Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Jarum Suntik 'Pintar' Hentikan Penyebaran Infeksi Berbahaya
Oleh : Redaksi
Selasa | 24-02-2015 | 12:05 WIB

BATAMTODAY.COM - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) meluncurkan kampanye global untuk menghentikan penggunaan jarum kotor dan jarum suntik yang menyebabkan jutaan infeksi yang membahayakan setiap tahun.

Inisiatif WHO ini bertujuan untuk mencegah suntikan yang tidak aman dengan mempromosikan jarum suntik "pintar" yang tidak bisa digunakan lebih dari sekali.

Suntikan seharusnya menyembuhkan penyakit dan menyelamatkan jiwa. Dan di sebagian besar kasus, memang begitu. Tapi WHO memperingatkan bahwa banyak suntikan dari 16 miliar suntikan yang dilakukan setiap tahun menyebarkan infeksi yang seringkali mematikan karena penggunaan ulang jarum suntik yang terkontaminasi.

WHO melaporkan sekitar 10 persen suntikan yang digunakan untuk imunisasi dan prosedur seperti transfusi darah dan kontrasepsi yang menggunakan suntikan umumnya aman. Masalahnya ada di 90 persen kasus yang mengharuskan penggunaan jarum suntik untuk menyuntikkan obat melalui otot atau kulit. WHO mengatakan sebagian besar suntikan ini tidak diperlukan atau bisa digantikan dengan pengobatan oral.

Koordinator WHO untuk Departemen HIV/AIDS, Gundo Aurel Weiler, bahkan memperingatkan suntikan-suntikan ini seringkali tidak aman dan menyebabkan penyebaran penyakit-penyakit infeksi yang mematikan ke seluruh dunia.

"Kita tahu bahwa 1,7 juta infeksi Hepatitis B mungkin disebabkan oleh suntikan yang tidak aman dan lebih dari 300.000 infeksi Hepatitis C setiap tahun. Jadi, ini kontribusi yang besar untuk epidemik Hepatitis viral," kata Weiler. "Pada tahun 2000, diperkirakan sekitar 10 persen infeksi HIV disebabkan oleh suntikan yang tidak aman, dan pada tahun 2010, telah berkurang sampai kurang dari satu persen... jadi ada pengurangan cukup besar dalam penularan HIV yang disebabkan oleh penggunaan jarum suntik yang tidak aman, berkat promosi kebijakan-kebijakan suntikan yang aman atau bersih."

Walaupun ada kemajuan seperti ini, Dr. Weiler mencatat sekitar 33.800 orang setiap tahun masih terinfeksi HIV melalui suntikan yang tidak aman. Ia mengatakn infeksi yang mematikan ditularkan ketika jarum suntuk yang kotor atau digunakan untuk lebih dari satu orang.

Resiko-resiko serupa khususnya dihadapi di negara-negara berkembang, tapi suntikan tidak aman atau tidak bersih terjadi di seluruh dunia. 

WHO mengatakan solusi untuk jutaan orang di negara-negara kaya dan negara-negara miskin sama. Menurut WHO jutaan orang bisa terlindung dari penyakit-penyakit menular dengan beralih ke jarum suntik "pintar" yang hanya bisa digunakan sekali.

Jarum suntik ini tersedia dalam beberapa model. Di salah satu model, setelah penggunaan alat suntik akan rusak dengan sendirinya. Model lainnya menggunakan klip metal yang memblok pergerakan jarum suntik atau jarum yang masuk ke dalam tabung suntikan setelah penyuntikan.

Lisa Hedman dari Departemen Obat-obatan Esensial dan Produk Kesehatan WHO mengatakan WHO tidak merekomendasikan alat khusus karena tidak semua suntikan sama. Ia mengatakan alat-alat yang berbeda dibutuhkan untuk aplikasi yang berbeda.

"Ada beberapa teknologi yang tersedia dan alasannya adalah karena tidak ada satu solusi yang bisa diterapkan untuk semua kebutuhan, tapi kami mencoba untuk membuat alat yang tersedia seaman mungkin dan tidak bisa digunakan berkali-kali dan sesuai dengan kebutuhannya," kata Hedman.

Kampanye penggunaan jarum suntik aman yang dipimpin oleh WHO sebelumnya antara 2000 dan 2010 mempunyai kemajuan yang cukup berarti. Kampanye tersebut menurunkan tujuh kali lipat penggunaan jarum suntik berkali-kali di negara-negara berkembang.

Tujuan dari prakarsa baru ini adalah untuk mengajak semua negara untuk hanya menggunakan jarum suntik "pintar" pada tahun 2020, kecuali untuk beberapa situasi khusus. WHO menyerukan produsen untuk menambah produksi alat-alat ini.

Jarum suntik tanpa fitur keamanan dijual seharga tiga sampai empat sen (dolar) di negara-negara berkembang. Jarum suntik "pintar" baru harganya setidaknya dua kali lipat lebih mahal. Tapi WHO yakin harganya akan turun begitu permintaan bertambah.

Sumber: VOA