Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

10 Tahun Lagi, Tenaga Surya Diprediksi Jadi Sumber Energi Termurah di Dunia
Oleh : Redaksi
Rabu | 25-02-2015 | 11:11 WIB
bigstock_Solar_Panel_Installation_9354038.jpg Honda-Batam
Foto ilustrasi/bigstock

BATAMTODAY.COM - MENURUT lembaga "think tank" asal Eropa, Agora Energiewende, energi surya tengah direncanakan untuk menjadi sumber listrik termurah di banyak negara dalam 10 tahun ke depan. Laporan tersebut disusun oleh organisasi yang didanai secara independen, yang dirancang untuk mengarahkan Jerman menuju target energi terbarukan 80 persen.

CEO lembaga tersebut, Dr Patrick Graichen, mengatakan, mereka ingin melihat apakah tren penurunan ongkos photovoltaics atau sel surya akan terus berlanjut. "Temuannya adalah, penurunan ongkos fotovoltaik atau sel surya belum ada habisnya. Teknologi ini masih bisa diperbaiki lebih lanjut sehingga kami berharap, dalam 10 tahun ke depan, fotovoltaik atau sel surya akan menjadi sumber termurah listrik di banyak negara," jelasnya.

Dr Patrick mengatakan, di beberapa negara yang bermandikan matahari, energi ini akan lebih murah ketimbang bahan bakar fosil. Laporan berjudul "Biaya Fotovoltaik Masa Kini dan Masa Depan" itu menemukan bahwa penurunan harga diatur untuk terjadi bahkan dalam skenario yang konservatif, dan dengan asumsi tidak adanya terobosan teknologi yang besar.

Dr Patrick, mantan kepala Divisi Energi dan Kebijakan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup Jerman, mengatakan, biaya yang turun didorong oleh beberapa faktor. "Teknologi itu sendiri, modulnya menjadi lebih murah karena China kini memproduksi mereka dengan skala yang sangat besar," sebutnya.

Ia menerangkan, "Jadi kita memiliki efek teknologi yang matang dengan pasar global, di mana harganya turun, dan kedua, kita harus tahu lebih baik bagaimana mengintegrasikannya ke dalam sistem selama 5-6 tahun terakhir."

Ia mengungkapkan, sangat mengejutkan Australia tak mempraktekkan teknologi ini ke tingkat seperti yang dilakukan Jerman. "Di Jerman, kami memiliki program ekstensif fotovoltaik atau sel surya beberapa tahun belakangan ini, dan itu menyebabkan sekitar 40 gigawatt panel diinstal," kata Dr Patrick.

Ia lantas menjelaskan, "Itu pun masih 6 persen dari produksi listrik kami, tapi tetap saja sudah 6 prsen, dan kami telah melihat bagaimana hal itu telah berdampak pada sistem kelistrikan kami, dalam artian bahwa kami tak perlu lagi memakai sumber listrik berbahan bakar gas secara maksimal di musim panas."

Dr patrick mengatakan, mengingat iklim Australia yang cerah, energi surya harusnya berkembang. "Jika Anda melihat teknologi itu dan bertanya pada diri sendiri, 'di manakah di masa depan kita akan memiliki energi murah dan bersih?’ Itu akan menjadi negara-negara dengan banyak matahari dan dengan kondisi investasi yang stabil," jelasnya.

"Anda melihat banyak proyek energi surya kini masuk ke wilayah teluk Amerika Serikat, di negara bagian New Mexico, California, Texas, namun Australia kurang dalam konsep itu," tambahnya.

Sementara biaya produksi perangkat keras untuk panel tenaga surya akan terus menurun terlepas dari kondisi lokal, studi ini menyoroti lingkungan keuangan dan peraturan yang akan menjadi kunci dari harga yang sedang jatuh.

Kondisi peraturan yang stabil diperlukan untuk menjaga agar biaya produksi tetap turun. Dr Patrick mengatakan, dunia membutuhkan energi murah dan bersih yang bisa diberikan tenaga surya.

"Jelas ini merupakan ancaman bagi semua orang yang bertaruh pada batubara, tetapi selalu ada perubahan struktural, perubahan struktural utama untuk perekonomian," ujarnya.

Ia mengutarakan, "Mereka yang sedang membangun rel kereta api juga tak senang adanya mobil, tapi pada akhirnya mobil juga laku karena teknologi itu lebih cocok dengan kebutuhan abad ke-20." (*)

Sumber: ABC