Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Meraih Impian Swasembada Pangan
Oleh : Redaksi
Jum'at | 13-02-2015 | 11:39 WIB

Oleh: Amril Jambak*
 
SWASEMBADA pangan menjadi target utama program pembangunan pemerintah tiga tahun ke depan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) pada Kementerian Pertanian yang bersinergi dengan lintas instansi, penuh semangat menyingsingkan lengan menyatukan misi, mengikis rasa ego sektoral, berjibaku bekerja, bekerja dan bekerja menyongsong program swasembada pangan.

Sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo bahwa Insinyur (peneliti) harus turun ke sawah, maka dengan segera Balitbangtan berkoordinasi baik internal maupun eksternal, menyusun strategi, pemetaan wilayah strategis  dan turun ke lokasi dengan mengerahkan segala sumber daya untuk satu tujuan swasembada pangan khusunya padi, jagung dan kedelai (PJK).

Mengenai perihal ini, Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam suatu kesempatan mengatakan pemerintah berupaya bisa mencapai swasembada sejumlah kebutuhan pokok dalam waktu dua hingga tahun dalam upaya menjaga ketahanan dan keamanan pangan nasional.
 
"Pemerintah sebagaimana janji kita dan juga kedepannya agar ekonomi berkembang harus keamanan pangan. Salah satu yang kita bicarakan adalah dalam dua hingga tiga tahun mendatang bahkan mungkin satu tahun sudah swasembada padi, gula, jagung dan kedelai," kata Jusuf Kalla di Kantor Wapres Jakarta, Senin (15/12/2014), seperti dirilis Republika Online.
 
Hal tersebut disampaikan saat menyaksikan penandatanganan Surat Edaran Bersama Upaya Khusus Pencapaian Swasembada Padi, Jagung, dan Kedelai.
 
Penandatanganan dilakukan Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimoeljono, Wakil Kepala Polri Komjen Pol Badrodin Haiti, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo, serta Jaksa Agung HM Prasetyo. Ikut menyaksikan Menteri Perekonomian Sofyan Djalil.
 
Tujuan surat edaran itu untuk melancarkan pengadaan bibit dan operbaikan saluran irigasi yang dapat dilakukan dengan penunjukan langsung.
 
Menurut Wapres, agar mampu mencapai swasembada pangan setidaknya dibutuhkan sejumlah persyaratan seperti bibit yang benar, baik dan tepat waktu.
Juga ketersediaan pupuk yang tepat waktu. "Serta pengairan yang direhabilitasi serta penyuluhan," kata Wapres.
 
Agar semua proses penanaman tepat waktu maka diperlukan suatu kepastian hukum agar tidak terjadi telat pengadaan dan tanam. "Jangan sampai telat lagi pengadaan kebutuhan pertanian dan bibit yang diperoleh harus bersertifikat. Oleh sebab itu kalau dalam situasi mendesak tak perlu tender," kata Jusuf Kalla.
 
Pengalaman selama ini kalau diadakan tender pengadaan untuk pertanian dibutuhkan waktu 45 hari sehingga waktunya terlalu lama. Selain itu, katanya, kalau diadakan tender harga kebutuhan pertanian malah jauh lebih tinggi. "Di sinilah mafia korupsi ada dan benih tidak bersertifikat. Akhirnya produksi padi dan jagung turun," katanya.
 
Demikian juga untuk irigasi, Wapres menyebutkan, hal tersebut tak lagi harus ditenderkan mengingat kalau ditender akan makan waktu enam bulan.
Jusuf Kalla menilai surat edaran sangat penting dalam upaya untuk tkidak melanggar keputusan presiden atau ketentuan lainnya.
 
"Sebenarnya tanpa surat edaran tidak apa-apa. Tapi pengalaman kita bisa lebih cepat dan berani jika didukungoleh penegak hukum serta untuk mencegah hal-hal yang dikhawatirkan," kata Wapres.
 
Dikutip dari depkeu.go.id, era Orde Baru, pada saat pemerintah bercita-cita mewujudkan swasembada pangan, pengembangan rekayasa genetika sungguh sangat membantu untuk mewujudkannya. 

