Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Fenomena Anak Berkebutuhan Khusus di Indonesia Seperti Gunung Es
Oleh : Roelan
Senin | 01-12-2014 | 09:50 WIB
tri_gunadi_tangan_bergerak.jpg Honda-Batam
Tri Gunadi saat menyampaikan materi pada suatu pelatihan guru di Tanjungpinang. (Foto: Roelan/BATAMTODAY.COM)

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Pakar tumbuh kembang anak, dr Tri Gunadi Amd OT SPsi, mengungkap, fenomena anak berkebutuhan khusus di Indonesia seperti gunung es. Yang terdata baru sebagian kecilnya saja, sementara yang belum terdata justru bisa jauh lebih besar.

"Sebenarnya jumlah ABK itu seperti fenomena gunung es. Yang terlihat dan yang sudah terdata hanya di SLB dan klinik, tapi yang belum terdata dan belum sekolah jumlahnya malahan jauh lebih banyak," kata Gunadi, dalam perbincangan dengan BATAMTODAY.COM, pada suatu kesempatan.

Direktur Klinik Tumbuh Kembang Anak Yamet Jakarta itu menjelaskan, jika dirinci, sebenarnya banyak jenis anak berkebutuhan khusus. Gunadi memperkirakan, yang orang tahu baru yang ada di SLB seperti tunanetra, tunarungu, tunadaksa, retardasi mental, Down sindrome, dan autistik.

"Bahkan gangguan keterlambatan bicara, gangguan kenaikan berat badan, gangguan konsentrasi, gangguan motorik, gangguan oral motor, gangguan sensoris hingga gangguan emosi, itu sudah merupakan berkebutuhan khusus," jelas Gunadi.

Dikatakan, anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami penyimpangan baik fisik, mental, intelektual, sosial maupun emosional dibandingkan anak seusianya. "Malah, gangguan pada satu anak berkebutuhan khusus kadang tidak tunggal, tapi lebih dari satu. Misalnya, tunanetra ya juga autistik, tunadaksa ya juga retardasi mental, dan sebagainya," imbuh Gunadi.

Mengingat fenomena gunung es serta ragam gangguan yang diderita anak, Gunadi mengingatkan tugas guru SLB bakal makin berat. "Padahal, jika anak berkrbutuhan khusus yang salah tertangani atau tidak tertangani sama sekali, bisa menjadikannya sebagai 'monster' di masa depan," terang Gunadi.

Sayangnya, dia mengakui pemerintah belum memiliki data-data akurat mengenai anak berkebutuhan khusus. Disampaikan, jumlah anak berkebutuhan khusus yang terdeteksi pada 2011 sekitar 1,48 juta jiwa, atau 0,7 persen dari jumlah penduduk di Indonesia.

"Dari jumlah itu, anak berkebutuhan khusus yang berada pada usia sekolah (5-18 tahun) sekitar 21,42 persen," terangnya.

Padahal, imbuh Gunadi, setiap puskesmas di Indonesia sudah mendapatkan protokol dalam melakukan screening pada anak-anak berkebutuhan khusus.

"Saya nggak tahu, di Kepri jalan atau tidak. Tapi, beberapa daerah lain sudah jalan," ujarnya. 

Gunadi juga mengaku pernah mengusulkan agar pendataan anak berkebutuhan khusus dititipkan pada sensus penduduk Badan Pusat Statistik (BPS). Hanya saja, BPS mengaku kewalahan.

"Saat saya usulkan pendataan anak berkebutuhan khusus yang sebaiknya dititipkan ke (program) sensus penduduk, katanya pertanyaan yang selama ini ada saja sudah berjibun. Apalagi ditambah dengan pendataan ABK. Dan katanya kapasitas pelaksana sensus itu belum sampai ke data anak berkebutuhan khusus," kata Gunadi. (*)

Editor: Roelan