Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Mengintip Lemahnya Pengawasan di Pelabuhan ASDP di Kepri
Oleh : Hadli
Senin | 19-01-2015 | 16:01 WIB
pelabuhan_roro_tguban_-_truk_tak_diperiksa.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Truk over-kapasitas hanya berhenti sesaat di pelabuhan ASDP Tanjunguban. Sama halnya seperti di Pelabuhan roro Telagapunggur, Batam, muatan truk-truk tersebut juga tak diperiksa. (Foto: Hadli/BATAMTODAY.COM)

BATAMTODAY.COM, Batam - Jika dibilang harga barang-barang, seperti elektronik, di Batam lebih murah dari daerah lain, itu karena sokongan sebagai daerah perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, atau dikenal sebagai kawasan free trade zone (FTZ).


Produk-produk dari luar negeri pun bebas tercurah ke Batam, baik yang berstandar ataupun abal-abal. Barang-barang yang dijual tanpa pajak itu pun jadi incaran konsumen, terlebih dari luar Batam.

Permintaan terhadap barang-barang di Batam juga tinggi. Karena bermental dagang, pengusaha juga ingin barang-barang yang dijualnya bisa laku sebanyak-banyaknya. Jika pasar di Batam sudah jenuh, maka barang-barang konsumtif tersebut perlu "dilempar" ke luar Batam. Pun karena permintaan dari luar Batam terbilang tinggi. Daripada harus bayar ongkos transportasi, konsumen lebih memilih membeli barang-barang di daerahnya yang harganya tak terpaut jauh dengan di Batam.

Sayangnya, aturan melarang barang-barang tanpa pajak yang dijual di Batam bisa bebas melenggang ke luar daerah. Produk yang dijual di kawasan FTZ bakal dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10 persen dari harga produk jika hendak dilego di luar kawasan FTZ.

Pemerintah sudah menegaskan, produk barang yang dijual -baik di Batam atau daerah lain- mesti mencantumkan label standar nasional Indonesia (SNI). Belum lagi sertifikasi label halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), Badan Pengawasan Obat dan Makanan (POM), Kementerian Kesehatan, dan juga Kementerian Perdagangan.

Pada kenyataannya, produk barang tanpa label tersebut masih gampan ditemui di Batam, bahkan diperjualbelikan secara bebas. Tapi itu tadi, Batam sebagai gerbang importasi barang dari luar negeri serta produk tanpa pajak. Karena harga jualnya lebih rendah dibanding dengan daerah lain, pengusaha di daerah lain cenderung memilih untuk "mengimpor" macam-macam produk barang non-pajak itu daripada memesan lewat jalur resmi.

Nah, di sinilah peran pelabuhan-sebagai sarana transportasi sekaligus distribusi barang antardaerah- sangat menentukan. Tak cuma "pelabuhan tikus" yang dimanfaatkan untuk 'melempar' barang ke luar Batam. Pelabuhan resmi seperti pelabuhan angkut yang dikelola PT Angkutan Sungai Danau dan Penyebrangan (ASDP) Indonesia Ferry (Persero) sering dimanfaatkan.

Terkadang, pengusaha juga lebih melirik jasa ASDP ketimbang "mengantarkan" barang melalui kapal pribadi atau milik pihak ketiga yang berisiko "dicegat" aparat di tengah laut. Soal bagaimana aturan mainnya, yang jelas biaya distribusi lebih murah.

Pemanfaatan pelabuhan ASDP atau dikenal dengan pelabuhan roll-on-roll-off (roro) itu sebenarnya juga legal. Karena, barang dari kawasan FTZ yang hendak didistribusikan ke kawasan non-FTZ melalui pelabuhan ASDP juga harus mengurus perizinan dan dikenakan pajak sesuai nilai barang di kantor Bea dan Cukai Batam, di Batuampar. Perizinan itu pun hanya sekadar administrasi karena tidak lagi perlu mengecek langsung barang yang akan didistribusikan.

Nyaris saban hari pelabuhan ASDP seperti di Batam dipenuhi dengan truk-truk pengangkut barang untuk diseberangkan ke luar Batam, seperti Tanjunguban, Karimun, dan Lingga. Dalam sehari diperkirakan sekitar 50 unit angkutan barang menyeberangi laut.

Tidak adanya pemeriksaan awal untuk produk barang yang akan dibawa ke luar Batam di kantor Bea dan Cukai memberi celah bagi pengusaha untuk mengangkut barang-barang di luar dokumen kepabeanan. Dari gudang, pengusaha cukup mengantongi invoice dan produk yang telah dimuat ke pelabuhan ASDP Telagapunggur, Kecamatan Nongsa, yang jaraknya puluhan kilometer dari kantor Bea dan Cukai tipe Batam di Batuampar.

Pantauan di pelabuhan ASDP Telagapunggur, Sabtu (17/1/2015), petugas Bea dan Cukai Batam yang ditempatkan juga tidak melakukan pemeriksaan secara detil untuk mengetahui kebenaran muatan yang diangkut sesuai dokumen.

Sopir angkuatan barang yang membawa beragam produk berhenti di lapangan yang disediakan. Selanjutnya sopir membawa dan menunjukkan di pos Bea dan Cukai. "Dalam berkas sudah kita siapkan uang, biar mulus kata bos," kata seorang sopir kepada BATAMTODAY.COM dalam perjalanan menggunakan Barau Jakarta pada Sabtu pagi, tanpa bersedia menyebutkan namanya di media ini.

