Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pegawai Honorer K2 di Atas 35 Tahun Disarankan Ikuti Seleksi P3K
Oleh : Redaksi
Sabtu | 17-01-2015 | 08:32 WIB
ilustrasi_pegawai_honorer.jpg Honda-Batam
Foto ilustrasi/net

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Pegawai honorer K2 yang usianya sudah di atas 35 tahun disarankan mengikuti mekanisme rekrutmen pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K). Sementara bagi yang usianya masih di bawah 35 tahun bisa mengikuti proses seleksi CPNS.

Hal itu disampaikan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Men PAN-RB), Yuddy Chrisnandi, menerima 19 perwakilan dari Forum Honorer Kategori dua (K2) Indonesia (FHK2I), yang sebelumnya melakukan unjuk rasa di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (15/1/2015).

Yuddy sendiri mengaku pemerintah tidak menutup mata terhadap masalah yang dihadapi para tenaga honorer K-2 dan akan mencarikan formula yang baik, tetapi tetap mengacu pada peraturan perundangan yang berlaku. Karena pada prinsipnya, pemerintah pusat tidak pernah memberikan kewenangan kepada instansi penyelenggara pemerintahan baik di pusat maupun di daerah untuk mengangkat pegawai honorer menjadi PNS.

"Kenapa muncul pegawai honorer?" sergah Yuddy seperti dikutip dari laman kementerian.

Yuddy memaparkan, kebanyakan kasus itu muncul setelah adanya pemilihan kepala daerah secara langsung yang calon kepala daerahnya tidak berasal dari pejabat pemerintahan. Mereka canggung, siapa yang melayani mereka dan siapa yang bisa mereka percaya.

"Mereka akhirnya merekrut saudaranya yang bisa dipercaya, dan dipekerjakan sebagai tenaga honorer, yang jumlahnya terus berkembang menjadi banyak," kata Yuddy.
 
Pemerintah daerah, ujar Yuddy, akhirnya kehabisan anggaran untuk membayar gaji pegawai honorer, sementara para pegawai itu tidak secara resmi terdaftar sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Karena itu pada 2005, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi CPNS.

Selanjutnya pada 2007 pemerintah kembali menerbitkan PP Nomor 43/2007 dan terakhir tahun 2012 diterbitkan PP Nomor 56 Tahun 2012. "Setelah saya pelajari, kenapa PP-nya seperti itu karena sudah melampaui batas normal aman biaya anggaran pegawai," terang Yuddy.
 
Apalagi saat ini sudah ada Undang-Undang Nomor 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), yang menutup rapat bagi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk merekrut pegawai honorer.

Namun diakuinya bahwa hingga saat ini pemerintah masih kekurangan guru dan tenaga kesehatan, sehingga dalam kebijakan moratorium PNS tahun 2015 ini dikecualikan. Secara kebetulan, tenaga honorer itu kebanyakan terdiri dari guru dan tenaga kesehatan. (*)

Editor: Roelan