Pada masa penjajahan Belanda dulu, bidang pertanian banyak dikembangkan untuk kepentingan pemerintah penjajah dengan menerapkan metode tanam paksa. Banyak hasil pertanian yang favorit dan legendaris di pasaran internasional, seperti rempah-rempah, tembakau, kopi, tebu, dan lain-lain.
 
Di masa penjajahan Jepang, dengan metode kerja rodi, Jepang memaksa para petani menanam berbagai hasil pertanian untuk kepentingan mereka, seperti beras, jagung, dan pohon jarak sebagai bahan bakar. 

Di awal kemerdekaan, pembangunan pertanian dipengaruhi semangat nasionalisme dan untuk mencukupi seluruh kebutuhan rakyat, terutama kebutuhan pokok, seperti beras, jagung, kedelai, ketela, kacang tanah, dan kebutuhan akan ikan serta daging. Masih di era ekonomi Soekarno tahun 60-an, pendekatan perencanaan pembangunan mulai dicanangkan seperti intensifikasi, ekstensifikasi untuk mendukung memenuhi kebutuhan pangan nasional. Walaupun dalam jangka pendek pemerintah tidak dapat memenuhi kebutuhan pangan secara penuh, bahkan terjadi lonjakan inflasi yang cukup tinggi. 

Di masa Orde Baru, dengan anggaran APBN cukup besar yang melanjutkan program intensifikasi dan ekstensifikasi dengan semangat swasembada pangan, akhirnya secara umum tercapai. Program pengembangan infrastruktur begitu intensif seperti pembangunan irigasi, waduk dan bendungan, pabrik pupuk di mana-mana dan berdiri berbagai lembaga penelitian pangan.
 
Kita masih ingat pemberdayaan petani cukup dominan, seperti kelompencapir, sebagai media penyambung antara program pemerintah dengan petani. Banyak program lain yang dijalankan, seperti kredit untuk tani, subsidi pupuk, benih dan lain-lain.
 
Hal itu didukung program transmigrasi serta pemanfaatan lahan tidur yang disulap sebagai lahan pertanian. Terlepas dari dampak negatif program-program tersebut, tetapi kebutuhan akan bahan pokok makan terpenuhi. Tentu program ini berhasil, walaupun nasib dan derajat petani belum sepenuhnya terangkat.
 
Jika dilihat kondisi saat ini, swasembada pangan yang dicanangkan pemerintah pusat melalui upaya khusus (Upsus) dengan melibatkan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD), merupakan program yang perlu didukung oleh seluruh stakeholder.
 
Meskinya, tidak hanya pemerintah semata yang memberikan dukungan. Melainkan komponen masyarakat yang ada di Tanah Air pun seharusnya memberikan dukungan dengan menyelaraskan program pemerintah itu sendiri, yakni upaya khusus percepatan pencapaian swasembada pangan (padi, jagung, dan kedelai).
 
Guna program ini mencapai sasaran, dan capaian program sesuai target, menurut hemat penulis, pemerintah (pusat hingga ke daerah) harus membuat regulasi yang rapi, mulai dari tanam hingga masa panen sampai penjualan.
 
Persoalan teknis lainnya, seperti irigasi, bibit, dan ketersediaan pupuk untuk petani harus menjadi perhatian utama. Jika ini hilang salah satunya, diyakini program upaya khusus percepatan pencapaian swasembada pangan (padi, jagung, dan kedelai) akan sia-sia. Kebutuhan pangan akan tetap didatangkan dari luar negeri, salah satunya dari Thailand.
 
Penulis optimis, program ini akan berjalan sesuai dengan rencana, karena semua pihak termasuk TNI-AD diberdayakan membantu masyarakat dan pemerintah dalam menjalankan program tersebut. Dan berharap ke depan, negeri ini swasembada pangan, dan bisa kembali membusungkan dada seperti yang pernah terjadi pada pemerintahan yang dipimpin Presiden Soeharto, mudah-mudahan!
 
*) Penulis adalah peneliti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia.