Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

UN Bukan Penentu Kelulusan, Sekolah Juga Tak Bisa Seenaknya Luluskan Siswa
Oleh : Roelan
Kamis | 12-03-2015 | 14:05 WIB
sosialisasi un disdik kepri.jpg Honda-Batam
Sosialisasi UN 2015 di kantor Dinas Pendidikan Kepri, Kamis (12/3/2015). (Foto: Roelan/BATAMTODAY.COM)

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Ujian Nasional (UN) masih tetap diperlukan meskipun kelulusan siswa ditentukan sekolah. Mengenai objektivitas yang nantinya bakal diragukan, pemerintah sudah menyiapkan langkah-langkah pembinaan.

"UN tetap diperlukan meskipun bukan lagi sebagai penentu kelulusan. Kelulusan siswa diserahkan kepada pihak sekolah," kata Komsyah, anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) kepada BATAMTODAY.COM, di Tanjungpinang, Kamis (12/3/2015).

Dia mengakui, dengan tidak digunakan lagi sebagai tolok ukur kelulusan, objektivitas pihak sekolah bisa diragukan. "Nilai UN-lah yang jadi tolok ukur. Nanti bisa dilihat, apakah nilai yang diberikan sekolah dengan nilai UN itu jomplang atau tidak. Kalau sangat jomplang, tentu memang objektivitas pihak sekolah diragukan," kata Komsyah.

"Nantinya juga bisa dilihat, kelulusan di sekolah 'A', misalnya, sangat tinggi tapi tak terserap di sekolah lanjutan karena nilai UN-nya rendah. Itu juga bisa jadi bahan pertanyaan bagi pihak sekolah," imbuh dia.

Dia menegaskan, pemerintah sudah mempersiapkan hal-hal seperti itu. "Bukan hanya nilai UN saja yang dilihat, tapi nilai kompetensi gurunya bagaimana, sarana prasarananya bagaimana, dan sebagainya. Nanti akan ada pembinaan," ujar Komsyah, seusai sosialisasi UN 2015 di kantor Dinas Pendidikan Kepulauan Riau.

Dia menuturkan, UN tahun-tahun sebelumnya yang menjadi syarat kelulusan, dinilai mengebiri hak-hak siswa. Pasalnya, proses pembelajaran selama tiga tahun hanya ditentukan dalam tiga atau empat hari ujian.

"Ini juga katanya menimbulkan stres bagi siswa. Kemudian menimbulkan kecurangan-kecurangan. Dan memang, pelaksanaan UN sebelumnya banyak diwarnai kecurangan. Karena sebagai syarat kelulusan itu," ujarnya.

Nah, imbuh Komsyah, maka dibuatlah skenario bagaimana agar siswa tidak stres tapi proses belajar selama tiga tahun tetap dihargai. "Yang tahu seperti apa proses belajar selama tiga tahun itu tentulah pihak sekolah. Maka diambillah kebijakan agar kelulusan siswa diserahkan kepada pihak sekolah," jelasnya.

"Tapi, sekolah juga nggak bisa asal meluluskan siswa, sekolah tetap harus menyusun kriteria-kriteria kelulusannya. Misalnya, nilai siswa bagus belum tentu bisa lulus, karena ada penilaian perilaku yang buruk," imbuh Komsyah. (*)

Editor: Redaksi