Pria bertubuh tambun ini menambahkan, di pelabuhan Tanjunguban pun produk bawaannya juga tidak diperiksa oleh petugas Bea dan Cukai setempat. Sama halnya di pelabuhan ASDP Telagapunggur, dia mengaku cukup menunjukkan izin yang sudah dikeluarkan kantor Bea dan Cukai Batam.

Ucapannya itu terbukti pada saat BATAMTODAY.COM menelisik alur perjalanan truk-truk ekspedisi yang membawa barang milik importir atau distributor dari Batam ke Tanjunguban. Di pelabuhan ASDP Tanjunguban, puluhan truk yang baru masuk kawasan tersebut hanya berhenti beberapa menit, setelah menunjukkan dokumen yang telah di-acc kantor Bea dan Cukai Batam tanpa pemeriksaan walaupun kapasitas barang melebihi muatan, truk bisa melanjutkan perjalanan.

Soal apakah muatan yang melebihi kapasitas itu membahayakan pengguna jalan lainnya, terkesan kurang dipikirkan. Atau diduga sudah ada 'koordinasi' yang baik antara oknum Bea dan Cukai dengan kepolisian yang ditempatkan di pelabuhan tersebut.

Nah, perilakuk oknum petugas Bea dan Cukai dan kepolisian di pelabuhan ASDP Tanjunguban mendadak berubah ketika sorot kamera mengarah ke mereka. "Awas-awas ada wartawan," teriak salah seorang petugas Bea dan Cukai di lokasi itu yang ditujukan kepada petugas lainnya termasuk sang sopir.

Mendadak, petugas Bea dan Cukai yang mengetahui keberadaan wartawan di sekitarnya mulai "bertindak tegas". Sejumlah berkas ditunjukkan sopir, namun tetap tidak dilakukan pengecekan muatan.

Mengetahui keberadaan wartawan sudah keluar dari pelabuhan, satu persatu angkutan barang tersebut keluar kawasan pelabuhan dengan kapasitas melebihi muatan.

'Koordinasi' oknum petugas terkait seakan tidak diragukan lagi pada lintas darah dari Batam ke luar Batam. Informasi yang dihimpun, hampir setiap malam terjadi aksi 'penyeludupan' di pelabuhan ASDP. Barang yang hendak disalurkan ke luar Batam itu berupa ratusan ponsel. Masuk akal karena Batam terkenal dengan harga ponsel yang miring.

Proses pengiriman barang elektronik yang satu ini -berdasarkan investigasi BATAMTODAY.COM- tidak perlu menggunakan embel-embel dokumen ataupun perizinan. Cukup minta oknum petugas yang membawa mobil berisi ratusan ponsel, maka proses distribusi pun lancar. Cara ini tentu lebih murah.

Caranya, seseorang yang bertindak sebagai sopir diminta untuk membawa mobil -lebih sering mobil pribadi daripada mobil boks- berisi ratusan ponsel ke Pelabuhan Telagapunggur dari sebuah gudang yang berlokasi di sekitaran Nagoya, pada malam hari. Sekali ambil dan antar barang serta mobil, si sopir dibayar Rp500 ribu.

"Lalu mobil ditinggal di parkiran pelabuhan roro. Lalu saya dijemput dengan untuk membawa mobil lainnya yang juga mengangkut ponsel. Dalam satu malam bisa sampai tiga kali bolak balik ambil barang di gudang (diduga di kawasan Jodoh dan Nagoya)," papar sopir yang berusia sekitar 35 tahunan ini.

Menurut pengakuannya, oknum petugas BC termasuk polisi di situ sudah diatur semua. "Kalau tidak, mana bisa masuk," kata pria yang minta identitasnya dirahasiakan.
 
Bagaimana dengan mobil berisi ratusan ponsel yang ditinggal di pelabuhan? "Aman itu. Sudah ada tandanya agar mobil itu dijaga. Jadi nggak bakal diaapa-apain," terangnya.

Selanjutnya, beber dia, esoknya beberapa oknum aparat dari Tanjunguban tiba ke Telagapunggur Batam menggunakan speedboat. Tujuannya untuk "membawa" mobil-mobil bermuatan ponsel itu ke Tanjunguban melalui pelabuhan roro. Ada kalanya, oknum aparat di Batam yang 'disewa' dengan biaya Rp2 juta untuk membawa mobil itu ke Tanjunguban.

"Petugas BC di lapangan sudah dikoordinasikan. Makanya di Tanjunguban juga bebas lewat. Apalagi yang bawa mobil tersebut oknum aparat berbadan tegap dan berambut cepak. Dari Tanjunguban, ribuan ponsel disebar ke beberapa daerah di Bintan termasuk Tanjungpinang dan daerah lainnya," terangnya.

Pengawasan yang ala kadarnya ini bisa memberi celah bagi pelaku kejahatan lainnya untuk memanfaatkan pelabuhan roro. Bisa saja narkoba dalam jumlah besar, bahan peledak, senjata api, atau barang-barang berbahaya lainnya, dengan mudahnya "lolos sensor" saat melewati pelabuhan ASDP ini. (*)

Editor: Roelan