Terkait hal tersebut, KCW meminta masyarakat agar tidak menuruti kemauan sekolah. Pasalnya, jika memang berbentuk sumbangan, wali murid tidak wajib memberikan dana tersebut kepada pihak sekolah. 

"Kita juga minta kepada Lis Darmansyah yang terhormat untuk menyelesaikan masalah ini sebagai wali kota. Jangan sampai wali murid terus dibodohi dengan permintaan pihak sekolah yang padahal aturanya sudah diketahui bersama," ujar Hamid.

Editor: Dodo