Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Gagal Maju di Pilkada Serentak, Ismeth Gugat UU Pilkada ke MK
Oleh : Surya
Jum'at | 03-07-2015 | 12:25 WIB
Ismeth_Abdullah.jpg Honda-Batam
Ismeth Abdullah

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Mantan Gubernur Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) Ismeth Abdullah menggugat Undang-undang (UU) No.1 Tahun 2015 tentang Pilkada, karena aturan tersebut menghalang-halangi dirinya untuk maju dalam Pilkada serentak pada 9 Desember 2015.  Ismeth Abdullah sendiri digadang-gadang bakal maju dalam Pilkada Kota Batam lewat Partai Golkar.


Ismeth pernah menjadi terpidana 2 tahun dan terbukti bersalah melakukan korupsi dalam kasus pengadaan 6 mobil pemadam kebakaran(Damkar) Otorita Batam senilai Rp 5,4 miliar saat menjabat sebagai Kepala Otorita Batam periode 2004-2005. Sebelum divonis, Jaksa KPK menuntut Ismeth dengan tuntutan 4 tahun penjara, sementara Ismeth diancam pidana 5 tahun atau lebih dari 5 tahun.

Ismeth keberatan dengan pasal 7 UU Pilkada, yang menyatakan yang orang pernah dihukum karena pidana yang diancam 5 tahun atau lebih tidak boleh menjadi calon kepala daerah.

Selain Ismeth, pasal 7 UU Pilkada ini juga digugat oleh I Gede Winasa. Ia adalah mantan Bupati Jembrana, Bali yang dijatuhi hukuman penjara dua tahun enam bulan oleh Mahkamah Agung di tingkat kasasi.  I Gede Winasa terbukti melakukan korupsi proyek pengadaan pembangunan pabrik kompos berikut mesinnya selama menjabat sebagai bupati.

Gugatan Ismeth Abdullah (Pemohon I)  dan I Gede Winasa (Pemohon II) tersebut dimasukkan secara bersama-sama dengan menunjuk satu kuasa hukum benama Ai Latifah Fardiyah. 

"Hambatan terhadap Pemohon I dan Pemohon II untuk maju kembali dalam Pilkada adalah pelanggaran fundamental terhadap hak-hak warga negara sebagaimana dijamin dalam UUD 1945. Lebih dari itu, seharusnya narapidana yang telah selesai menjalani masa hukumannya telah menjadi manusia dengan hak-hak yang sama sebagaimana warga negara lainnya," ujar kuasa hukum keduanya, Ai Latifah Fardhiyah sebagaimana dikutip dari website Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (3/7/2015).

Adapun Pasal 7 UU Pilkada selengkapnya berbunyi:

Warga negara Indonesia yang dapat menjadi Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota adalah yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:

g. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

o. belum pernah menjabat sebagai Gubernur, Bupati, dan Walikota untuk Calon Wakil Gubernur, Calon Wakil Bupati, dan Calon Wakil Walikota.

Menurutnya, hak untuk dipilih dan hak untuk memilih merupakan hak konstitusional warga negara sebagaimana dijamin dalam Pasal 27 ayat 1 serta Pasal 28D ayat 1 dan ayat 3 UUD 1945. Adanya pembatasan dalam Pasal 7 huruf g dan o UU Pilkada, jelas Pemohon, merupakan suatu bentuk diskriminasi.

"Selain dinyatakan secara tegas dalam UUD 1945, perlindungan terhadap hak politik warga negara juga diatur dalam UU Hak Asasi Manusia dan berbagai Kovenan Internasional," imbuh Ai Latifah Fardiyah.

Editor: Surya