Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Refleksi Media Massa Tahun 2014
Oleh : Redaksi
Jum'at | 09-01-2015 | 11:11 WIB

Oleh: Amril Jambak

MEDIA Massa (Mass Media) singkatan dari Media Komunikasi Massa (Mass Communication Media), yaitu sarana, channel, atau media untuk berkomunikasi kepada publik. 

Istilah Media Massa sering disingkat "Media" saja, tanpa "Massa". Media Massa merupakan suatu sumber informasi, hiburan, dan sarana promosi (iklan).

Menurut Leksikon Komunikasi, media massa adalah "sarana penyampai pesan yang berhubungan langsung dengan masyarakat luas misalnya radio, televisi, dan surat kabar".

Menurut Cangara, media adalah alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak, sedangkan pengertian media massa sendiri alat yang digunakan dalam penyampaian pesan dari sumber kepada khalayak dengan menggunakan alat-alat komunikasi seperti surat kabar, film, radio dan televisi.

Media adalah bentuk jamak dari medium yang berarti tengah atau perantara. Massa berasal dari bahasa Inggris yaitu mass yang berarti kelompok atau kumpulan. 

Dengan demikian, pengertian media massa adalah perantara atau alat-alat yang digunakan oleh massa dalam hubungannya satu sama lain (Soehadi, 1978:38). Media Massa adalah sarana komunikasi massa dimana proses penyampaian pesan, gagasan, atau informasi kepada orang banyak (publik) secara serentak.

Dengan adanya kebebasan media massa yang diawali pada era reformasi, maka akhirnya mengalami pergeseran ke arah liberal sampai pada beberapa tahun belakangan ini. 

Kebebasan tersebut menandai adanya kebebasan pers yang terdiri dari dua jenis, yakni kebebasan negatif dan kebebasan positif. Kebebasan negatif merupakan kebebasan yang berkaitan dengan masyarakat dimana media massa itu hidup, kebebasan dari intervensi pihak luar organisasi media massa yang berusaha mengendalikan, membatasi atau mengarahkan media massa tersebut. 

Kebebasan positif merupakan kebebasan yang dimiliki media massa secara organisasi dalam menentukan isi media, berkaitan dengan pengendalian yang dijalankan oleh pemilik media, dan manajer media terhadap para produser, penyunting serta kontrol yang dikenakan oleh para penyunting terhadap karyawannya. 

Akibat kebebasan pers positif dan perlunya dana besar dalam menjalankan bisnis media massa, maka sekarang ini sangat dekat bahwa media massa Indonesia tidak lepas dan jauh dari orang dibelakangnya yang memilikinya.

Menurut Djafar H. Assegaf (1991), media massa memiliki lima ciri, pertama, komunikasi yang terjadi dalam media massa bersifat searah di mana komunikan tidak dapat memberikan tanggapan secara langsung kepada komunikatornya yang biasa disebut dengan tanggapan yang tertunda (delay feedback). 

Kedua, media massa menyajikan rangkaian atau aneka pilihan materi yang luas, bervariasi. Ini menunjukkan bahwa pesan yang ada dalam media massa berisi rangkaian dan aneka pilihan materi yang luas bagi khalayak atau para komunikannya.
 
Ketiga, media massa dapat menjangkau sejumlah besar khalayak. Komunikan dalam media massa berjumlah besar dan menyebar di mana-mana, serta tidak pernah bertemu dan  berhubungan secara personal. 

Keempat, media massa menyajikan materi yang dapat mencapai tingkat intelek rata-rata.  Pesan yang disajikan dengan bahasa yang umum sehingga dapat dipahami oleh seluruh lapisan intelektual baik komunikan dari kalangan bawah sampai kalangan atas. 

Sedangkan yang kelima, media massa diselenggarakan oleh lembaga masyarakat atau organisasi yang terstruktur. Penyelenggara atau pengelola media massa adalah lembaga masyarakat/organisasi yang teratur dan peka terhadap permasalahan kemasyarakatan.

Melihat kondisi saat ini, berdasarkan catatan penulis, perkembangan media massa di Tanah Air jauh berkembang pesat. Bahkan pemilik media yang lahir pasca era kebebasan pers, muncul beragam penguasa media, baik yang datang dari kalangan insan pers itu sendiri, pengusaha, dan lainnya yang memiliki kepentingan. 

