Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Tak Mampu Kembangkan Kompetensi, Tunjangan Profesi Guru Bisa Dihentikan
Oleh : Redaksi
Jum'at | 26-06-2015 | 09:17 WIB
ilustrasi_guru_-_spanduk_profesional.jpg Honda-Batam
Foto ilustrasi/net

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Penilaian profesionalitas guru selama ini diakui belum dilakukan secara benar. Tunjangan profesi diberikan merata tanpa mengukur profesionalisme guru. Karena itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sedang menyusun ulang skema pemberian tunjangan profesi guru tersebut.

Menurut Pelaksana Harian Kepala Subdirektorat Program Direktorat Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Dikdas, Tagor Alamsyah, seharusnya, tunjangan profesi diberikan sesuai dengan capaian kinerja dan prestasi guru. Oleh karena itu, tunjangan yang sejak 2005 diberikan secara merata, akan dihitung secara profesional dengan memperhitungkan prestasi dan kinerja yang telah dicapai oleh guru.
 
"Selama ini kita belum menjalankan undang-undang dengan benar, karena infrastruktur belum memadai. Dan sekarang kita siapkan secara paralel, infrastruktur dan mekanisme pemberian tunjangannya," kata Tagor seperti yang dikutip dari laman kementerian.

Dijelaskan, instrumen pencapaian guru profesional bisa dilihat dari jumlah ideal guru, pembinaan karir, dan penghargaan serta perlindungan yang diberikan. Jumlah ideal guru dapat dihitung dengan beban kerja 24 jam per minggu dan linieritas dengan sertifikasi.

Untuk pembinaan karir, guru harus memenuhi kualifikasi akademik, kompetensi, dan jenjang karir. Sebagai penghargaan dan perlindungan, guru akan mendapatkan tunjangan profesi, maslahat tambahan, dan perlindungan hukum.
 
Sementara untuk mengukur kompetensi guru dihitung dengan penilaian kinerja guru (PKG), pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB), dan uji kompetensi guru (UKG).  Salah satu skema yang disiapkan adalah dengan melakukan tahapan uji kompetensi.

Di awal tahun, guru akan dinilai kompetensinya melalui UKG. Jika kompetensi yang dimiliki kurang, maka guru harus masuk ke PKB. Setelah masuk PKB, kompetensi guru akan kembali diukur. Bagi guru yang memiliki peningkatan akan dihargai dengan kenaikan jenjang karir. Namun jika tidak, maka guru harus menyisihkan sebagian tunjangan profesi yang diperolehnya untuk melakukan peningkatan kompetensi.
 
Dalam skema Kemendikbud, pengembangan keprofesian berkelanjutan guru dilakukan secara berjenjang. PKB Guru Pertama (golongan III.a-III.b) fokus pada pengembangan diri sendiri, PKB Guru Muda (golongan III.c-III.d) fokus pada pengembangan siswa, PKB Guru Madya (Golongan IV.a, IV.b, IV.c) fokus pada pengembangan sekolah, dan PKB Guru Utama (Golongan IV.d-IV.e) fokus pada pengembangan profesi.
 
Selain peningkatan kompetensi melalui PKB, Tagor juga menyinggung keberadaan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) dan Kelompok Kerja Guru (KKG) yang bisa digunakan sebagai wadah  untuk meningkatkan kompetensi guru. Misalnya, salah satu kendala guru dalam mencapai angka kredit adalah karena kesulitan membuat karya ilmiah atau karya inovatif.

Padahal melalui KKG atau MGMP, kata Tagor, guru bisa memanfaatkan TPG yang diperolehnya untuk bersama-sama untuk meningkatkan kompetensi. "Mereka bisa urunan untuk mendatangkan narasumber yang bisa membantu mereka dalam menyusun karya ilmiah," katanya.
 
Dengan pengukuran seperti ini, maka tunjangan guru bukan lagi menjadi hak, melainkan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh guru. Artinya, dengan tunjangan profesi yang diberikan tersebut guru harus mampu mengembangkan kompetensi diri. Jika tidak, maka tunjangan tersebut akan dihentikan. (*)

Editor: Roelan