Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Tambah Jam Tidur Bisa Sembuhkan 'Keletihan Sosial'
Oleh : Redaksi
Senin | 16-03-2015 | 09:47 WIB
tidur.jpg Honda-Batam
Ilustrasi.

BATAMTODAY.COM - Banyak orang beraktivitas dengan perasaan letih tetapi tidak tahu mengapa. Peneliti berpendapat mereka menderita "keletihan sosial." Solusinya, sesuaikan jadwal kerja.

Peneliti membuat istilah "keletihan sosial" untuk menggambarkan perasaan lelah yang dialami banyak orang.

Masalahnya, menurut pakar biologi Till Roenneberg, banyak orang bekerja dengan jadwal yang tidak sesuai siklus tidur dan bangun alami tubuh mereka, yang disebut ritme sirkadian.

"Jam tubuh memberi jendela yang optimal untuk tidur, mungkin antara tengah malam dan jam delapan pagi atau bahkan lebih lambat dari itu, tetapi jadwal sosial kita menginginkan kita tidur pukul 10 dan bangun pukul enam karena harus bekerja, misalnya. Perbedaan ini sama dengan ketika kita mengalami jetlag,” ujarnya.

Jetlag adalah perasaan sangat letih yang dialami orang yang baru pulang dari perjalanan dengan pesawat ke tempat yang berbeda zona waktu sehingga jam tidurnya berbeda dari biasa.

Roenneberg memimpin peneliti pada Ludwig-Maximilian University di Munchen, Jerman dalam mengkaji "keletihan sosial" di kalangan pekerja di ThyssenKrupp Steel Europe.

Pekerja pabrik dijadwalkan tugas pagi atau malam, disesuaikan kecenderungan tidur alami mereka. Orang yang disebut "burung hantu" tidak pernah dipaksa bangun pagi untuk bekerja. Mereka yang bangun pagi tidak dipaksa bekerja malam.

Menurut Roenneberg, pengaturan jadwal itu meningkatkan kesehatan pekerja.

"Mereka tidur sampai hampir satu jam lebih lama pada hari-hari kerja, sehingga jauh lebih singkat pada hari-hari libur. Biasanya, orang harus mengejar kekurangan tidur pada hari-hari libur. Dengan pengaturan ini, kami dapati karyawan memperpendek tidur pada hari libur dan memperpanjangnya pada hari kerja," kata Roenneberg.

Artinya, dengan jam tidur tambahan, pekerja melaporkan merasa beristirahat lebih cukup, selain merasa kesehatan mereka secara umum sedikit lebih baik.

Namun, Roenneberg mengatakan, mereka yang bekerja malam tidak melaporkan tingkat manfaat yang sama. Ini menunjukkan, kerja shift malam adalah hal yang sulit bagi siapa saja.

Menurut Roenneberg, karyawan yang bangun dengan perasaan lebih segar, lebih produktif.

Ia mengatakan, "Kami masih harus meyakinkan pimpinan bahwa pengaturan ini adalah demi keuntungan finansial bagi mereka, dan tentu saja juga bagi pekerja yang merasakan manfaat kesehatan. Ini masih permulaan sehingga kami datang ke industri besar untuk melakukan percobaan ini untuk menunjukkan bahwa pengaturan jadwal ini berhasil."

Kajian ini diterbitkan dalam jurnal Current Biology.

Tim Roenneberg kini berencana meneliti dugaan kaitan antara "keletihan sosial" dan masalah kesehatan, termasuk obesitas, dalam percobaan dengan tikus.

Sumber: VOA