Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Miris, DAK untuk Madrasah Cuma Rp16 Triliun Sementara untuk Sekolah Rp256 Triliun
Oleh : Redaksi
Kamis | 22-01-2015 | 10:19 WIB
ilustrasi_madrasah.jpg Honda-Batam
Foto: net

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Dana alokasi khusus (DAK) bidang pendidikan yang diberikan kepada madrasah sangat jauh berbeda dengan yang diberikan ke sekolah. DAK untuk sekolah mencapai Rp256 triliun, sementara untuk madrasah hanya Rp16 triliun (6 persen) meskipun kontribusi madrasah terhadap pendidikan nasional mencapai 20 persen.

"Ada masalah yang sangat fundamental dalam pengelolaan madrasah di Pendis (Pendidikan Islam) yang tidak pernah bisa selesai kalau tidak ada skema penanganan khusus tentang sarana dan prasarana madrasah. Karena anggaran yang selama ini tersedia untuk sarana dan prasarana madrasah itu hanya bisa mengcover sekitar 3 - 5 persen dari total masalah sarana dan prasarana," papar Kamaruddin Amin, Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Pendis), Kementerian Agama.

"Jadi, kalau setiap tahun hanya 3 - 5 persen, artinya sampai kapan pun masalah sarana dan prasarana (di madrasah) ini tidak selesai," imbuh Kamaruddin, seperti dilansir dari laman kementerian.

Dia menjelaskan, kontribusi madrasah terhadap pendidikan nasional mencapai 20 persen. Kendati demikian total anggaran yang tersedia baru 6 persen dari anggaran DAK yang didistrbusikan ke daerah dan hanya diperuntukan bagi sekolah yang mencapai 256 triliun.

"Coba bayangkan, anggaran madrasah itu hanya Rp16 triliun di seluruh Indonesia. Sementara DAK untuk sekolah  yang dikirim ke daerah itu Rp256 triliun.  Artinya, hanya 5 - 6 persen anggaran madrasah dari DAK.  Padahal kontribusi madrasah itu hampir 20 persen. Jadi sangat tidak proporsional anggaran itu," paparnya.

Menurutnya, jika ada keinginan dari pengambil keputusan di negeri ini untuk mengatasi masalah madrasah, maka harus ada kebijakan yang bisa diambil, salah satunya dengan mengurangi DAK yang dikirim ke daerah untuk dipindahkan ke APBN Kementerian Agama yang dialokasikan untuk menanggulangi masalah sarana prasarana (sarpras) madrasah.

Untuk itu diperlukan perubahan politik anggaran yang lebih berpihak kepada madrasah. Jika tidak, lanjut guru besar UIN Alauddin Makassar ini, masalah sarpras madrasah akan terus ada.

"Memang, dengan anggaran yang apa adanya seperti sekarang ini, memang tetap bisa jalan. Buktinya kualitas madrasah juga tidak jelek, bisa bersaing. Tapi kita kan menyaksikan madrasah roboh, madrasah kumuh, madrasah runtuh di mana-mana. Itu tidak akan pernah selesai, makin lama makin banyak karena memang anggaran yang tersedia sangat kecil," jelasnya.

Satu-satunya jalan, kata Kamaruddin Amin, adalah menambah anggaran sarana dan prasarana. Kalau DAK yang ditransfer ke daerah hanya untuk sekolah sehingga tidak mungkin diperuntukan bagi madrasah karena instansi vertikal, mestinya alokasi DAK bisa dikurangi dan dialokasikan untuk madrasah melalui APBN Kemenag.

"Ambil 2 persen dan dibawa ke APBN Kementerian Agama. Pendis untuk menangani masalah sarana dan prasarana. Kita sudah menghitung, kira-kira membutuhkan Rp5 - 6 triliun per tahun," terangnya.

Jika Ditjen Pendis mendapatkan anggaran tambahan Rp6 triliun, katanya, masalah sarana prasarana bisa diatasi dalam lima tahun. "Paling tidak rehab berat (madrasah) yang roboh-roboh dalam lima tahun bisa tuntas, bisa selesai," tambahnya.

Relokasi sedikit anggaran dari DAK untuk madrasah relevan, kata Kamaruddin, karena pada kenyataannya DAK selama ini juga tidak habis terserap. Setiap tahun menjadi silpa di daerah karena daerah tidak bisa menyerap tuntas.

Karena itu, katanya, akan lebih baik jika dialokasikan ke madrasah yang memang membutuhkan. "Kan juga sangat menyedihkan. Sekolah-sekolah di daerah gubernur bantu, bagus-bagus. Sementara di sebelahnya ada madrasah roboh. Senjangnya kelihatan banget. Sama-sama rakyat Indonesia. Kalau gubernur tidak bisa bantu karena DAK, ya sudah kurangi sedikit DAK, pindahkan ke APBN Kementerian Agama," tandasnya. (*)

Editor: Roelan