Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Saham Indonesia Paling Terpukul

Investor Global Tinggalkan Negara Berkembang
Oleh : Redaksi
Senin | 15-06-2015 | 16:33 WIB
ilustrasi bursa saham.jpg Honda-Batam
Foto ilustrasi/net

BATAMTODAY.COM - INVESTASI di negara berkembang tampaknya tidak lagi digemari. Investor global telah menarik saham sebesar $9,3 miliar dari negara berkembang dalam periode 3-10 Juni.

Arus keluar modal ini terbesar sejak puncak krisis keuangan global pada 2008. Asia menjadi benua yang paling rentan: penanam modal menarik $7,9 miliar dari pasar ekuitas Asia, terbanyak dalam hampir 15 tahun, menurut penyedia data EPFR Global.

Pasar finansial di negara berkembang telah melemah setelah mata uang setempat diperdagangkan di level terendah dalam beberapa tahun terakhir. Obligasi juga turut menurun.

Jika obligasi turut dihitung, penanam modal telah menarik uang terbanyak sejak taper tantrum pada 2013 atau ketika bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve, mulai mengindikasikan akan menaikkan suku bunganya.

Risiko negara berkembang telah familier di telinga penanam modal dan analis, namun besarnya selloff kali ini mengejutkan banyak orang. Aksi penarikan modal kali ini mengikuti selloff obligasi pemerintah AS dan Jerman yang telah mengguncang sentimen global.

Ini juga terjadi jelang peningkatan suku bunga oleh Fed yang diprediksi dilaksanakan tahun ini, yang berpotensi mengirim uang kembali ke negara maju.

"Uang dengan perlahan meninggalkan negara berkembang, termasuk Asia," kata Paul Chan, kepala investasi Asia non-Jepang untuk Invesco Ltd, dengan aset global sebesar $812 miliar. "Ini adalah pengulangan 2013, namun kali ini kita dengan perlahan sudah memperhitungkan kenaikan (suku bunga)."

Analis mengatakan, pengelola dana ekuitas negara berkembang kian merasakan dampak jatuhnya mata uang di Asia, yang mempengaruhi return investor dalam saham dan obligasi. "Mata uang adalah biang keladinya," kata analis Goldman Sachs dalam nota ke klien minggu ini.

Bank AS tersebut memprediksi mata uang negara berkembang akan kembali turun 4 persen terhadap dolar AS dalam satu tahun ke depan.

Banjir keluar modal di Cina yang turut mempengaruhi selloff di negara Asia lainnya terjadi setelah pasar domestik kian bergejolak. Indeks saham acuan Shanghai jatuh 6,5 persen dalam sebuah sesi pada 28 Mei, memicu kekhawatiran soal potensi selloff di tengah restriksi margin trading.

Shanghai Composite Index masih naik 12 persen pada bulan ini, disokong oleh investor lokal, sementara indeks Hang Seng Hong Kong turun 1,4 persen. Secara keseluruhan Indeks Negara Berkembang MSCI turun 2,7 persen bulan ini. Saham-saham Indonesia dan India paling rugi bulan ini di Asia, dengan indeks saham kedua negara anjlok lebih dari 5 persen.

Rupiah telah kehilangan 8 persen nilainya tahun ini atas dolar AS, sementara ringgit Malaysia turun 7,3 persen. Real Brasil anjlok sampai lebih dari 16 persen tahun ini, sama dengan lira Turki. (*)

Sumber: WSJ