Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Menguji 'Kesaktian' Surat Ahok Bubarkan FPI
Oleh : Redaksi
Kamis | 27-11-2014 | 15:02 WIB

Oleh : Jelita Chantiqa*

FRONT Pembela Islam (FPI) adalah sebuah organisasi massa Islam garis keras yang berpusat di Jakarta, dikabarkan memiliki sayap juang Laskar Pembela Islam (LPI) sebagai kelompok paramiliter yang kontroversial karena melakukan aksi-aksi sweeping terhadap kegiatan-kegiatan yang dianggap maksiat atau bertentangan dengan syariat Islam terutama pada bulan Ramadhan dan seringkali berujung pada kekerasan.

FPI dideklarasikan pada 17 Agustus 1998  (atau 24 Rabiuts Tsani 1419 H) di halaman Pondok Pesantren Al Um, Kampung Utan, Ciputa, di Selatan Jakarta oleh sejumlah Habaib, Ulama, Mubaligh dan Aktivis Muslim dan disaksikan ratusan santri yang berasal dari daerah Jabotabek. Pendirian organisasi ini hanya empat bulan setelah Presiden Soeharto mundur dari jabatannya, karena pada saat pemerintahan orde baru pemerintah tidak mentoleransi tindakan ekstrimis dalam bentuk apapun. FPI pun berdiri dengan tujuan untuk menegakkan hukum Islam di negara sekuler. Organisasi ini dibentuk dengan tujuan menjadi wadah kerja sama antara ulama dan umat dalam menegakkan Amar Ma'ruf dan Nahi Munkar  di setiap aspek kehidupan.

Pada tahun 2002 dalam tabligh akbar ulang tahun FPI menuntut agar syariat Islam dimasukkan pada pasal 29 UUD 45 yang berbunyi, Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dengan menambahkan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya seperti yang tertera pada butir pertama dari Piagam Jakarta yang dirumuskan pada tanggal 22 Juni 1945 ke dalam amandemen UUD 1945 yang sedang dibahas di MPR sambil membawa spanduk bertuliskan Syariat Islam atau Disintegrasi Bangsa. Namun Anggota Dewan Penasihat Asosiasi Ilmu Politik Indonesia,  Dr. J. Soedjati Djiwandono berpendapat bahwa dimasukkannya tujuh kata Piagam Jakarta ke dalam UUD 1945 yang diamandemen, justru dikhawatirkan akan memecah belah kesatuan bangsa dan negara, mengingat karekteristik bangsa yang majemuk. 

Karena aksi-aksi kekerasan yang  meresahkan masyarakat, termasuk dari golongan Islam sendiri, beberapa ormas menuntut agar FPI dibubarkan. Namun  pemerintah mengalami kesulitan untuk membubarkan FPI karena pendirian FPItidak berlandaskan hukum. Pembentukan organisasi yang memperjuangkan syariat Islam dan bukan Pancasila inilah yang kemudian menjadi wacana pemerintah Indonesia untuk membubarkan ormas Islam yang bermasalah.

Perseteruan FPI dengan Ahok
Unjuk rasa yang dilakaukan oleh  Front Pembela Islam, Gerakan Pembela Umat Rasulullah, dan Laskar Pembela Islam yang menolak Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok diangkat sebagai Gubernur DKI Jakarta yang berlangsung di depan gedung DPR RI awal Oktober 2014 berujung rusuh. Demo  ini adalah puncak dari berbagai aksi  protes yang telah dilontarkan untuk menjegal Ahok jadi orang nomor satu di Ibu Kota. Alasan utama para pengunjuk rasa menolak Ahok adalah latar belakang etnis dan agamanya. Ahok yang beretnis Tionghoa dinilai akan melakukan diskriminasi terhadap umat Islam, dan bagi pendemo tidak boleh ada pemimpin yang tidak beragama Islam, seperti yang disampaikan  juru bicara Front Pembela Islam, Muchsin Alatas. 

Menurutnya diskriminasi Ahok terhadap Islam terlihat dari pelarangan sejumlah kegiatan yang berhubungan dengan tradisi Islam. FPI menuding Ahok melarang kegiatan tabligh akbar di Monas, takbir keliling, dan pemotongan hewan kurban. Namun, Ahok malah mengizinkan perayaan tahun baru yang tidak sesuai dengan ajaran Islam hingga menutup jalan protokol. 

Kelompok Forum Betawi Rempug pun bersikeras menolak Ahok karena  dianggap tidak beretika dan sering mengeluarkan pernyataan provokatif. Ocehan Ahok tidak produktif, hanya memprovokasi, ujar Ketua Satuan Relawan Bencana Betawi Forum Betawi Rempug, Sani Airsan. Sikap Ahok yang sering blak-blakan dipandang sebagai sikap arogan oleh Ketua Forum Betawi Bersatu, Endang Supardi. Dia kasar, suka memalak, dan mengatai anggota Dewan. Sebelumnya, aksi menolak Ahok telah beberapa kali dilakukan di depan Balai Kota DKI Jakarta. Kerusuhan tak terhindarkan setelah massa melempari aparat dengan batu, bahkan kotoran kuda. 

Menanggapi aksi anarkis itu, Ahok mengatakan dia tidak terkejut dengan protes FPI, tetapi bertekad  akan menjalankan tugas-tugasnya dan tidak terintimidasi oleh intoleransi. Saya telah mengalami serangan-serangan etnis dan agama ini sejak menjadi Bupati Belitung. Penduduk konstituen saya (Ahok) di sana 98% Muslim,  karena saya bekerja keras rakyat menyadari komitmen saya. Meskipun saya keturunan Tionghoa dan seorang Kristen, saya adalah orang Indonesia. 