Membangun media saat ini (era kebebasan pers) sangatlah gampang. Punya uang, rencana pendirian akan segera terwujud. Siapapun bisa menjadi owner-nya, asalkan memiliki dana besar. 

Ini tentunya dikarenakan kebebasan pers positif dan perlunya dana besar dalam menjalankan bisnis media massa, maka sekarang ini sangat dekat bahwa media massa Indonesia tidak lepas dan jauh dari orang dibelakangnya yang memilikinya. 

Namun, tak banyak media yang bisa bertahan hidup dengan kondisi persaingan media dewasa ini. Memang jumlahnya saat ini banyak, tapi kenyataannya ada saja hidupnya megap-megap, bahkan ada yang tidak terbit lagi alias tinggal nama.

Ada perusahaan media yang dalam hidupnya menggantungkan dari momen penting yang mampu mendatangkan pemasukan untuk media tersebut. Bahkan ada juga media asalkan terbit (brand media menghiasi daerah), tanpa memikirkan nasib wartawan dan karyawannya.

Merujuk Surat Edaran Dewan Pers No. 01/SE-DP/I/2014 tentang Pelaksanaan UU Pers dan Standar Perusahaan Pers, yakni perusahaan pers harus memenuhi, pertama, setiap perusahaan pers harus berbentuk badan hukum Indonesia (Perseroan Terbatas/PT), kedua, perusahaan pers memberikan kesejahteraan kepada wartawan dan karyawan pers dalam bentuk kepemilikan saham dan atau pembagian laba bersih serta bentuk kesejahteraan lainnya, ketiga, perusahaan pers wajib memberi upah kepada wartawan dan karyawannya sekurang-kurangnya sesuai dengan upah minimum provinsi minimal 13 kali setahun, dan keempat, perusahaan pers wajib mengumumkan nama, alamat dan penanggungjawab secara terbuka melalui media yang bersangkutan. Khusus untuk penerbitan pers ditambah nama dan alamat percetakan. 

Jika membahas persoalan Surat Edaran Dewan Pers No. 01/SE-DP/I/2014, tidak tertutup kemungkinan akan adanya pelanggaran-pelanggaran. Kemungkinan ada perusahaan pers tidak peduli terhadap wartawan dan karyawannya. Ini tentunya kebanyakan berlaku pada perusahaan di luar perusahaan besar, seperti Kompas Grup, Tempo Grup, dan Jawa Pos Grup.

Berdasarkan pengamatan dan konfirmasi penulis ke berbagai daerah, umumnya perusahaan media lokal masih belum memperhatikan wartawan dan karyawannya. 

Padahal jika pemilik menyadari, wartawan dan karyawan merupakan aset berharga demi kelangsungan masa depan media mereka. 

Di perusahaan tersebut, wartawan dan karyawan belum memiliki standar upah yang menjanjikan bagi kehidupan mereka. Parahnya lagi, upah yang seharusnya mereka terima setiap bulan, suka atau tidak suka mereka terima sekali tiga bulan, bahkan lebih. 

Tidak hanya upah, wartawan dan karyawan pun tidak diberikan jaminan kesehatan yang berlaku saat ini.

Berkaitan persoalan ini, penulis pesimis kesiapan media di Tanah Air, khususnya media lokal akan mampu bersaing pada Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang pelaksanannya tahun 2015. Karena media massa di negara tetangga kononnya lebih profesional, dan diyakini mampu menembus pasar Tanah Air.

Tentunya ini merupakan persoalan bersama, dan harus dituntaskan secepat mungkin. Seandainya pemilik dan pengelola media menyadari akan pentingnya persaingan di era globalisasi dan MEA 2015, dengan melakukan perubahan-perubahan dari berbagai aspek, penulis yakin profesional wartawan dan karyawan speed-nya akan lebih tinggi. Pastinya begitu!

Sudah saatnya pemilik media massa memanusiawikan wartawan dan karyawannya. ***

*) Penulis adalah pendiri Forum Diskusi Publik di Pekanbaru, Riau.