Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Tiga Bulan Tak Bergaji, Anak Buruh PT Jasa Prima Mandiri Ini Terpaksa Putus Sekolah
Oleh : Gabriel P Sara
Rabu | 18-02-2015 | 08:36 WIB
sumarno_buruh_pt_jsm.jpg Honda-Batam
Sumarno, buruh PT Jasa Prima Mandiri saat curhat mengenai beban hidupnya. (Foto: Gabriel P Sara/BATAMTODAY.COM)

BATAMTODAY.COM, Batam - Sumarno (56), karyawan PT Jasa Prima Mandiri terpaksa hanya bisa menangis. Dia mengaku tidak bisa membiayai anaknya dan harus putus sekolah karena gajinya selama tiga bulan belum dibayar oleh perusahaan galangan kapal tersebut.

Di hadapan ratusan rekannya yang sama-sama memperjuangkan nasib mareka di depan perusahaan tersebut, Selasa (17/2/2015), Sumarno curhat atas beban yang ia pikirkan dan harus ia tanggung sendiri.

Pria yang mengakui mempunyai 12 anak, 32 cucu serta 4 cicit itu hidup bersama sang istri di ruli Kampung Baru RT04/RW13. Gajinya sebagai buruh itulah satu-satunya nafkah untuk menghidupi keluarganya. Akibat gaji yang tak dibayar perusahaan, salah seorang anaknya terpaksa harus putus sekolah di Palembang, Sumatera Selatan, karena tak bisa membiayai pendidikannya.

"Sudah tiga bulan batin saya sangat tersiksa, merasa bersalah. Bagaimana tidak, orang tua seharusnya membahagiakan anak-anaknya. Tapi saya tidak. Semuanya karena perbuatan orang-orang yang tak punya hati (pihak PT Jasa Prima Mandiri, red). Anak saya terpaksa putus sekolah, karena nggak bisa bayar lagi uang sekolahnya. Tiap hari menangis," ujar Sumarno dengan wajah berlapis debu galangan sambil meneteskan air mata kepada pewarta.

Dia mengaku sangat berat menghidupi keluarganya. Namun perjuangan untuk membahagiakan keluarganya tak pernah surut. "Siang malam saya kerja. Kalau ada lembur, ya saya ikut lembur walaupun umur saya suda segini (tua, red). Ini saya lakukan untuk kebahagiaan keluarga besar saya. Ini tanggung jawab saya," tuturnya sambil menepuk dada dan terisak.

Sejak bos PT Jasa Prima Mandiri itu tak bisa dihubungi dan diduga kabur, Sumarno semakin kebingungan dan butuh bagamana cara untuk menafkahi keluargannya.

Memang, tidak semua keluarganya berada di Batam. Sebagian besar keluarganya berada di kampung. Namun dirinyalah yang menjadi tulang punggung keluarga besarnya itu.

"Keluarga saya lebih banyak di kampung, tapi semua itu tanggung jawab saya. Saat ini saya benar-benar butuh dan nggak tahu harus bagaimana. Mencari ke mana? Sebenarnya tiap bulan uang hasil keringat saya bagi dua, sebagian kirim ke kampung dan sisanya untuk biaya hidup keluarga yang di Batam," keluh Sumarno lagi.

"Bahkan, utang saya pun juga besar. Kemarin, saya cek utang saya di warung itu sampai Rp3 juta. Dari mana saya dapat uang sebanyak itu? Gaji saya tak pernah dibayar. Untuk klaim Jamsostek juga tak bisa. Saya sudah tua, tapi belum dipensiunkan. Sudah lama saya tak kirim uang ke kampung. Entah di sana (kampung) anak saya makan apa," ucap Sumarno dengan mata basah.

Ia juga mengaku sempat jatuh sakit. Karena mempunyai tanggung jawab yang besar, sakit tidak menjadi alasan untuknya beristiraha tapi harus bangun dan bekerja karena tanggung jawab yang ia pukul tak kecil.

"Saya punya darah tinggi. Pinggang dan kaki saya juga sering sakit. Kadang, dulu waktu bekerja, saya sering melamun di tugboat buatan perusahaan ini. Saksinya teman-teman semua. Saya memikirkan, gimana kabar keluarga saya di kampung. Sehatkah mereka? Saya selalu berdoa dan meminta maaf karena tak bisa membahagiakan mereka," papar Sumarno.

Di lokasi berkumpulnya ratusan buruh yang melakukan mogok kerja lantaran gaji selama tiga bulan sejak November lalu tak penah dibayar, rekan-rekannya menasehati Sumarno untuk tetap sabar dan jangan putus asa.

"Dia (Sumarno, red) selalu cerita permasalahannya ke kami, sambil nangis. Ya mau gimana lagi, kami mengalami nasib yang sama. Kami selalu mengingatkan dia untuk tetap semangat dan tegar. Semua masalah pasti ada jalan keluarnya," ujar salah satu sahabatnya yang setiap hari berangkat kerja bersama.

Para buruh juga mempertanyakan keberadaa Andi Afandi, bos PT JPM di kawasan Kavling Dapur 12, Seipelunggut, Sagulung. Menurut sejumlah buruh, Andi dan staf-staf kantor lainnya sudah menghilang sejak lama. Dua nomor telepon milik Andi yang dihubungi buruh juga sudah tak aktif. Bahkan buruh menduga kalau bos mereka itu sudah kabur.

"Nggak ada kabar dari pihak perusahaan ini, mungkin sudah kabur. Ya mudah-mudahan pemerintah membuka matalah dengan masalah yang kami hadapi sekarang. Kasihan nasib kami, tiga bulan kerja cuma-cuma, gaji nggak dapat," kata Sumarno.

Para buruh hanya berharap bisa bertemu dengan manajemen perusahaan dan ingin meminta kejelasan serta apa kendala yang dihadapi sehingga sampai tiga bulan mareka tak diberikan gaji.

"Kami ingi transparan saja, apa masalahnya. Kalau kayak gini gelisah kami, nasib kami terombang-ambing, nggak jelas. Ke Disnaker sudah kami laporkan, begitu juga ke polisi. Sama saja, nggak ada hasil dan titik temu," kata Sharul, buruh lainnya. (*)

Editor: Roelan