Masyarakat   tidak perlu takut terhadap siapa saja yang berusaha dengan baik dan memiliki sikap yang baik bagi Indonesia. Saya akan melakukan yang terbaik, dan saya akan mengabaikan intimidasi apa pun dari orang-orang yang tidak memiliki toleransi. Bagaimanapun juga, kita semua orang Indonesia tanpa memandang latar belakang agama dan etnis. 

FPI  harus menghormati keputusan akhir yang dibuat oleh pejabat yang lebih tinggi seperti Kementerian Dalam Negeri,  ada hukum yang harus dihormati, dan FPI harus melakukan hal yang sama. UU No 12 tahun 2008, pasal 26 jelas menyatakan bahwa wakil gubernur akan menjadi gubernur ketika gubernur tidak mampu untuk tetap menjabat karena kematian, pengunduran diri yang diterima oleh ketua DPR, atau pemecatan. Sehingga tidak ada alasan mengapa Ahok tidak bisa menjadi gubernur sampai pemilu kepala daerah DKI Jakarta berikutnya. 

Rekomendasi Ahok
Sikap FPI yang menolak pengangkatan Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta dianggap sama dengan melawan konstitusi. Ahok kemudian mengirim rekomendasi kepada Kemendagri dan Kemenkumham untuk membubarkan FPI. Ahok mengharapkan agar kedua kementerian itu harus tegas terhadap Ormas yang sudah meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum. 

Memang hak menyampaikan pendapat dijamin oleh undang-undang, namun bila aksi dilakukan dengan cara-cara kekerasan dan menimbulkan kerusakan maka penegak hukum harus mengambil tindakan tegas. 

Langkah ini mendapat dukungan dari sejumlah pihak, Mendagri Tjahjo Kumolo mengatakan siap memproses surat rekomendasi Ahok terkait dengan pembubaran FPI yang dinilai melawan konstitusi. Berdasarkan Undang-Undang Nomor : 17 tahun 2003 tentang Ormas, pembubaran dapat dilakukan Kementerian Hukum dan HAM melalui pengadilan atau diberi sanksi berdasarkan data-data kepolisian. Terdapat tiga jenis sanksi yang dapat diberikan kepada Ormas pelanggar aturan, yakni teguran, pembekuan serta pembubaran. 

Pengamat Politik UI Arbi Sanit mengatakan langkah yang dilakukan Ahok mengrimkan surat pembubaran FPI kepada kedua kementerian sudah tepat. 

Apalagi keberadaan FPI di Jakarta tidak tedaftar dan tidak memiliki ijin kerormasan berdasarkan UU Nomor : 17 tahun 2003. Apalagi banyak pelanggaran yang dilakukan FPI,  selaian penistaan terhadap suku, ras dan agama tertentu, juga terbukti melakukan tindakan kekerasan saat melakjuka aksi demo.

Sejauh in satu-satunya pihak yang tidak setuju adalah Ketum PB NU, Said Aqil Siraj, yag nmengatakan Ahok tidak berhak membubarkan Ormas FPI dan bukan bagian dari kewenangannya uuntuk membumi hanguskan FPI. Apabila Ahok merubah sikap arogannya, tentu FPI tidak akan bersikeras mencoba melengserkannya dari jabatan Plt. Gubernur DKI. 

Tuntutan pembubaran FPI sudah disampaikan berbagai elemen masyarakat sejak lama karena aksi-aksi kekerasan yang meresahkan masyarakat, namun pemerintah sulit untuk membubarkan FPI secara resmi karena keberadaan FPI tidak berlandaskan hukum. Tindakan FPI selama ini dianggap mencederai Islam yang rahmatan lil 'alamin,  memperbanyak musuh bukan saudara, serta menunjukan FPI tidak mengikuti ajaran Islam dimana Islam selalu menghormati kaum minoritas.

Tindakan FPI selama ini juga dianggap mencederai Pancasila yang mengakui pluralisme, dan tidak menghormati SARA. Padahal Pancasila esensinya adalah hidup berdampingan, musyawarah untuk mufakat sehingga apa yang dipraktekan FPI sangat jauh dari Pancasila dan nilai-nilai agama itu sendiri.  FPI menuntut agar syariat Islam dimasukkan pada pasal 29 UUD 45 yang berbunyi, Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dengan menambahkan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya seperti yang tertera pada butir pertama dari Piagam Jakarta yang dirumuskan pada tanggal 22 Juni 1945  ke dalam amandemen UUD 1945 yang sedang di bahas di MPR sambil membawa spanduk bertuliskan Syariat Islam atau Disintegrasi Bangsa.

FPI juga dianggap tidak mengakui demokrasi dan politik yang intinya semua  orang  sama dihadapan hukum, mempunyai hak untuk memilih dan dipilih sepanjang tidak dicabut haknya. Terpilihnya Ahok dan Jokowi sudah sesuai dengan prinsip one man one vote dan dalam UU Pemerintah Daerah, jika Gubernur berhalangan tetap maka yang menggantikannya adalah Wakil Gubernur.

Karena itu penulis sepakat dengan pernyataan Imam Besar Masjid Istiqlal yang menyatakan FPI jangan lagi mencoreng nama  Islam dengan  mencaci maki Ahok. Pemerintah sesuai kewenangan yang ada  sebaiknya segera membekukan Ormas tersebut sambil menunggu prose hukum di Pengadilan untuk membubarkannya. *

*) Penulis adalah pemerhati masalah sosial politik Indonesia, tinggal di Jakarta.