Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

DPR Tegaskan Proton Tak Layak Jadi Mobnas
Oleh : Surya
Jum'at | 13-02-2015 | 07:46 WIB

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menilai  Proton yang merupakan produk otomotif Malaysia tidak cocok menjadi mobil nasional (mobnas).

Mobnas haruslah buatan asli Indonesia, bukan buatan asing sehingga kerjasama proyek mobil nasional antara Proton dengan PT Adiperkasa Citra Lestari (ACL) dinilai tidak tepat.

"Produk mobnas itu adalah hasil rekayasa dari para teknisi Indonesia, kemudian dirakit dan dipasarkan di dalam negeri," kata Wakil Ketua Komisi VI DPR Dody Reza Alex Nurdin dalam diskusi 'Mengapa Menggandeng Proton dalam Mobil Nasional'  di DPR RI, Kamis (12/2/2015). 

Dodi tidak mempermasalahkan Malaysia memperluas pasar otomotiifnya ke Indonesia untuk Mobnas. “Namanya juga B to B, maka kehadiran Jokowi juga tidak masalah meski dipertanyakan banyak kalangan," ucapnya.
 
Menurutnya,  mobil produksi Proton saat ini sudah kehilangan pangsa di negerinya sendiri. Ini terbukti dari menurunnya penjualan Proton selama 3 hingga 4 tahun terakhir menjadi 17,1 persen pada 2014 lalu. Hal ini, kata Dodi, mesti diantisipasi betul.

"Sehingga saya melihat ini adalah upaya Proton dimana di Malaysia nya sendiri ini mengalami penurunan, tidak terpakai, kemudian dibuang ke Indonesia, kemudian nantinya akan mendapatkan, barang kali ya, ini maunya mereka yang harus kita cegah, fasilitas-fasilitas khusus dari pemerintah," katanya. 

Dodi menilai, proyek mobnas lebih baik menggandeng induk perusahaan otomotif, misalnya Mitsubitshi. Selain itu, mobnas juga harus memiliki kandungan lokal yang tinggi, tidak asal mengimpor produk utuh ke Indonesia. Menurutnya, hal itu bukan definisi mobnas yang tepat.

"Mobnas itu setidaknya kandungan lokalnya lebih dari 50 persen. Misalnya, bajanya dari Indonesia, bannya dari Indonesia, dan lain-lain,"  jelasnya.

Ia juga menilai kerjasama antara Proton dengan PT ACL merupakan hal yang wajar selama tidak melibatkan pemerintah. Namun, ia  mempertanyakan kehadiran Presiden Joko Widodo dalam penandatanganan kerjasama beberapa waktu lalu yang menimbulkan sejumlah spekulasi publik.

“Pada saat itu,  entiment Indonesia dengan Malaysia ini kan sedang tidak baik kemarin. Ada permasalah ketenagakerjaan, ada pernyataan-pernyataan yang bernada melecehkan masyarakat kita di Malaysia. Sehingga wajar bila saat itu, kehadiran presiden menjadi pertanyaan publik. Ada apa ini MoU antara kedua perusahaan swasta ini? Apakah nanti ada intervensi dari pemerintah? Karena belum apa-apa sudah auranya sudah kurang baik,” ungkapnya.

Ia khawatir adanya intervensi dari pemerintah karena kehadiran Jokowi saat itu. intervensi, kata Dodi, bisa berbentuk perlakuan khusus dari pemerintah atas kerjasama ini, misalnya pembebasan fiskal, impor utuh dari luar negeri, dan sebagainya.

Editor : Surya