Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Apindo Kepri Minta Ada Pengecualian Implementasi UU Mata Uang di Kawasan FTZ BBK
Oleh : Gokli Nainggolan
Sabtu | 31-01-2015 | 10:36 WIB
cahya_apindo_-_angkat_tangan.jpg Honda-Batam
Cahya, Ketua Apindo Kepri. (Foto: dok/BATAMTODAY.COM)

BATAMTODAY.COM, Batam - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepulauan Riau (Kepri) berharap Bank Indonesia (BI) dan pemerintah membuat kebijakan agar penerapan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang dikecualikan di kawasan free trade zone (FTZ) Batam, Bintan dan Karimun.

Menurut Ketua Apindo Kepri, Cahya, penerapan UU Mata Uang di kawasan FTZ BBK akan berdampak hilangnya sejumlah transaksi keuangan yang menimbulkan terjadinya potensial loss. Padahal, lanjutnya, saat ini kontrak-kontrak perusahaan di kawasan FTZ BBK masih menggunakan mata uang asing.

"Kita khawatir transaksi dilakukan di luar negeri untuk menghindari UU Mata Uang. Pasti akan banyak dampak. Karena itu perlu ada kebijakan yang mendukung kawasan FTZ BBK," kata dia, Jumat (30/1/2015) sore.

Dia juga mengatakan sebagai warga negara yang baik, pada prinsipnya Apindo Kepri mendukung penerapan UU Mata Uang di Indonesia. Bahkan, semua barang yang terpajang di tiap toko harus diubah ke dalam kurs rupiah. "Namun masalah kontrak perusahaan dalam mata uang asing, masih menunggu petunjuk dari BI," sebutnya.

Terkait adanya penegakan hukum yang dilakukan kepolisian di Batam dan Bintan atas penggunaan mata uang asing untuk transaksi, lanjutnya, Apindo Kepri sudah duduk bersama dengan BI serta kepolisian. Ia berharap ada solusi terbaik agar permasalahan itu cepat terselesaikan.

"Sejak adanya penangkapan itu kami sudah duduk bersama. Kita minta kebijakan yang mendukung kelangsungan kawasan FTZ BBK perlu dibuat," tutupnya.

Diberitakan sebelumnya, Polda Kepri ternyata sudah melakukan penanganan terhadap pelaku pelanggaran UU Mata Uang yang melakukan transaksi bisnis menggunakan mata uang asing.

Kasubdit II Cyber Crime Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kepri, Ajun Komisaris Besar Polisi Mudji Supriadi, mengatakan, ada tiga orang yang ditetapkan tersangka dalam kasus pelanggaran UU Mata Uang ini.

"Satu di Batam dan dua di Lagoi, Bintan. Yang di Batam sudah kita limpahkan kasusnya ke kejaksaan. Sementara yang di Bintan masih proses," kata Mudji, Kamis (29/1/2015).

Mudji menyebut, satu tersangka di Batam berinisial TT alias H (50). Pengusaha restoran ini ditangkap pada Minggu (19/10/2014) lalu saat pekerja di tempat usahanya menerima pembayaran dari wisatawan asing menggunakan mata uang dolar Singapura.

"Setelah melihat transaksi tersebut, anggota mendekati pelayan restoran tersebut dan memperkenalkan diri. Anggota meminta mata uang asing yang digunakan untuk transaksi beserta nota pembayaran," jelasnya.

Setelah dilakukan penyelidikan langsung kepada pelayan dan kasir restoran tersebut, polisi melihat dua orang warga negara asing yang akan dimintai keterangannya sudah tidak berada di lokasi. Selanjutnya kasir dan TT dibawa ke Mapolda Kepri guna proses lebih lanjut.

Kasus selanjutnya terjadi pada Selasa (16/12/2014) sekitar pukul 10.15 WIB di sebuah kafe di Pelabuhan Internasional Bandar Bintan Telani Lagoi, Kabupaten Bintan. Kasir kafe berinisial DF (24) juga ditetapkan sebagai tersangka.

"Barang bukti yang diamankan berupa 1 lembar struk belanja tanggal 16 Desember 2014 no 14121600025. Mata uang dolar Singapura sebesar 39 dolar  dengan berbagai pecahan uang kertas dan koin (sen)," jelasnya.

Uang dolar yang disita, lanjut Mudji, adalah milik konsumen yang telah membeli manisan mangga sebanyak sembilan kantong di kafe tersebut.

Sebagaimana diketahui, pada 22 Oktober 2014 lalu, Bank Indonesia Kantor Perwakilan Kepri dan Polda Kepri menandatangani nota kesepahaman sebagai tindak lanjut penandatanganan pedoman kerja antara Bank Indonesia dan Kepolisian Negara RI bulan sebelumnya agar terjadi sinergi kelembagaan khususnya di bidang penegakan hukum.

MoU tersebut merupakan wujud keseriusan pihak kepolisian dalam penegakan hukum demi menjaga agar mata uang rupiah tetap menjadi tuan rumah di negeri sendiri sehingga aturan harus ditegakkan dan diimplementasikan.

Penandatanganan MoU tersebut disaksikan langsung Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, Komjen Pol Suhardi Alius, dan Deputi Gubernur BI, Ronald Waas. Namun, meski penandatangan MoU dilaksaksanakan pada 22 Oktober 2014, ternyata pihak Polda Kepri sudah menangkap tersangka TT alias H ditangkap pada 19 Oktober 2014. (*)

Editor: Roelan