Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Masa Keemasan Sudah Berlalu, Demokrat Anjlok Bila Dipimpin SBY
Oleh : Surya
Jum'at | 08-05-2015 | 08:27 WIB
SBY_DEMOKRAT2976168@.jpg Honda-Batam
Susilo Bambang Yudhoyono. (FotoL demokrat.or.id) 

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Pengamat politik dari CSIS Arya Fernandes mengatakan, masa keemasan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah berlalu. Terbukti pada Pemilu 2014 lalu, suara Demokrat anjlok drastis dari 20 persen di Pemilu 2009, menjadi 10 persen di Pemilu 2014. 

Menurutnya, suara hasil Pemilu 2014 lalu mayoritas suara merupakan hasil dari kerja-keras para caleg DPR/DPRD. Bukan karena SBY sebagai magnet politik, ujar Arya dalam Diskusi Dialektika Demokrasi Jakarta, Kamis (7/5/2015).
 
Arya berpendapat, pemilih Demokrat adalah masa mengambang dan sebanyak 20 persen pemilih PD bergeser ke PDIP sebanyak 16,3 persen. Disusul berikutnya Gerindra (14,1), Golkar (8,7. Selebihnya ke PKB, PPP, dan PKS pada pemilu 2014 lalu. Bahwa SBY tidak mampu menjaga loyalitas pemilih.
 
“Jadi, kedekatan pemilih dengan PD itu rendah, sehingga mudah berpindah partai meski loyal di pemilu 2009,” tegas Arya.
 
Pemilu 2014 kata Arya, yang menjadi idola masyarakat itu Jokowi. Karena itu, kalau Demokrat tergantung pada SBY, maka akan berbahaya karena pemilihnya akan berpindah ke lain dan apalagi tidak ada basis ideologi.
 
“Jadi, pasca pemilu 2014 ini Demokrat kehilangan kepercayaan diri dan politik penyeimbang malah dilakukan oleh PAN. Seperti ditunjukkan pada Rakernas PAN, di mana Zulkifli Hasan mampu menyatukan KMP dan KIH,” tambahnya.
 
Bahkan menurut Arya, Demokrat kurang mampu menyelesaikan masalah internalnya, padahal ada Pilkada serentak mulai Desember 2015. Hal itu akan menghabiskan energi kalau tidak secepatnya diselesaikan dan bisa meledak di kemudian hari.
 
“Maka, kalau Demokrat tetap mempertahankan SBY di pemilu 2019, maka Demokrat akan terpuruk. Jadi, SBY itu urgen atau tidak menjadi Ketum Demokrat,” katanya mempertanyakan.

Hal senada disampaikan politisi  Demokrat I Gede Pasek Suardika yang kini menjadi Anggota DPD RI. Pasek mengaku tidak terima disudutkan oleh berbagai opini yang menyebut dirinya sebagai pemecah belah Partai Demokrat. 

Pasek dituding demikian lantaran berani mencalonkan diri sebagai ketua umum partai berlambang bintang mercy itu menantang kandidat incumbent ketua umum Demokrat SBY.

Pasek kemudian menuding balik bahwa justru para pendukung SBY-lah yang telah memecah belah Partai Demokrat. Berdasar sejarahnya, kata Pasek, partai berlambang bintang mercy ini sebenarnya selalu mengalami pergantian ketua umum pada setiap masanya.

“Dalam iklim Demokrat yang selalu dinamis ini belum tumbuh kedewasaan,” ujarnya.

Beberapa pihak bahkan memaknai perbedaan tersebut laiknya akan ada “perang”. Para pengkritik SBY, termasuk dirinya dicap sebagai pembuat kericuhan. Padahal, kata Pasek, partai merupakan tempat berbeda pendapat dan mengembangkan diri.

Namun nyatanya, setiap peluang kritis yang ada selalu ditekan. “Saya maju karena mau menguji perubahan demokrasi di partai kami,” katanya.

Melihat lagi ke belakang, kata Pasek, saat Kongres Luar Biasa (KLB) Demokrat lalu SBY datang secara khusus untuk meminta semua kader mendukungnya secara aklamasi. Hal ini disepakati dengan beberapa catatan pengakomodiran pendukung calon-calon rivalnya.

“Tapi yang terjadi sekjen malah dipilih Mas Ibas, padahal katanya dia mau studi ke Amerika,” katanya kesal.

Deal-deal politik, dan pengakomodiran yang dijanjikan pun digusur, dan mayoritas hilang. Akhirnya permasalahan pun merembet ke DPC, dimana terjadi pemecatan sepihak dengan alasan permasalahan hukum. Para ketua DPC pun tersinggung karena hal ini dianggap menurunkan kredibilitas.

“Tapi saya yakin ini bukanlah ulah SBY tapi garda dua-nya, yang berlindung dan memanfaatkan nama SBY,” katanya.

Keputusan memecat para ketua DPC ini dianggapnya tak menggunakan mekanisme yang tepat. Ia mengaku pernah protes langsung ke SBY dan didengarkan sampai SBY tak ingin tanda tangan pemecatan, artinya, SBY tak antikritik.

“Saya pernah dipecat, tapi oleh Syarief Hasan, bukan SBY,” katanya.

Namun pernyataan Arya berbeda dengan juru bicara DPP Partai Demokrat, Hinca Panjaitan. Menurutnya  justru pada pemilu 2014 lalu, 

Demokrat mengalami kenaikan perolehan suara. Sebab, dalam survei menjelang pemilu itu, suara Demokrat diprediksi hanya 6-7 persen. Tapi, setelah Pak SBY turun ke daerah-daerah terbukti suara Demokrat dalam pemilu 2014 itu, membuktikan sebesar 10 persen.
 
“Setelah keliling daerah sekarang ini, ternyata mereka mendukung dan membutuhkan Pak SBY,” katanya.

Editor: Dodo